Kamis, 09 Februari 2012

Foto Berita : Batam pacu pembangunan infrastruktur


Batam terus memacu pembangunan infrastruktur, diantara yang akan dibangun adalah kereta api, jalan tol dan pengembangan pelabuhan kontainer batu ampar.

Berita Foto : Industri Properti di Batam Tumbuh


Industri properti di Batam tumbuh pesat ditandai dengan maraknya pembangunan apartemen, pusat perkantoran, pusat perbelanjaan dan hotel dan tak ketinggalan pembangunan perumahan.

Ratusan Warga Batam Unjuk Rasa Pertanyakan Status Lahan

BATAM - Ratusan warga Batam yang tinggal di daerah Bengkong Nusantara berunjuk rasa di depan kantor Otorita Batam atau BP Batam menuntut kepastian hukum atas status lahan yang mereka tempati sejak tahun 2000.

Perwakilan warga, Rustam Efendi Bangun mengatakan, dirinya bersama 250 kepala keluarga lain yang tinggal di daerah Bengkong Nusantara merasa sah menempati lahan di kawasan itu karena pada tahun 2000 telah mendapat ijin pemanfaatan (IP) dari Otorita batam untuk lahan seluas 250 hektare atas nama koperasi yang didirikan ketika itu. Lahan yang telah dialokasikan BP Batam tersebut selanjutnya dibagi bagikan kepada 250 kepala keluarga.

Namun, persoalan timbul pada 2004 ketika PT Tri Sukses Jembartama (TSJ) merasa berhak atas tanah tersebut karena juga mendapat IP dari BP Batam pada tahun 2004 sehingga perusahaan meminta warga untuk mengosongkan tanah tersebut.

“Kami merasa berhak tinggal di tanah ini karena sudah mendapat IP dari BP Batam sejak tahun 2000 dan mestinya BP Batam tidak mengalokasikan lahan yang sama ke pihak lain agar tidak terjadi tumpang tindih,” katanya, Rabu (8/2).

Pada awalnya, kata Rustam warga mempertanyakan status lahan tersebut secara baik baik kepihak BP Batam namun tidak ada tanggapan sehingga kemarin (8/2) ratusan warga berunjuk rasa meminta kepastian status lahan yang mereka tempati karena sudah ada teror dari perusahaan yang akan melakukan pembangunan.

“Pihak perusahaan PT TSJ ternyata sudah melaporkan masalah sengketa lahan ini ke polisi atas tuduhan penyerobotan lahanm sehingga kami minta ketegasan BP Batam terkait status lahan itu,” katanya.

Sesaat setelah berunjuk rasa, pihak BP Batam melakukan perundingan dengan warga namun dalam perundingan itu tidak dicapai kata sepakat sehingga warga masih bertahan di lokasi unjuk rasa sampai ada keputusan dari BP Batam soal status lahan tersebut.

"Tidak ada hasil kesepakatan. Kami menolak karena pihak yang berkompeten tidak mau dihadirkan," kata Rustam.

Warga mengancam jika sampai sore hari belum ada keputusan dari BP Batam, mereka akan bertahan di Gedung BP dengan mendirikan tenda. (gus).

Rabu, 08 Februari 2012

Formula Pembentukan Holding Perkebunan Harus Jelas

Rencana pemerintah menggabungkan PT Perkebunan I hingga XIV serta PT Rajawali Nusantara Indonesia dalam satu holding dinilai tepat karena bisa meningkatkan kapitalisasi pasar dan mengefisienkan fungsi kordinasi, namun formulasinya harus jelas agar justru tidak berdampak negatif seperti menambah rantai birokrasi.

Ekonom Universitas Gajah Mada, Sri Adiningsih mengatakan, pembentukan Holding perusahaan perkebunan bisa berdampak positif dan bisa juga berdampak negatif tergantung pada tujuan yang ingin dicapai pemerintah.

“Pembentukan Holding Perkebunan akan menciptakan perusahaan berkelas internasional yang efisien dan bisa berkompetisi secara global, namun harus berhati hati agar tidak menimbulkan dampak negative,” katanya kepada Koran Jakarta, Selasa (7/2).

Dampak positif pembentukan Holding Perkebunan adalah bisa membuat kordinasi lebih efisien, meningkatkan sinergi antar perusahaan dan yang penting adalah memperbesar kapitalisasi pasar perusahaan tersebut. Dengan demikian, perusahaan yang baru terbentuk nantinya bisa berkompetisi secara global dan memainkan peranan yang lebih besar di pasar internasional.

Untuk itu, kata Sri yang perlu dilakukan pemerintah adalah menyiapkan formulasinya dengan jelas, membuat struktur organisasi yang efisien dan menempatkan orang orang yang tepat bukan orang orang yang justru akan memeras perusahaan baru untuk kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Sri optimistis dengan pembentukan Holding perkebunan akan berkorelasi positif terhadap kesejahteraan petani, karena strategi atau langkah yang akan dibuat bisa diformulasikan dengan cepat dan tepat.

Meski demikian, pemerintah harus berhati hati dalam pembentukan holding tersebut karena ada potensi justru menambah rantai birokrasi sehingga keputusan yang diambil masing masing perusahaan yang tergabung nantinya menjadi lambat.

Sementara itu, Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan perusahaan industri (holding) perkebunan akan terbentuk pada 2012. Rencananya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I hingga PTPN XIV serta PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) akan berada dalam satu perusahaan. Pembentukan Holding tersebut nantinya akan menciptakan salah satu perusahaan perkebunan terbesar di dunia. (gus). .

Kondisi Pasar Tradisional di Batam Memprihatinkan

BATAM – Banyak pasar tradisional di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau yang dibangun pemerintah dan swasta kondisinya sangat memprihatinkan, tidak ada aktivitas jual beli dan berubah fungsi menjadi kamar kos.

Kepala Dinas PMPK-UKM Kota Batam, Amsakar Achmad mengatakan, pemerintah kota Batam sudah berupaya untuk menghidupkan sejumlah pasar tradisional yang mangkrak karena sepi dari aktivitas jual beli. Misalnya dengan membangun sejumlah fasilitas umum, mendesain ulang kondisi fisik pasar hingga memberi fasilitas sewa gratis kepada pedagang selama tiga bulan. Namun, langkah pemerintah tersebut belum efektif untuk meningkatkan aktifitas jual beli di pasar tradisional.

“Kami bahkan sudah member fasilitas sewa gratis kepada para pedagang selama tiga bulan, namun anehnya setelah bulan ke empat ketika akan ditarik retribusi para pedagang pindah,” katanya, akhir pekan lalu.

Pemko Batam juga melakukan langkah ekstrim dengan mengajak pihak swasta untuk mengelola pasar tradisonal seperti pasar induk Jodoh yang dibangun dengan dana miliaran rupiah dan awalnya diharapkan menjadi ikon pasar tradisional di Batam. Namun setelah dikelola swasta kondisi pasar tidak mengalami perubahan tetap sepi dari aktivitas jual beli bahkan kondisinya saat ini sangat memprihatinkan karena ruang kios sudah berubah fungsi menjadi kamar kos.
Selain pasar induk jodoh, pasar Seroja Dapur 12 dan Pasar Melayu juga hampir mengalami nasib yang sama seperti pasar induk Jodoh. Bedanya di kedua pasar tersebut masih ada ruko di bagian depan dan samping yang ada penyewanya dan masih beroperasi. Sementara untuk pasar basah yang ada di dalam, sudah kosong melompong. Hanya sekitar 10 persen bangunan yang beroperasi di pasar itu.

Menurut Amsakar, banyaknya tempat yang kosong di Pasar Melayu, akhirnya membuat pihak-pihak tertentu memanfaatkannya untuk hal-hal negatif seperti menjadi lokasi prostitusi dan judi. Kondisi itu sering membuat warga sekitar resah sehingga perlu tindakan tegas dari pemerintah untuk mengembalikan fungsi pasar sebagaimana mestinya.

Salah seorang pedagang di pasar Seroja Dapur 12 Kelurahan Sei Pelunggut, Sagulung, Jasri mengatakan, sepinya pasar dari aktivitas jual beli disebabkan lokasi yang tidak strategis. Terbukti, para pedagang yang menempati kios di pasar ini hanya bertahan sekitar tiga bulan pertama saja saat pasar baru diresmikan. Itu pun, karena pemerintah menggratiskan biaya sewa untuk tiga bulan pertama, termasuk untuk pembayaran listrik dan air.

Namun begitu masuk bulan keempat, saat retribusi pembayaran mulai diterapkan, satu per satu pedagang pergi. Hingga tidak ada lagi pedagang yang berjualan di tempat tersebut.

"Pembeli sepi, daripada harus merugi, mendingan cari tempat yang lebih baik," kata Jasri.
Ditambahkan, beberapa bangunan yang ada di pasar yang terlihat kosong tak berpenghuni. Saat ini lebih sering dimanfaatkan sebagai tempat nongkrong warga baik siang maupun malam hari. (gus).

Kawasan Bebas Juga Punya Aturan

Gonta ganti regulasi yang mengatur FTZ BBK dipicu perbedaan paradigma dalam memandang esensi dari FTZ oleh pebisnis di BBK dan Pemerintah pusat. Kondisi itu menciptakan situasi investasi menjadi kurang kondusif sehingga berdampak negatif pada pertumbuhan industri di BBK.

Sri Mulyani sewaktu menjabat Menteri Keuangan RI, pernah berkunjung ke Batam untuk mensosialisasikan PP 02 tahun 2009 yang ketika itu mendapat protes keras dari pebisnis di BBK (Batam, Bintan dan Karimun) karena ketentuan masterlist untuk ekspor dan impor barang akan menambah birokrasi dan biaya. Pengusaha di BBK juga saat itu masih mempertanyakan keseriusan pemerintah pusat mengurus FTZ BBK karena masih banyak aturan yang memberatkan.

Ketika itu, Sri Mulyani menjawab dengan tegas bahwa meskipun BBK berstatus kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas, bukan berarti tidak ada aturan di dalamnya. Aturan yang dibuat pemerintah tentunya lebih longgar dibanding aturan yang ada di daerah lain yang tidak berstatus FTZ. Pada akhirnya, pengusaha dan sejumlah pejabat di BBK seolah kompak minta agar PP no 02 tahun 2009 di revisi dengan menghapuskan masterlist serta pasal lain yang memberatkan pengusaha.

Setelah hampir tiga tahun, Pemerintah akhirnya merespon keinginan stake holder di BBK dengan menerbitkan PP no 10 tahun 2012. Namun, seperti sudah diduga pengusaha dan stake holder di BBK kembali menolak aturan tersebut karena dinilai tidak banyak berubah jika dibanding aturan sebelumnya.

Ketua Apindo Kepri, Cahya mengatakan, PP no 10 tahun 2012 memang belum menyelesaikan persoalan yang melingkupi pelaksanaan FTZ BBK sebab banyak kewenangan yang tidak jelas dan berbenturan dengan perundang undangan lainnya. Contohnya berbenturan dengan Peraturan Menteri Pertanian tentang pembatasan impor sayur dan buah serta kebutuhan pokok masyarakat.

Aturan lainya yang bisa menjebak terkait dengan undang undang perlindungan konsumen khusunya soal penerapan label SNI (Standar Nasional Indonesia). Mestinya, SNI tidak diberlakukan di kawasan FTZ sebab barang impor yang masuk ke BBK diduga sudah sesuai dengan standar internasional sehingga SNI tidak diperlukan lagi.

“Sertifikasi standar suatu produk mestinya dikeluarkan oleh negara pengekspor misalnya, jika barang dating dari singapura maka standar barangnya berdasarkan sertifikasi negara tersebut sehingga tidak perlu lagi SNI,” katanya.

Wakil Gubernur Kepri, Soerya Respatriono mengatakan, pengusaha mestinya tidak melihat pasal per pasal dari PP no 10 tahun 2012 tetapi harus dilihat secara keseluruhan agar tidak menimbulkan salah pengertian.

Selama ini, pengusaha di BBK memandang FTZ sebagai kawasan bebas sehingga aktivitas ekspor dan impor bisa dilakukan secara bebas untuk seluruh barang kecuali barang yang menjadi Negatif list sesuai peraturan pemerintah. Oleh karenanya, pengusaha di BBK berhak untuk mengimpor barang apapun. Namun, bagi pemerintah pusat FTZ bukan berarti bebas sebebas bebasnya, masih ada aturan yang harus di patuhi pengusaha dan FTZ juga harus berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi daerah lainnya.

Oleh karena itu, untuk barang konsumsi yang bisa diproduksi di dalam negeri seperti telur, unggas, sayur mayur, ikan lele mestinya tidak di impor karena banyak daerah di Indonesia yang mampu memproduksi bahan kebutuhan pokok tersebut sehingga impor tidak diperlukan. Dengan demikian, status FTZ tidak hanya berdampak positif bagi BBK tetapi juga ikut andil membangun daerah lain. (gus).

Jalan Berliku FTZ BBK

09 januari 2012 : Pemerintah menerbitkan PP no 10 tahun 2012 menggantikan PP no 02 tahun 2009

01 April 2009 : Pemerintah pusat akhirnya meresmikan pendirian kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau free trade zone Batam, Bintan dan Karimun. Bersamaan dengan itu diterbitkan tiga peraturan menteri keuangan (PMK) yakni PMK Nomor 45/PMK.03/2009, PMK Nomor 46/PMK.04/2009, PMK Nomor 47/PMK.04/2009.

16 Januari 2009 : Pemerintah mengeluarkan PP no 02 tahun 2009 tentang perlakuan kepabeanan, perpajakan dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas

17 Mei 2008 : Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Boediono menyerahkan tiga Keppres dan satu Peraturan Presiden (Perpres) ke Gubernur Kepri Ismeth Abdullah. Keputusan Presiden (Keppres) dimaksud adalah tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (DK FTZ) Batam, Bintan, dan Karimun.

10 Oktober 2007 : Rapat Paripurna DPR menerima Perppu Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) menjadi undang undang.

Sumber : Pemprov Kepri


Pemerintah akhirnya mengeluarkan peraturan baru tentang perlakuan kepabeanan, perpajakan dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas melalui PP nomor 10 tahun 2012 pengganti PP nomor 02 tahun 2009 yang sebelumnya menuai protes pelaku bisnis di kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun karena dinilai banyak pasal yang memberatkan. Meski dianggap lebih pro investasi, namun beberapa pengusaha di BBK menilai peraturan baru tersebut belum memenuhi keinginan mereka.

Setelah menunggu hampir tiga tahun akhirnya pelaku industri di kawasan FTZ BBK (Batam, Bintan dan Karimun) mestinya bisa bernapas lega setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2012 pada tanggal 9 Januari sebagai pengganti PP nomor 02 tahun 2009 tentang perlakuan kepabeanan, perpajakan dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. PP tersebut akan berlaku efektif 60 hari setelah ditandatangani, namun baru satu hari dilakukan sosialisasi sudah menimbulkan pro kontra, bahkan ada beberapa pengusaha yang berniat melakukan judicial review atas PP tersebut karena dianggap tidak sesuai dengan semangat UU FTZ.

Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Kepri HM. Sani merasa kecewa melihat tingkah para pengusaha yang belum puas dengan aturan baru tersebut. Pasalnya, sebelum aturan itu ditandangani Presiden, pemerintah telah memberi waktu kepada pengusaha untuk menyampaikan masukan namun pada saat itu para pangusaha adem ayem saja. Namun ketika disahkan, banyak pengusaha yang berteriak dan protes.

"Kalau memang PP nomor 10 tahun 2012 ini tidak mau diterima, terserah para pengusaha saja. Mau ditolak atau bagaimana caranya terserah. Yang jelas ini sudah ditandatangani, dan akan berlaku 9 Maret mendatang," kata Gubernur Kepri, H.M Sani saat melakukan sosialisasi PP nomor 10 tahun 2012 kepada pengusaha, Rabu (1/2).

Dijelaskan, revisi Peraturan Pemerintah tersebut dilakukan melalui proses yang cukup panjang dan membutuhkan waktu hampir tiga tahun untuk memperjuangkannya. PP nomor 10 tahun 2012 memang tidak akan sempurna oleh karenanya seiring dengan perkembangan zaman pasti akan mengalami perubahan.

“Kita sudah dikasih sejengkal inginnya lebih, karena selalu kurang. Mestinya yang ada saat ini harus disyukuri,” kata Sani. Padahal hasil dari revisi aturan tersebut sudah menjawab keinginan pengusaha yakni penghapusan masterlist, selain itu dalam PP yang baru juga banyak kemudahan yang diberikan pemerintah pada pengusaha.

Misalnya dalam pasal 7 di PP nomor 02 tahun 2009 disebutkan “Terhadap barang yang dimasukan dari luar daerah pabean ke kawasan bebas dilakukan pemeriksaaan barang (ayat 1) kemudian, pemeriksaan pabean sebagaimana ayat 1 meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik barang”.

Sedangkan dalam PP nomor 10 tahun 2012 yang telah direvisi di pasal 6 menyebutkan
“Terhadap barang yang dimasukkan ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Ekonomi Khusus, dilakukan penelitian dokumen”.

Pasal 6 PP nomor 10 tahun 2012 tersebut sangat jelas memberi kemudahan bagi pengusaha untuk memasukan barang ke kawasan FTZ BBK, karena setiap barang yang masuk ke pelabuhan hanya di cek dokumennya saja, sedangkan kondisi fisik barang tidak diteliti. Dengan demikian, pengusaha bisa lebih cepat melakukan aktivitas bongkar muat di pelabuhan, tanpa takut dilakukan pengecekan secara fisik terhadap kontainernya.

Kondisi yang sama juga berlaku untuk setiap barang yang akan di ekspor atau keluar kawasan pelabuhan FTZ ke kawasan pabean lainnya. Seluruh barang yang akan dikeluarkan hanya di cek dokumennya saja sedangkan fisiknya tidak akan diteliti.

Pengusaha di kawasan FTZ BBK juga masih mendapat kemudahan lain seperti tertulis di Pasal 10 PP no 10 tahun 2012, disebutkan “Barang yang diangkut sarana pengangkut wajib dibongkar di Kawasan Pabean atau dapat dibongkar di tempat lain setelah mendapat izin Kepala Kantor Pabean. Izin pembongkaran di tempat lain oleh Kepala Kantor Pabean diberikan setelah mendapatkan rekomendasi dari Badan Pengusahaan Kawasan”.

Di aturan sebelumnya yakni PP no 02 tahun 2009, seluruh barang yang masuk hanya wajib di bongkar di pelabuhan dan bandara resmi yang telah ditunjuk pemerintah. Jika barang dibongkar di luar pelabuhan resmi maka dianggap penyelundupan dan akan dikenai sangsi.

Ketua Dewan Penasihat Apindo Kepri yang juga CEO PT Satnusat Persada Tbk, Abidin mengajak pengusaha untuk menerima dan menjalankan PP no 10 tahun 2012 tersebut terlebih dahulu, kemudian jika dikemudian hari ditemukan kendala atau hambatan bisa dimintakan perbaikan.

“Kalau kita menolak lagi, nanti orang pusat bisa marah dan kita disuruh nunggu lagi bertahun tahun dan pada akhirnya kita juga sebagai pengusaha di BBK yang susah,” kata Abidin.

Bagi pengusaha di BBK yang orientasi industrinya untuk kegiatan ekspor sebenarnya PP no 10 tahun 2012 sudah cukup menghilangkan hambatan ekspornya sebab tidak diperlukan lagi masterlist dan pengecekan fisik barang, sehingga barang yang akan di ekspor dan bahan baku yang di impor bisa lebih cepat di kirim atau di datangkan karena proses di pelabuhan nantinya bisa lebih cepat.

Tapi bagi para pedagang mungkin PP no 10 tahun 2012 itu tidak menguntungkan karena tidak ada perubahan dari aturan sebelumnya. Dalam aturan yang baru masih disebutkan bahwa “Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan”.

Pemerintah juga masih membatasi barang konsumsi yang boleh masuk ke kawasan FTZ BBK. Misalnya, untuk produk telur, ikan lele, sayur mayur, daging dan ayam tidak boleh impor tetapi harus didatangkan dari daerah lain di Indonesia. Harapannya, fasilitas khusus dan mewah yang diberikan kawasan BBK bisa memberi dampak positif terhadap pertumbuhan daerah lain di Indonesia yang tidak mendapat fasilitas tersebut.

Ironisnya, sejumlah pejabat dan pengusaha di kawasan BBK ingin mengambil jalan pintas dan untung besar dengan cara meminta kebebasan impor untuk barang konsumsi.

Direktur Eksekutif Kadin Kepri, Rahman Usman berpendapat kawasan BBK bukanlah daerah pertanian dan seluruh barang konsumsi seperti produk pertanian selalu di datangkan dari luar negeri dan daerah lain di Indonesia. Oleh karenanya, pemerintah mestinya memberi ijin impor barang konsumsi seperti telur. Ironisnya, menurut data Asosiasi Unggas Indonesia, produksi telur di Indonesia berlimpah sehingga tidak perlu impor.

Yang lebih mengenaskan, Walikota Batam, Ahmad Dahlan tidak mengindahkan himbauan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo beberapa waktu lalu yang sudah melarang impor ikan lele di Batam.

Menurutnya, Batam sejak awal tidak dirancang untuk pengembangan kawasan pertanian sehingga pada waktu lalu Menteri memberikan ijin impor dan hingga saat ini ijin tersebut belum dicabut, jadi impor tetap dilakukan, meskipun sudah ada larangan dari Menteri yang baru tentang larangan impor tersebut.

"Selama ijin impor yang dikeluarkan Fadel Muhammad ketika jadi Menteri Kelautan dan Perikanan belum dicabut, maka impor lele untuk Batam akan tetap dilakukan," kata Ahmad Dahlan.

Selain ikan lele, Ahmad Dahlan juga minta pemerintah memberi kebebasan bagi Batam untuk impor sayur mayur. Menurutnya, peraturan baru Menteri Pertanian yakni Permentan 89-90/2011 kendati dibuat untuk melindungi petani di daerah, namun peraturan itu tidak sejalan dengan pengembangan Batam karena Batam bukan daerah pengembangan pertanian.

“Pertimbangan utama yaitu posisi Batam sebagai kawasan Free Trade Zone. Sehingga seharusnya dibebaskan impor barang,” katanya. (gus).

Jaksa di Batam Lakukan Pemerasan

BATAM – Beberapa oknum Jaksa di Batam tertangkap tangan memeras Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam dan Pengusaha yang mengerjakan proyek batu miring pemecah ombak senilai 200 juta rupiah.

Ali Akbar, Konsultan proyek batu miring pemecah ombak di Batam mengatakan, dia dihubungi sejumlah jaksa dan salah satunya Jaksa Jufrizal meminta uang 200 juta rupiah ke kantor Kejaksaan Kota Batam agar proyek yang sudah dikerjakanya tidak di usut.

“Proyek yang kami kerjakan itu nilainya 900 juta rupiah sudah selesai dan sudah diserahterimakan kepada Pemko Batam. Selama ini tidak ada masalah dengan proyek itu sehingga sewaktu Jaksa Jufrizal meminta uang untuk menutup kasus itu menjadi tanda Tanya besar bagi saya,” katanya, Kamis (2/2).

Karena terus di desak untuk menyerahkan uang sebesar 200 juta rupiah, Ali Akbar bersama rekanya di Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam, Suratno yang menangani proyek itu akhirnya pada malam pukul 21.00 wib tanggal 1 Februari bersedia menyerahkan uang tersebut di depan Hotel Haris Batam centre. Namun, sebelumnya Ali Akbar sudah menghubungi polisi dan anggota FPI untuk dilakukan penggerebekan.

Selanjutnya, ketika uang diserahkan kepada Jaksa Jufrizal, Polisi dan Anggota FPI segera menangkap Jufrizal dan rekannya, namun Jufrizal melarikan diri dan diteriaki maling sehingga massa yang berada di lokasi melakukan pemukulan terhadap oknum Jaksa tersebut.

Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam, Abdul Faried membenarkan kasus penangkapan yang dialami Jaksa Jufrizal. Namun, dia membantah jika oknum pejabat Kejaksaan Batam ikut terlibat dalam kasus tersebut.

“Jufrizal memang benar Jaksa di Batam dan pemerasan yang dilakukannya tidak ada kordinasi dari kantor Kejaksaan sehingga saya menduga itu inisiatif pribadi,” katanya.

Ketua Komisi Kejaksaan (komjak), Halius Hosein mengatakan, pada awal tahun ini sudah ada beberapa laporan tentang tindakan oknum jaksa nakal yang melakukan pemerasan. Selain pemerasan, banyak juga jaksa nakal yang melakukan perbuatan tercela dengan tawar menawar pasal yang dikenakan terdakwa hingga mengancam menjerat sebagai tersangka jika tidak menyerahkan sejumlah uang.

“Sayangnya, banyak kasus jaksa nakal yang tidak diteruskan ke ranah pidana, paling hanya tindakan disiplin atau pencopotan jabatan structural,” katanya.

Contohnya, kasus pemerasan yang dilakukan Kepala Kajari Takalar, Rakhmat Harianto terhadap Rommy Hartono yang terjadi beberapa waktu lalu. Dalam kasus itu, Rakhmat Harianto sangat jelas memeras Rommy sebesar 500 juta rupiah, padahal Rommy statusnya sebagai saksi dalam kasus pengadaan bus air dan kapal penyeberangan di Dinas Perhubungan Kabupaten Takalar. Permintaan uang oleh jaksa tersebut direkam oleh Rommy sehingga sudah sangat kuat bukti pemerasannya.

“Rekaman pemerasanya ada yang bisa dijadikan bukti kuat, tapi anehnya Rakhmat Harianto seorang pejabat negara yang mustinya memberi contoh baik tidak diambil tindakan pidana,” katanya.

Alasan penyidik pada saat itu adalah alat bukti yang tidak cukup, kata Halius padahal bukti rekaman dan transkip pembicaraan serta pengakuan saksi sudah sangat jelas telah terjadi tindakan pemerasan. (gus).

Kepri Kehilangan Rp3 Triliun Akibat Illegal Fishing

TANJUNG PINANG – Maraknya pencurian ikan oleh nelayan asing menyebabkan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) kehilangan potensi pendapatan sekitar tiga triliun rupiah setiap tahunnya. Untuk itu, pengamanan dan patroli di laut harus ditingkatkan.

Mantan Menteri Kelautan yang saat ini menjadi Staf Ahli Gubernur Kepri Bidang Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Rokhmin Dahuri mengatakan, potensi perikanan di Kepri cukup besar ditunjang luasnya wilayah perairan yang dimiliki daerah ini. Sayangnya, potensi tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga sektor perikanan belum berkontribusi besar pada pendapatan daerah.

“Sektor perikanan merupakan peluang bisnis masa depan Kepri dan harus dioptimalkan dari sekarang. Jangan sampai potensi yang besar itu justru dimanfaatkan Negara lain dengan melakukan pencurian ikan,” katanya, Rabu (1/2)

Padahal, jika pemerintah daerah serius mengelola sektor perikanan menjadi industri maka kontribusinya akan sangat besar terhadap pendapatan daerah. Selama ini, potensi perikanan Kepri justru banyak dimanfaatkan oleh nelayan asing dengan menangkap ikan secara legal maupun illegal. Aksi nelayan asing seperti dari Vietnam, Thailand, China dan negara lainnya justru banyak dilakukan secara illegal dengan mencuri ikan di perairan Kepri dan aktivitas yang dilakukan sejak lama tersebut berpotensi merugikan negara sekitar 3 triliun rupiah setiap tahunnya.

"Ilegal fishing menyebabkan kerugian yang besar bagi negara dan diperkirakan Kepri kehilangan pendapatan daerah sekitar 10 persen dari total 30 triliun rupiah secara nasional," katanya.

Untuk mengatasi agar ilegal fishing tidak terus berlanjut, kata Rokhmin, ada empat langkah yang sudah dipersiapkan pemerintah pusat. Pertama, pemerintah akan meningkatkan intensitas pengamanan laut melalui partoli kapal pengawas di daerah-daerah yang ditenggarai sering terjadi pencurian ikan. Pemerintah setiap tahun akan mengupayakan adanya tambahan kapal bagi provinsi yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga.

Kedua, harus ada pendekatan kesejahteraan masyarakat nelayan melalui pemberian bantuan. Sehingga dalam rentang waktu 2011 hingga 2014 mendatang, ada 416 kapal yang akan diperuntukkan bagi nelayan. Terutana nelayan yang ada di daerah perbatasan seperti Kabupaten Natuna dan Anambas

"Dengan bantuan kapal yang jumlah semakin banyak, diharapkan nelayan mampu menjadi mitra yang baik bagi pemerintah dan senantiasa memberikan informasi jika ada aksi pencurian ikan," katanya..

Langkah ketiga adalah, setiap kapal diwajibkan untuk melakukan penyempurnaan perijinan, sehingga dapat terdeteksi secara dini kapal-kapal milik negara tetangga dan setiap kapal nelayan berbendera asing diwajibkan menggunakan sedikit 75 persen Anak Buah Kapal (ABK) lokal, dengan demikian perusahaan asing tersebut tidak bisa sewenang-wenang melakukan penangkapan ikan di perairan Indonesia dan Kepri secara khususnya.
Keempat, perlu adanya hakim khusus untuk pengadilan kelautan agar setiap perkara kriminal di laut dapat diproses secara cepat dan dapat benar-benar menerapkan kajian kelautan dalam setiap putusan yang diberlakukan.

Selain itu, untuk menekan aksi pencurian ikan maka perlu melibatkan masyarakat lokal dan menjadikan masyarakat nelayan sebagai tuan rumah di daerah sendiri. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara memberdayakan masyarakat nelayan melalui pemberian bantuan dan pendampingan.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri, Amir Faizal mengatakan, Provinsi Kepri telah menganggarkan 57 miliar rupiah pada tahun ini untuk peningkatn pengamanan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Dana tersebut akan diperuntukkan untuk pelaksanaan budidaya perikanan terutama untuk daerah Natuna, Anambas dan Lingga (NAL).

Pemerintah daerah juga akan membeli 8 unit kapal dengan bobot 30 GT untuk meningkatkan pengamanan di laut. Kemudian akan dibangun jarring keramba apung di empat daerah yakni 50 keramba untuk Bintan, 40 keramba untuk Natuna, 10 keramba untuk Lingga dan 10 keramba di Karimun.

Menurut Amir, Pemprov Kepri akan focus untuk pembangunan industri kelautan untuk itu, pada tahun ini juga sudah diterapkan teknologi komputerisasi guna mengembangkan perencanaan sistem pembangunan kelautan dan perikanan.

"Kepri merupakan provinsi pertama di Indonesia yang memiliki sistem kelautan dan perikanan dengan menggunakan sistem komputerisasi paling lengkap," katanya.

Dengan sistem komputerisasi, Kepri dapat merencanakan sistem pembangunan kelautan secara lengkap dan berkesinambungan.(gus).

Harga Properti di Batam Melonjak

BATAM – Harga properti di Batam diprediksi naik hingga 15 persen pada tahun 2012 ini seiring meningkatnya biaya produksi sebagai dampak dari melonjaknya harga material dan ongkos pekerja.

Ketua DPD REI (Real Estate Indonesia) Khusus Batam Djaja Roeslim mengatakan, kenaikan harga properti khususnya perumahan di Batam tidak bisa dihindari seiring meningkatnya biaya produksi yang ditandai dengan kenaikan harga sejumlah material seperti pasir, batu bata, besi dan baja serta keinaikan ongkos pekerja. Selain itu, dampak pembatasan BBM bersubsidi juga akan meningkatkan harga properti karena akan menggerakan harga material.

“Peningkatan harga properti tahun ini akan menghambat pemenuhan target pembangunan perumahan 15.000 unit karena kemampuan masyarakat untuk membeli menurun,” katanya, Selasa (31/1).

Ditambahkan, pemerintah daerah harus melakukan intervensi untuk menstabilkan harga perumahan sebab hampir tiap tahun harganya meningkat. Langkah yang bisa dilakukan pemerintah daerah dengan mengontrol harga material, sebab setiap tahun harga material meningkat 5-10 persen dan tahun ini diprediksi lebih tinggi lagi yakni 20-25 persen. Contohnya harga besi sudah mencapai 1.100 dollar Singapura per ton padahal sebelumnya kurang dari 1000 dollar singapura per ton. Harga pasir 300 ribu rupiah per kubik, kemudian biaya transportasi, harga baja ringan, atap, cat, semen dan lainnya juga mengalami kenaikan rata rata 15 persen.

Menurut Djaja, peningkatan harga perumahan yang cukup tinggi pada tahun ini akan mengurangi penjualan sebab masyarakat akan menunda untuk membeli rumah. Oleh karenanya, pengusaha atau pengembang akan menunda sejumlah proyek sehingga target pemenuhan 15 ribu unit perumahan tahun ini akan sulit dicapai.

Selain terkendala dengan tingginya harga jual, pembangunan properti di Batam juga masih terkendala dengan status lahan karena masih banyak lahan yang sudah dialokasikan pemerintah ternyata berstatus hutan lindung. Persoalan lainnya adalah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang hingga kini belum jalan, dan pemberlakuan UU no 1 tahun 2011 yang mewajibkan pengembang membangun rumah minimal tipe 36. Padahal, masih banyak masyarakat yang membutuhkan rumah dengan tipe dibawah 36 karena harganya lebih murah dan sesuai dengan pendapatannya.

"Permasalahan hutan lindung sudah sejak lama kita sampaikan ke pemerintah namun hingga saat ini belum ada solusi,” kata Djaja.

Sementara itu, Wakil Ketua Kadin Kepri Bidang Properti Mulia Pamadi mengatakan, persoalan properti di Batam cukup komplek yang diawali dari tidak adanya kepastian hokum yang menyebabkan pembeli dan pengusaha ragu untuk berinvestasi.

"Permasalahan utama pembangunan properti di Batam adalah kepastian hukum. Pemerintah daerah harus memperhatikan ini,” katanya.

Itu cukup beralasan sebab kontribusi sector property terhadap pendapatan daerah cukup tinggi yakni 300 miliar rupiah setiap tahunnya yang diperoleh dari pengurusan BPHTB. Oleh karenanya, jika pertumbuhan properti negatif maka pendapatan pemerintah dari sektor bisnis ini akan berkurang. (gus).

Pelabuhan Ilegal di Kepri Harus Ditertibkan

BATAM – Pemerintah harus menertibkan pelabuhan illegal atau pelabuhan tikus di Provinsi Kepulauan Riau yang mencapai ratusan untuk mengurangi kerugian negara akibat bisnis illegal yang ditimbulkan dari keberadaan pelabuhan tersebut.

Anggota DPR RI dari Provinsi Kepri, Harry Azhar Azis mengatakan, keberadaan pelabuhan illegal atau yang dikenal dengan pelabuhan tikus di Provinsi Kepri sudah sangat menguatirkan karena jumlahnya yang besar atau sekitar 100 pelabuhan. Pasalnya, pelabuhan tersebut sering digunakan untuk memasukan sejumlah barang dari luar negeri terutama Singapura yang dilarang masuk ke wilayah Indonesia seperti pakaian dan barang elektronik bekas. Selain itu, pelabuhan tikus juga sering dijadikan tempat keluar masuk TKI (Tenaga Kerja Indonesia) illegal.

“Pemerintah harus bertindak tegas menertibkan pelabuhan illegal di Kepri yang sudah sangat mengutirkan karena menganggu perekonomian warga,” katanya, Senin (30/1).

Seperti yang terjadi di Batam, puluhan pelabuhan tikus dijadikan digunakan sebagai jalur penyelundupan pemulangan dan keberangkatan ratusan tenaga kerja Indonesia (TKI) secara ilegal.

Ironisnya, meskipun sudah puluhan tahun beroperasi, keberadaan pelabuhan itu tidak tersentuh oleh hukum. Disinyalir jalur itu tetap beroperasi karena adanya jaminan keamanan yang dilakukan oknum pejabat tertentu. Sejumlah pelabuhan tikus di Batam yang sering dijadikan tempat kedatangan dan keberangkatan TKI illegal diantaranya Pelabuhan di Tanjung Sengkuang, Teluk Mata Ikan, Teluk Mergong, Tanjung Memban, Batu Merah, Dapur 12 dan pelabuhan tikus Patam Lestari, Sekupang.

Sementara itu, di Kota Tanjung Pinang diduga terdapat lebih dari 10 pelabuhan tikus yang beroperasi secara terbuka. Walikota Tanjungpinang Suryatati A Manan telah meminta intansi terkait yakni Dinas Perhubungan untuk melakukan penertiban pelabuhan tersebut, sayangnya hingga saat ini masih beroperasi.

Menurut Harry Azhar Azis, banyaknya pelabuhan tikus di Provinsi Kepri disebabkan wilayah kepri yang merupakan kepulauan yang terdiri dari ratusan pulau menyebabkan banyaknya pintu masuk ke wilayah tersebut. Kondisi itu dimanfaatkan sejumlah orang untuk mencari keuntungan dengan melakukan aktivitas illegal seperti penyelundupan dan perdagangan manusia.

Penyelundupan yang sering dilakukan adalah memasukan barang yang dilarang seperti pakaian bekas dan barang elektronik bekas yang banyak tersebar di Singapura lalu dibawa ke Batam untuk diperdagangkan. Ironisnya, meski perdagangan barang bekas dilarang namun sejumlah toko dan masyarakat menjual barang tersebut dengan bebas di pasar rakyat. (gus).

Sebanyak 544 Penderita Aids Meninggal di Kepri

BATAM – Jumlah kasus HIV atau Human Immunodeficiency Virus di Kepri sejak ditemukan tahun 1992 hingga 2011 mencapai 3.550 kasus dan yang positif Aids (Acquired Immunodeficiency Syndrome) sebanyak 1.749 orang. Dari jumlah itu 544 orang dinyatakan meninggal dunia.

Wakil Gubernur Kepri yang juga Ketua Harian Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Provinsi Kepri Soerya Respationo mengatakan, kasus HIV/Aids di Kepri sudah sangat menguatirkan karena jumlahnya terus meningkat setiap tahun, bahkan korban meninggal dunia semakin banyak dan tercatat 544 orang sudah meninggal akibat penyakit tersebut sejak 1992 hingga 2011.

Pada tahun 2011 saja, kasus HIV/Aids di Kepri tercatat sebanyak 702 kasus dan dari jumlah itu 66 orang meninggal dunia. Sementara itu, jika dihitung sejak kasus ini ditemukan yakni tahun 1992 jumlah kasus HIV sudah mencapai 3.550 kasus sedangkan yang terkena Aids sebanyak 1.749 kasus.

“Tingginya kasus kasus HIV/Aids di Provinsi Kepri, perlu mendapat perhatian dan penanganan yang sangat serius dari pemerintah dan lembaga terkait lain, terlebih masalah ini sudah sangat dekat dengan populasi umum, yakni satu persen dari masyarakat berisiko rendah atau umum,” katanya akhir pekan lalu.

Ditambahkan, dari total penderita HIV/Aids di Provinsi Kepri, kasus paling banyak ditemukan di Kota Batam yakni mencapai 2.200 kasus. Hal itu disebabkan maraknya bisnis prostitusi dan tingginya kasus Narkoba yang merupakan kelompok rentan terhadap penyakit tersebut.

Menurut Soerya, penyebaran HIV/Aids di Kepri juga banyak menimpa kelompok usia produktif
25-29 tahun dengan persentase mencapai 56 persen. Selain itu, saat ini juga sudah ada anak-anak dan ibu-ibu yang terkena penyakit mamatikan tersebut yang ditularkan oleh kelompok rentan dari keluarganya.

Oleh karena itu, kerjasama antar instansi dalam bentuk penandatanganan komitmen bersama seluruh SKPD dan instansi vertikal yang ada di Kepri ini sangat diperlukan untuk mengurangi penyebaran penyakit tersebut.

Menurut Soerya, pemerintah harus punya stategi baru untuk mengurangi penyebaran virus HIV meskipun sudah ada peraturan daerah yakni Peraturan Daerah (Perda) nomor 15/2007 tentang Penanggulangan Bahaya HIV/Aids, namun pemerintah dan lembaga terkait tetap harus terus bekerja keras. (gus).

SMK di Kepri Produksi Netbook

TANJUNG PINANG – Pelajar SMK Negeri 1 Kota Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau berhasil merakit Netbook, PC komputer dan infokus. Produk yang dihasilkan siswa itu sudah dipasarkan ke seluruh Sekolah di Tanjung Pinang dan masyarakat umum.

Kepala SMK Negeri 1 Tanjung Pinang, Asmaniar mengatakan, sebelum heboh SMK di Solo yang memproduksi Mobil, pelajar di SMK Negeri 1 Tanjung Pinang sejak 2010 sudah berhasil merakit Netbook, infokus dan PC Komputer. Produk tersebut bahkan sudah dipasarkan ke sejumlah sekolah di Kepri khususnya Tanjung Pinang.

”Pada tahun 2011, siswa kami berhasil mengerjakan 103 unit netbook, 46 PC komputer dan 14 LCD infocus, semuanya dipasarkan ke sekolah-sekolah di Kepri,” katanya, Sabtu (28/1).

Keberhasilan siswa SMK Negeri 1 Tanjung Pinang memproduksi produk elektronik tersebut tidak terlepas dari binaan pemerintah, sebab SMKN 1 menjadi bermitra dengan Direktorat Pembinaan SMK, untuk perakitan netbook di Kepri.

”Selain produk elektronik, siswa kami juga sudah dapat membuat program pembelajaran menggunakan komputer. Dimana, guru tak perlu lagi berada di kelas namun tetap bisa menjelaskan pelajaran,” katanya.

Untuk memproduksi barang elektronik tersebut, para siswa menggunakan kantin sekolah dan ruang aula. Produk yang dihasilkan nantinya akan dijual ke masyarakat umum, untuk itu
pihak sekolah akan membangun usaha minimarket yang akan menjadi shoping centre produk yang dihasilkan para pelajar.

Selain SMK Negeri 1 Tanjung Pinang, SMK Negeri di Batam juga berhasil memproduksi Netbook, produk yang dihasilkan para siswa SMK Negeri di Batam itu juga telah dipasarkan ke sejumlah sekolah di Batam dan masyarakat umum.

Sementara itu, siswa SMKN 1 jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) kota Batam juga unjuk kebolehan dengan merakit 161 unit laptop dan 64 LCD proyektor yang berkualitas dan layak jual.

Kepala Sekolah SMKN 1 Batam, Deden Suranda mengatakan, laptop dan LCD proyektor tersebut merupakan rakitan siswa kelas I-II dan III jurusan TKJ. Kini, laptop dan proyektor itu sudah tersebar ke seluruh SMK yang ada di Provinsi Kepri terutama Batam. Penyebaran itu setelah masing-masing kepala sekolah SMK se-Kepri datang menjemput langsung produk rakitan karya siswa SMKN 1 Batam, pada akhir Desember 2011 lalu.

"Ini merupakan hasil perakitan tahap II. Hasilnya, LCD proyektor dibagikan untuk seluruh SMK di Kepri dan semua guru di sekolah ini menggunakan laptop rakitan para siswa,” katanya.

Keberhasilan para siswa di Batam tidak terlepas dari bantuan pemerintah terutama Direktorat Pendidikan Pusat. Dengan bantuan yang diberikan para siswa SMK-SMK yang ada di Kepri khususnya Batam sudah memiliki LCD proyektor. Di SMKN 1 Batuaji saja, hampir semua ruang belajar dan workshop menggunakan LCD proyektor.

Penggunaan LCD Proyektor dan laptop dalam kegiatan belajar mengajar sangat mendukung dunia pendidikan terutama SMK teknologi seperti SMKN 1 Batuaji. Siswanya pun kini melek dengan alat terbaru dan sudah bisa mengoperasikan serta merakitnya. (gus).
1 File telah Dilampirkan| 31KB

Kementrian Perhubungan Bangun Kereta Api di Batam


BATAM – Badan Pengusahaan Batam atau Otorita Batam bersepakat dengan Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementrian Perhubungan membangun transportasi masal berupa kereta api di Kota Batam guna mengantisipasi kemacetan dalam jangka panjang. Proyek yang ditaksir menghabiskan dana lebih dari 2,4 triliun tersebut diharapkan mulai dikerjakan tahun 2014 dan dioperasikan 2017.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementrian Perhubungan, Tundjung Inderawan mengatakan, pembangunan transportasi masal berupa kereta api di Kota Batam didasari atas pertimbangan bahwa kota ini merupakan kawasan perdagangan bebas atau free trade zone yang juga merupakan pulau terluar dan sebagai pintu gerbang Indonesia dari negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

“Pemerintah mungkin tidak akan mengeluarkan dana untuk proyek ini, sebab BP Batam nantinya akan mengundang investor lokal dan asing untuk menggarap proyek tersebut dan investor itu selanjutnya menjadi operator yang menjalani bisnis perkeretaapian di Batam,” katanya kepada Koran Jakarta di Batam, Jumat (27/1).

Sebagai kawasan industry dan perdagangan, aktivitas ekonomi di Batam mengakibatkan semakin tingginya pergerakan orang dan barang. Kondisi itu dapat diakomodir dengan moda transportasi kereta api sebagai angkutan umum yang dapat diandalkan dalam menunjang mobilitas angkutan penumpang maupun barang.

“Penyelenggaraan perkeretaapian di Batam diharapkan menjadi solusi strategis transportasi untuk mengembangkan sector industry, perdagangan dan pariwisata yang terletak di pulau terluar,” katanya.

Untuk mendukung terwujudnya perkeretaapian di batam maka pemerintah melalui Departemen Perhubungan telah melakukan upaya melalui penyusunan master plan pada tahun 2009 yang ditindaklanjuti dengan feasibility study di tahun 2010 dan pada tahun 2012 ini telah di selesaikan basic design untuk menetapkan trase.

Prioritas pertama yang akan dibangun adalah jalur kereta api yang menghubungkan Bandara Hang Nadim-Batu Ampar sepanjang 19,6 kilo meter, lalu Batam centre-Tanjung Uncang sepanjang 17,7 kilo meter. Untuk itu, biaya atau investasinya ditaksir lebih dari 2,4 triliun rupiah.
Menurut Tundjung, pembangunan jalur kereta api pada lintasan tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa kedua lintasan itu merupakan jalur padat yang menghubungkan pusat pusat ekonomi dengan bandara Hang Nadim sebagai pintu masuk ke daerah lain.

Guna mempercepat realisasi pembangunan proyek tersebut, telah ditandangai MoU atau kesepakatan antara Kementrian Perhubungan dan BP Batam Jumat (27/1). Setelah proses penandatangan selanjutnya yang akan ditindaklanjuti adalan pembentukan task force atau gugus tugas dalam rangka persiapan penyelenggaraan perekeretaapian di Batam termasuk menyiapkan kelembagaan dan sumber daya manusia yang akan mengoperasikanya.
Ruang lingkup kerjasama antara Kementrian perhubungan dan BP Batam meliputi kegiatan penyusunan persiapan, perencanaan, pembangunan, pengoperasian, perawatan dan pengusahaan perkeretapian di batam.

Kepala BP Batam, Mustafa Widjaya menambahkan, setelah ditandatanganinya kesepakatan antara kementrian perhubungan dan BP Batam untuk menyelenggarakan perkeretapian di batam maka BP Batam menjadi lebih mudah untuk mengundang investor guna berpartisipasi dalam proyek itu.

“BP Batam selanjutnya akan melakukan road show guna mengajak investor agar mau menanamkan modalnya membangun keretapi di Batam,” katanya.

Terkait dengan model kereta api yang akan dibangun, Mustafa mengatakan nantinya akan sangat tergantung dari keinginan investor. Bentuknya bisa Monorail, MRT atau kereta api biasa, namun yang pasti diharapkan lebih bagus atau setidaknya sama dengan kereta api yang ada di Singapura.

Menurut Mustafa, proyek kereta api di Batam diperkirakan menjadi bisnis yang sangat menguntungkan karena pertumbuhan penduduk dan arus barang di Batam setiap tahunya sangat tinggi, sehingga dibutuhkan system transportasi yang bisa mengakomodir peningkatan tersebut. Oleh karenanya, akan banyak investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di bisnis itu, namun BP Batam akan memilih investor yang benar benar serius dan punya pengalaman cukup membangun transportasi masal berupa kereta api. (gus).

Kewenangan BP Batam dan Pemko Batam Masih Dipertanyakan

BATAM – Pemerintah pusat diminta memperjelas pembagian wewenang antara Badan Pengusahaan Batam (Otorita Batam) dan Pemerintah Kota Batam, sebab praktiknya selama ini dinilai tidak jelas. Kondisi itu menimbulkan ketidakpastian hukum dan birokrasi yang dikuatirkan berdampak buruk pada iklim investasi.

Pengajar Universitas Internasional Batam yang juga pengamat ekonomi, Lagat Siadari mengatakan, saat ini tumbuh persepsi ditengah masyarakat dan pengusaha Batam bahwa ada dualisme kepemimpinan, satu dipegang oleh Walikota Batam atau Pemerintah Kota Batam dan satu lagi Ketua Badan Pengusahaan Batam yang dulu bernama Otorita Batam. Kedua lembaga itu, dalam mengimplementasikan kebijakannya sering tidak sejalan sehingga menimbulkan kebingunan bagi masyarakat dan pengusaha.

"Saya khawatir tidak ada presepsi yang sama di dua instansi ini (Pemko dan BP Batam) terkait investasi di daerah ini," katanya, Kamis (26/1).

Contohnya, kebijakan soal pemeliharaan dan pembangunan jalan protokol. Pejabat BP Batam menyebut kebijakan tersebut sudah dialihkan pemerintah pusat ke Pemerintah Kota Batam sehingga BP Batam tidak lagi bertanggung jawab untuk melakukannya terlebih sudah tidak ada lagi anggaran yang dikucurkan Pemerintah pusat untuk membangun dan memelihara jalan. Sementara itu, Pejabat Pemko Batam menyebut bahwa tanggung jawab untuk membangun dan memelihara jalan masih dipegang oleh BP Batam. Kemudian soal kenaikan tariff air, BP Batam setuju untuk menaikan tariff air sedangkan Pemko Batam tidak setuju tariff air naik.

Kemudian dari segi perijinan investasi, banyak proses perijinan investasi yang dikelola BP Batam, itu menimbulkan kecemburuan Pemko Batam karena tidak sejalan dengan Undang Undang Otonomi Daerah.

Menurut Lagat Siadari, pemerintah pusat harus segera mengakhiri dualisme kepemimpinan yang ada di Batam dengan mempertegas dan memperjelas wewenang dua lembaga tersebut supaya tak menimbulkan kebingunan, sebab jika kondisi itu terus terjadi dikuatirkan berdampak buruk pada iklim investasi sehingga Batam tidak dapat bersaing dengan daerah tujuan investasi lainnya di dunia.

"Pemerintah harus belajar dari pengalama-pengalaman sebelumnya, kenapa perusahan tutup dan hengkang dari Batam karena tidak ada kepastian hokum dan birokrasi yang rumit," katanya.

Ditambahkan, kepastian hukum di Batam saat ini masih dipertanyakan pengusaha, oleh karenanya pemerintah pusat mesti responsif dan bertindak cepat sebelum banyak perusahaan yang pindah atau relokasi.

Dikabarkan ada tiga perusahaan yang akan relokasi dan tutup di Batam yakni perusahan Jepang, PT FMC yang bergerak di bidang kabel, elektronik di kawasan industri Kabil. Selanjutnya perusahaan Singapura, PT Pro Duo Mandiri, yang bergerak dibidang pembuatan kulit berlokasi di Batuampar dan PT Asia Tech Entity perusahaan asal Singapura

“Tutupnya beberapa perusahaan asing di Batam selain karena faktor internal juga peraturan ataupun birokrasi yang masih tumpang tindih,” katanya. (gus).