BATAM – Perusahaan asal Jepang yang memproduksi metal stamping, komponen untuk audio mobil dan komputer, komponen untuk Floppy Disk Drive dan Compact Disk serta aktivitas assembly untuk industri elektronik, PT Exas Batam Indonesia diketahui menghentikan kegiatan produksinya sejak Jumat (30/12) diduga disebabkan anjloknya order produksi.
Humas Kawasan Industri Batamindo, lokasi dimana PT Exas Batam Indonesia beroperasi, Andi Mapisangke mengatakan, belum mendapat informasi yang akurat terkait penutupan pabrik perusahaan asal Jepang tersebut, namun perseroan memang sudah menghentikan kegiatan produksinya sejak beberapa hari lalu.
“Informasi yang akurat belum saya terima, terkait tutupnya pabrik perusahaan jepang tersebut,” katanya kepada Koran Jakarta, Jumat (30/12).
Sementara itu, lebih dari 170 karyawan tetap perseroan sejak Jumat pagi sudah mendatangi lokasi pabrik untuk meminta pesangon setelah di PHK, namun hingga berita ini diturunkan belum ada kepastian soal pesangon tersebut.
Salah seorang karyawan, Risma (41) mengatakan, hari jumat itu merupakan hari terakhir dia dan rekannya datang ke perusahaan untuk meminta pesangon sesuai dengan janji manajemen yang akan membayar pesangon sesuai peraturan yang berlaku.
“Perusahaan gulung tikar karena order produksi sudah tidak ada lagi,” katanya.
Sementara itu, Direktur Kawasan industri Batamindo, Jhon Sulistiawan belum bisa memberi komentar terkait penutupan pabrik perusahaan asal jepang tersebut. Namun disebutkan bahwa Kawasan industry Batamindo sebagai kawasan industry terbesar di Batam saat ini memiliki 76 perusahaan yang beroperasi, 72 perusahaan diantaranya merupakan penanam modal asing (PMA) dan 4 PMDN dengan jumlah karyawan sekitar 65 ribu.
Jhon mengatakan, dampak bencana gempa bumi dan tsunami di Jepang ditambah lagi dengan krisis keuangan di Eropa dan Amerika Serikat memang sangat memukul industry yang ada di Batam karena sebagian produksinya di ekspor ke kawasan tersebut. Akibatnya, order menurun bahkan sejumlah perusahaan tidak mendapat order lagi, sehingga terpaksa menghentikan kegiatan produksinya.
Untuk itu, Batamindo berupaya mendapatkan investor atau perusahaan baru agar mau membuka pabrik di kawasan itu, namun hal itu sulit dilakukan karena masih banyaknya persoalan di Batam meskipun sudah berstatus FTZ atau Free trade zone.
Salah satu persoalananya adalah masih rumitnya proses perijinan investasi di batam. Proses perijinan yang lambat dan rumit itu sering dikeluhkan investor sehingga pemerintah perlu melakukan pembenahan dan perbaikan agar para calon investor mau merealisasikan rencana investasinya.
Terlebih, Batam juga harus bersaing dengan kawasan sejenis di negara tetangga seperti Malaysia, China dan Vietnam yang sudah memiliki infrastruktur relative baik dan birokrasi yang efisien. Contohnya Malaysia yang awalnya belajar dari Batam justru saat ini sudah lebih maju karena pemerintahnya melakukan reformasi birokrasi.
"Malaysia melakukan reformasi birokrasi seperti yang diinginkan investor, oleh karenanya pemerintah juga harus melakukan reformasi birokrasi. Harus ada pemangkasan-pemangkasan peraturan yang membuat lambatnya proses perizinan dan lainnya," kata Jhon. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar