Selasa, 27 Maret 2012

Pusat Rehabilitasi TKI dibangun di Kepri

TANJUNG PINANG - Pemerintah berencana membangun Rumah Peristirahatan dan Trauma Center (RPTC) di kota Tanjung pinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) untuk para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) bermasalah.

Gubernur Kepri, H.M Sani mengatakan Pemerintah daerah telah mengalokasikan lahan seluas 2,5 hektare di Tanjung Pinang untuk diserahkan ke Kementrian Sosial. Tanah tersebut nantinya akan dibangun pusat rehabilitasi atau Trauma centre dan rumah peristirahatan bagi TKI yang dipulangkan ke Indonesia dari berbagai negara.

“RPTC akan di bangun di daerah Senggaran Tanjung Pinang dan sertifikatnya sudah kami serahkan ke Menteri Sosial saat berkunjung ke Kepri minggu lalu dan rencananya RTPC mulai dibangun pada April 2012,” katanya, Senin (26/3).

Trauma center, katanya akan digunakan untuk pekerja migran yang bermasalah sewaktu dipulangkan ke Indonesia agar dapat direhabilitasi. Dengan demikian, sewaktu pulang ke kampong halamannya sudah dalam kondisi yang baik dan trauma yang dialami sudah hilang.

Menurut Sani, dibangunnya RPTC di Kepri dikarenakan Kepri telah dijadikan sebagai daerah transit bagi TKI yang terpaksa dipulangkan dari tempat kerjanya dari luar negeri. Setiap bulannya Kepri khususnya Tanjung Pinang menerima ribuan TKI bermasalah dari luar negeri sehingga dibutuhkan rumah peristirahatan dan pusat rehabilitasi karena sebagian dari para TKI yang dipulangkan mengalami trauma misalnya diperkosa atau disiksa majikan.

“Sebelum TKI dipulangkan ke daerah asalnya, mentalnya akan dipulihkan terlebih dahulu dengan fasilitas yang ada di RTPC,” kata Sani.

Di RPTC, para TKI akan mendapatkan konsultasi sosial atau terapi psikologis, selain itu juga akan mendapat perawatan medis. Diluar bantuan medis juga ada bantuan 250 ribu rupiah sebagai uang saku bagi TKI untuk biaya hidup hingga tujuan pemulangan sampai daerah masing-masing.

Berdasarkan data Kementrian Sosial, jumlah TKI yang dideportasi melalui Kepri pada 2011 sebanyak 18.736 orang atau setiap minggu ada 600 orang. Sementara berdasarkan Data Dinsos Pemprov Kepri menyebutkan sepanjang 2009 dan 2010, rata-rata TKI yang dideportasi melalui Batam dan Tanjungpinang berkisar 150 ribu orang. (gus).

RI Berpotensi Kuasai Pasar Decorative Product Dunia

BATAM – Indonesia dinilai punya potensi menjadi produsen utama dunia produk kayu olahan untuk furniture atau Decorative Product seiring melimpahnya bahan baku dan ketersediaan tenaga kerja. Namun, meskipun bahan baku berlimpah pengusaha masih kesulitan mendapat bahan baku dari dalam negeri disebabkan adanya kebijakan soal sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK).

Direktur PT Green Resources Material (GRM), Teo Pea Ngo mengatakan, Indonesia memiliki potensi menjadi produsen utama produk kayu olahan untuk furniture atau decorative product seiring melimpahnya bahan baku. Namun, ketersediaan bahan baku di dalam negeri tidak membuat pengusaha mudah untuk mendapatkannya seiring banyaknya peraturan seperti sertifikasi produk dan lainnya. Oleh karenanya, banyak perusahaan kayu olahan di dalam negeri masih membeli bahan baku dari luar negeri.

“Selama ini kami mengimpor bahan baku padahal di dalam negeri banyak tersedia. Itu disebabkan repotnya mengurus ijin pembelian karena banyak aturan yang harus dipenuhi terlebih dahulu,” katanya kepada Koran Jakarta, akhir pekan lalu.

Padahal, jika pemerintah memberi kelonggaran pada pengusaha untuk mendapatkan bahan baku maka bisa dipastikan Indonesia dapat menguasai pasar produk kayu olahan dunia. Saat ini saja, produk kayu olahan atau Decorative product Indonesia yang dihasilkan PT GRM sudah menguasai pasar di 17 negara Asia dan Australia.

Menurut Teo, beberapa pasar yang sudah dikuasai produk GRM antara lain Asean, Jepang, Korea, Australia dan China. Jumlah omset yang bisa dihasilkan GRM mencapai 12 juta dollar AS per bulan dan dalam dua atau tiga tahun kedepan ditargetkan omsetnya menjadi 50 juta dollar AS per tahun.
Pesaing produk GRM saat ini adalah produksi dari China karena selain kualitas bagus, China juga memiliki sekitar 50 perusahaan yang menghasilkan produk yang sama dihasilkan dengan GRM sedangkan Malaysia memiliki dua perusahaan dan Thailand tiga perusahaan. Indonesia, kata Teo baru memiliki satu perusahaan yang mampu menghasilkan Decorative Product berkualitas internasional yakni GRM yang berlokasi di Batam.

Produk yang dihasilkan GRM, kata Teo mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain karena memiliki standar internasional, misalnya kekuatan produk bisa bertahan hingga 200 tahun dan tidak mengandung toxid serta ramah terhadap lingkungan karena bahan bakunya diperoleh dari sisa produk kayu olahan. Produk GRM juga telah mendapat sertifikat internasional dari sejumlah negara seperti Singapura sehingga menjadi mudah masuk ke pasar global.

Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Pusat, Ambar Tjahjono mengatakan, industry kayu olahan atau furniture dan permebelan di tanah air sebenarnya bisa tumbuh lebih cepat jika pemerintah serius mau mendukung industry tersebut. Yang terjadi saat ini justru pemerintah memberi tekanan pada pengusaha kayu olahan dengan penerapan sertifikat Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang mulai berlaku Maret 2013. Ketentuan itu dinilai memberatkan pengusaha mebel karena diperkirakan akan memicu kenaikan harga bahan baku kayu hingga 25 persen.

Menurutnya, penerapan SVLK kurang tepat mengingat kondisi pengusaha mebel sedang diterpa berbagai persoalan seperti kondisi ekspor yang masih belum membaik akibat krisis global dan beban Nomor Identitas Kepabeanan (NIK) serta regulasi rotan.

Asmindo kuatir jika SVLK yang diterapkan pemerintah ini ternyata belum diakui secara internasional, maka justru hanya merugikan pengusaha dalam negeri, padahal banyak negara masih memberlakukan sertifikat mereka masing-masing.

Namun, jika pemerintah tetap memaksakan akan memberlakukan ketentuan itu, diharapkan proses sertifikasi tidak dipersulit. Karena mayoritas anggota Asmindo adalah pengusaha skala kecil yang di dalamnya terdapat sekitar empat juta tenaga kerja yang terlibat dalam industri furnitur. (gus).

Nyepi, Arus Penumpang ke Singapura Melonjak

BATAM – Jumlah penumpang atau wisatawan di sejumlah pelabuhan ferry internasional di Batam tujuan Singapura pada hari libur Nyepi melonjak hingga lebih 100 persen dari 1.200 penumpang pada hari biasa menjadi lebih dari 3.000 penumpang.

Manager Pelabuhan Batam Ferry Internasional, Silo S mengatakan, arus penumpang di Pelabuhan Ferry International Batam Centre mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari hari-hari biasa, khususnya untuk tujuan Singapura. Berdasarkan data dari Board Management System (BMS) hingga pukul 14.00 WIB, Jumat (23/3) jumlah penumpang yang berangkat untuk mengisi liburan ke Singapura mencapai angka 3.002 penumpang per hari. Jumlah itu naik siginifikan dibanding hari biasa yang hanya 1000 sampai 1.500 penumpang per hari.

"Arus penumpang sangat padat pada pagi hari hingga pukul 14.00 WIB tadi untuk tujuan Singapura," katanya, Jumat (23/3).
Ditambahkan, kebanyakan penumpang memanfaatkan libur Nyepi untuk berlibur ke Singapura dan sengaja berangkat pagi hari serta pulang sore nanti.

Sementara itu, arus penumpang dari Singapura ke Batam tidak mengalami peningkatan sedikitpun. Hal itu disebabkan pada hari yang sama di Singapura bukan hari libur, sehingga kebanyakan warga Singapura masih bekerja.

"Arus pengunjung dari Singapura normal seperti biasa karena di sana bukan hari libur," katanya.

Meski terjadi lonjakan penumpang dari Batam ke Singapura, kata Silo pemilik kapal tidak menambah armada karena jumlah kapal yang tersedia masih cukup melayani penumpang hingga malam hari.

"Ekstra trip tidak ada, beda dengan libur Imlek atau tahun baru dan lebaran dimana lonjakan penumpang mencapai enam kali lipat sehingga pemilik kapal harus menambah armada," katanya. (gus).

Bisnis yang Menyelamatkan Lingkungan



Sosok Teo Pea Ngo cukup unik, selain kecintaanya pada Indonesia, pria asal Singapura ini menjalani bisnis tidak hanya sekedar mengutamakan keuntungan tapi juga peduli pada lingkungan.

Tiga tahun lalu, Teo mendirikan perusahaan yang memproduksi kayu untuk dekorasi atau furniture yang dikenal dengan Decorative Product. Perusahaanya diberi nama Green Resources Material (GRM) yang saat ini sudah tumbuh di banyak negara. Dari omset yang awalnya hanya jutaan dollar AS, kini Teo memiliki omset dari perusahaan itu sekitar 2 juta dollar AS per bulan dan dalam beberata tahun kedepan dia menargetkan bisa menghasilkan 50 juta dollar AS per tahun. Untuk itu, pabrik akan ditambah dan ekspansi usaha dengan membuka agen pemasaran dilakukan di sejumlah negara Asia serta Eropa.

“Jika saya menghasilkan omset 2 juta dollar AS per bulan berarti saya telah menyelamatkan 10 hektare hutan dan jika omset saya menjadi 50 juta dollar AS per tahun berarti saya telah menyelamatkan 1.000 hektare hutan di Indonesia,” katanya kepada Koran Jakarta, Kamis (22/3).

Teo menjelaskan bisnis yang dilakoninya termasuk dalam kategori industri ekogreen yang hasil produksinya ramah terhadap lingkungan sebab kayu yang dihasilkan yang disebut dengan Decorative Product berasal dari limbah olahan kayu. Limbah kayu di impor dari German dan untuk menghasilkan produk kayu yang berkualitas harus ada perekat berupa bahan kimia yang diolah bersama limbah kayu tersebut. Setelah diolah, akan dihasilkan aneka produk kayu untuk dekorasi furniture gedung yang sangat berkualitas tahan selama 200 tahun sehingga lebih baik dibanding penggunaan baja atau beton dan keramik pada rumah atau gedung.

Dengan menjalani bisnis itu, Teo beranggapan sudah ikut berpartisipasi bersama dengan masyarakat global untuk menyelamatkan dunia dari kehancuran lingkungan. Sebab produk yang dihasilkan dari limbah kayu merupakan upayanya untuk ikut melestarikan hutan dan mengajak setiap orang untuk peduli terhadap hutan.

Teo Pea Ngo menjadi satu satunya orang di Indonesia yang melakoni bisnis ini dan di Asia dia termasuk 30 orang yang juga melakoni bisnis ini. Namun, meski baru mulai tiga tahun terakhir, Teo sudah bisa menguasai pasar Asia dan Australia. Teo saat ini sudah memiliki kantor pemasaran di 17 negara Asia dan Australia dan dalam beberapa tahun kedepan akan dibuka kantor di Eropa dan Amerika Serikat.

Sukses menjalani bisnis Decorative Product yang dijalani Teo bukanlah sesuatu yang mudah diraih tapi juga tidak terlalu sulit. Baginya, insting bisnis dari pengusaha dalam menangkap peluang sangatlah penting. Untuk itu, pengusaha harus bisa mendengar, melihat dan merasakan apa saja yang terjadi di sekitarnya, lalu diolah menjadi bahan perenungan untuk memulai suatu usaha.

Teo menyadari tidak banyak pengusaha yang mau menjalani bisnis itu, namun naluri bisnisnya mendesak untuk membuka usaha itu dan akhirnya berhasil. Teo kini sudah memiliki 800 pekerja dan akan ditambah lagi seiring penambahan pabrik.

PT GRM yang memproduksi Decorative Product bukanlah satu-satunya perusahaan yang dimiliki Taipan asal Singapura ini. Pria yang lahir 17 Oktober 1954 itu juga memiliki sejumlah perusahaan di Indonesia dan sejumlah negara. Teo memiliki Kawasan Industri di Batam yakni Latrade Industrial Estate yang didalamnya beroperasi lebih dari 15 perusahaan asing. Dia juga memiliki perusahaan di Singapura, Australia, Latvia, Shanghai, China, Malaysia dan beberapa negara lainnya.

Karir bisnis Teo dimulai pada tahun 1988 ketika dia membuka perusahaan di Singapura, lalu pada tahun 1993 Teo hijrah ke Shanghai dan membuka usaha di kota tersebut. Selanjutnya Teo bermigrasi lagi ke Latvia kota bekas Uni Soviet untuk bekerja di pabrik Nokia dan Volvo kemudian dia ke Moskow bekerja di hotel, KFC serta Mac Donals lalu ke St Petersburg untuk bekerja di pabrik HP Printer.

Pada tahun 1996 dia menjual sejumlah perusahaanya di beberapa negara lalu menuju Kota Batam untuk memulai usaha baru dengan membuka kawasan industri Latrade. Dia mendapat alokasi lahan seluas 52 hektare dari Otorita Batam dan saat ini lahan tersebut terus berkembang dan bisnisnya maju pesat, alhasil keuntungan pun terus diraihnya.

Menurut Teo, hampir separuh hidupnya telah dihabiskan di banyak negara untuk bekerja dan menajalani usaha. Dari banyak negara yang dikunjungi, Teo sangat tertarik dengan Indonesia terutama Batam yang dinilainya punya potensi untuk maju lebih baik ketimbang Singapura atau Shenzhen dan Guangdoa di China.

Penilaian Teo tidaklah berlebihan, karena menurutnya Batam sepertihalnya Singapura berada di posisi strategis di Selat Malaka dan infrastruktur juga sudah cukup memadai. Ironisnya, pertumbuhan industri di Batam dinilai lambat dibanding Vietnam atau Singapura. Kondisi itu disebabkan regulasi yang tidak konsisten dan pengurusan perijinan yang masih cukup lama. Untuk membuat satu perusahaan saja di Batam, kata dia membutuhkan waktu hampir setengah tahun, padahal di Vietnam atau Singapura tidak lebih dari satu bulan. Kemudian biaya pengiriman barang di pelabuhan juga mahal, contohnya saja untuk mengirim barang ke Jakarta 1.200 dollar AS per container sama dengan pengiriman barang ke China padahal jika mengirim barang dari Singapura ke Jakarta hanya 300 dollar AS per container.

Kunci Sukses

Menurut Teo, untuk menjadi sukses tidaklah sulit, yang terpenting mampu menangkap peluang dan mau bekerja dengan hati supaya menjadi tidak egois. Selain itu, sesibuk apapun harus menyediakan waktu khusus untuk menghadap pada sang Pencipta dengan berdoa dan menajalni perintahnya sesuai agama yang dianut.

“Harta dan kedudukan yang saya miliki saat ini hanya titipan dan meskipun saya memiliki perusahaan namun pada hakekatnya saya bekerja pada sang Pencipta untuk saya pertanggung jawabkan nantinya,” kata dia.

Teo juga menganggap dorongan dari keluarga sangat penting bagi kesuksesan seseorang. Untuk itu, dia selalu meluangkan waktu untuk istrinya yang warga negara Indonesia bernama Eni dan anaknya David. Sekali kali, Teo bepergian keluar negeri untuk melepas penat bersama istri dan anaknya sambil mengumpulkan tenaga baru untuk bergumul kembali dengan pekerjaan. (gus).

Kadin Usul Bangun Jembatan Batam-Singapura

BATAM – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Kepulauan Riau mengusulkan agar segera dibangun jembatan dari Batam ke Singapura untuk membuka akses lalu lintas yang lebih luas dan efisien guna mendorong pertumbuhan investasi di Kepri.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Provinsi Kepri, Johanes Kennedy mengatakan, saat ini telah terjadi persaingan yang cukup tinggi antar kawasan FTZ dan kawasan industry di sejumlah negara Asia untuk memperebutkan investor. Kondisi itu harus disikapi secara bijak oleh pemerintah daerah dengan membangun daya saing yang lebih tinggi seperti membangun jembatan Batam-Singapura untuk meningkatkan investasi di Kepri.

“Sulit bagi kawasan FTZ BBK untuk menawarkan investasi jika belum siap dari segi infrastruktur, birokrasi dan regulasi,” katanya, Kamis (22/3).

Kawasan Industri Iskandar di Johor Malaysia saat ini memiliki tiga akses dari Singapura yakni melalui laut, darat dan udara. Kawasan FTZ Malaysia tersebut juga didukung oleh dua perusahaan raksasa, yaitu Tamasek Holding dan Hosanah. Regulator di kawasan FTZ Malaysia juga member insentif yang sangat besar kepada calon investor. Oleh karenanya, kawasan industry Johor menjadi tumbuh lebih cepat dibanding Batam meskipun pada awalnya mereka belajar dari Batam.

Sementara itu, kondisi Batam saat ini kebalikan dari kawasan industry Iskandar Johor. Batam hingga saat ini belum mendapatkan investor besar dipicu berbagai alasan seperti birokrasi, regulasi dan ketersediaan lahan.

Oleh karena itu, pembangunan jembatan Batam- Singapura dinilai menjadi penting untuk menerobos halangan itu, sebab jika akses lalu lintas darat terbuka antara Batam dan Singapura maka akan semakin banyak warga dan investor Singapura yang berkunjung ke Batam.

Menurut Johanes, Singapura memiliki andil cukup besar bagi pertumbuhan investasi di Batam. Pada saat ini saja 75 persen perusahaan yang beroperasi di Batam berasal dari Singapura dan nilai investasi tertinggi juga berasal dari Singapura.

"Kita tidak bisa jadikan Singapura sebagai saingan, tetapi harus digandeng. Saat ini 75 persen investasi di Kepri dari Singapura. Karena itu, kita perlu membuka akses lebih besar di samping mempersiapkan strategi jangka panjang lainnya," kata Johanes.

Sementara itu, Anggota DPR RI Harry Azhar Azis mengatakan kondisi FTZ Batam, Bintan dan Karimun perlu perjuangan lebih lanjut. Pemerintah pusat dinilai masih setengah hati memberikan keleluasaan kepada kawasan yang seharusnya istimewa ini.

Disebutkan Harry, dari segi pendanaan, Batam hanya mendapatkan 148 miiar rupiah dari APBN. Angka itu jauh dari dana yang diberikan untuk kawasan Sabang yang juga memiliki status FTZ yaitu 400 miliar sampai 500 miliar rupiah .

Dengan dana yang terbatas tersebut, sulit bagi pemerintah di daerah untuk membangun infrastruktur yang handal. Padahal, infrastruktur yang memadai merupakan kunci untuk menjaring investor asing agar mau menanamkan modalnya disuatu daerah. (gus).

Ribuan Hektare Hutan di Lingga Dibabat

LINGGA – Lebih dari 20 ribu hectare hutan di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau dibabat hingga nyaris gundul. Hutan itu akan dialih fungsikan menjadi perkebunan kepala sawit dan pertambangan.

Anggota Komisi I DPRD Lingga, M Noor mengatakan, berdasarkan pantauan dilapangan ditemukan ribuan hectare hutan di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga telah habis dan nyaris gundul. Hutan itu rencananya akan dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.

“Disepanjang jalan antara Dusun Air Merah hingga Desa Marok Tua, Kecamatan Singkep Barat terlihat hutan sudah rusak parah. Sebagian besar hutan dibabat masyarakat yang disponsori pihak pengusaha,” katanya, Selasa (20/3).

Pemilik kuasa atas hutan tersebut terdiri dari beberapa perusahaan antara lain PT SPP dan PT Argo Nusa. Ironisnya kedua perusahaan itu belum mengantongi ijin pemanfaatan hutan dari Pemerintah daerah.

“Perusahaan tersebut konon baru mengantongi ijin pelepasan atau pinjam pakai dari Kementrian Kehutanan, sedangkan dari Pemda belum ada ijin resmi. Namun mereka sudah membabat hutan hingga nyaris gundul,” katanya.

Aparat desa dan pejabat di daerah sendiri, kata Noor tidak dapat berbuat apa apa karena perusahaan sudah memiliki ijin dari Kementrian kehutanan. Namun, dampak dari aksi pembabatan hutan sudah mulai terasa yakni berkurangnya volume air tanah dan kondisi cuaca di Singkep menjadi panas dan kering.

Kondisi tersebut menyebabkan sejumlah anggota DPRD Lingga berencana mempublikasikan kerusakan hutan di Lingga tersebut melalui NGO (non government organization) Nasional dan Internasional yakni Walhi dan Greenpeace.

Sekretaris Komisi II DPRD Lingga, Agusnorman mengatakan pihaknya sudah berkordinasi dengan Walhi dan dalam waktu dekat tim dari Walhi akan segera turun ke Lingga setelah adanya bukti laporan lengkap yang mereka terima dari masyarakat, termasuk dari DPRD Lingga sendiri.

DPRD Lingga sendiri saat ini sedang berusaha dan mengupayakan untuk mengumpulkan data lengkap, berikut dengan foto situasi lapangan kawasan hutan yang telah rusak dan hancur akibat aktifitas pertambangan dan perkebunan.

Menurut Agusnorman, kerusakan lingkungan serta hutan di Lingga yang disebabkan aktivitas tambang serta perkebunan selama ini sudah sangat memprihatinkan. Ironisnya belum ada upaya dari instansi terkait untuk menghentikan kegiatan itu, yang ada justru pemerintah mengeluarkan ijin baru kepada pengusaha.

Disebutkannya, berdasarkan data yang diperoleh, hingga tahun 2011, terdapat 14 perusahaan tambang yang mengantongi ijin dari pemerintah, kemudian terdapat beberap perusahaan perkebunan sawit. Data tersebut belum termasuk perusahaan yang melakukan penambangan bouksit secara ilegal. Sementara tahun 2012, Pemprov Kepri kembali mengeluarkan ijin kepada empat perusahaan tambang.

"Jika kondisi ini terus dibiarkan, mau diapakan Lingga ke depannya. Pemerintah daerah sebetulnya sudah tahu, konflik yang terjadi belakangan ini antara masyarakat dan perusahaan karena kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, namun tidak ada tindakan apapun," katanya. (gus).

Kepri Akan Bangun Bandara Internasional di Lagoi

BINTAN - Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berencana membangun Bandar udara internasional di Lagoi Kabupaten Bintan untuk mendukung pertumbuhan industri pariwisata seiring makin banyaknya kunjungan turis asing dan domestik ke daerah itu.

Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri, Muramis mengatakan, pembangunan Bandar udara internasional di Lagoi diharapkan bisa terealisasi pada tahun ini juga sebab sudah ada investor yang akan mengerjakan proyek tersebut. Nilai proyeknya diperkirakan sekitar 80 juta sampai 100 juta dollar AS yang seluruhnya modal dari investor tersebut.

“Investor yang akan membangun Bandar udara di Lagoi adalah pihak swasta dibawah manajemen Bintan Resort Cakrawala (BRC), nantinya akan bekerjasama dengan Pemerintah daerah dalam pengelolaanya,” katanya, Senin (19/3).

Pengerjaan proyek akan dimulai pada tahun ini juga dan diharapkan rampung sekitar tahun 2014. Investor nantinya juga akan bertindak sebagai pengelola bandara bekerjasama dengan Pemerintah daerah.

Gubernur Kepri, H.M Sani berharap proyek pembangunan Bandar di Lagoi bisa dipercepat seiring makin meningkatnya pertumbuhan industri pariwisata di daerah itu. Sepanjang tahun 2011 saja jumlah kunjungan turis asing ke Lagoi mencapai 380.447 orang sedangkan turis domestik 89.117 orang dengan total kunjungan wisatawan sebanyak 469.564 orang atau naik 6,9 persen dibandingkan tahun 2010 yang 439.179 orang. Pada tahun 2012 ini, jumlah kunjungan turis ke Lagoi diprediksi lebih dari 500 ribu orang.

"Kami akan dukung penuh rencana pembangunan lapangan terbang di Lagoni. Sehingga nantinya, wisatawan dari Jepang, India dan Korea dapat landing di Lagoi dan kehadiran bandara Internasional itu juga nantinya diharapkan mampu memperpanjang masa kunjungan wisatawan di Provinsi Kepri," kata Sani.

Dikatakan, industry pariwisata di Lagoi saat ini masih bergantung pada Singapura dan sebagian turis tersebut masuk ke Lagoi melalui pintu Singapura. Oleh karenanya tingkat kunjungan turis ke Lagoi relatif singkat yakni hanya satu atau dua hari karena sebelumnya turis tersebut sudah menghabiskan waktunya di Singapura.

“Jika selama ini kunjungan wisatawan empat hari di Singapura dan satu hari di Lagoi, maka nantinya posisi tersebut akan di balik. Wisatawan akan berada di Lagoi selama empat hari, dan menyisakan satu hari di Singapura,” katanya.

Pembangunan Bandar udara internasional di Lagoi juga diharapkan bisa mendongkrak kunjungan turis asing karena mereka bisa langsung datang ke Lagoi tanpa melalui pintu Singapura. Saat ini jumlah kunjungan turis ke Singapura sekitar 14 juta wisatawan setiap tahunnya, sedangkan ke Kepri hanya 1,7 juta wisatawan.

Untuk mendongkrak jumlah kunjungan wisatawan asing ke Lagoi, kata Sani selain perlu dibangunya bandara internasional maka pemerintah daerah juga harus mengelola obyek pariwisata secara professional. Untuk itu, perlu dibangun fasilitas dan infrastruktur yang memadai agar para turis merasa nyaman berkunjung ke Lagoi. Kemudian layanan juga harus ditingkatkan agar para turis yang datang merasa berada dirumahnya sendiri ketika berkunjung ke Lagoi.

Pemerintah daerah juga harus memperbanyak event wisata untuk mengajak turis asing berkunjung ke lagoi seperti event tahunan yang selalu digelar Pemerintah Kabupaten Bintan melalui lomba balap sepeda internasional. Masyarakat setempat atau warga local juga harus mendukung industry pariwisata dengan cara memberi kenyamanan pada setiap turis yang berkunjung ke Lagoi. (gus).

BBK Dikuatirkan Menjadi Tempat Pembuangan Limbah Asing

BATAM – Kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK) dikuatirkan bisa menjadi tempat pembuangan limbah dari negara tetangga, seiring semakin mudahnya aturan impor barang dalam PP no 10 tahun 2012 tentang kepabeanan di BBK yang mulai diberlakukan pemerintah 9 Maret 2012.

Kepala Badan Pengelolaan Dampak Lingkungan (Bapedal) Kota Batam Dendi Purnomo mengatakan, pemerintah pusat telah merevisi aturan tentang kepabeanan di kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun yang tertuang dalam PP no 10 tahun 2012. Dalam peraturan yang baru tersebut telah dihapus beberapa kewajiban yang harus dilakukan importir seperti penghapusan Masterlist dan penghapusan pemeriksaan fisik barang di pelabuhan.

“Dengan dihapuskannya kewajiban soal Masterlist dan pemeriksaan fisik barang dalam aturan baru FTZ BBK maka semakin memperlonggar masuknya barang barang yang terkontaminasi limbah B3,” katanya, Minggu (18/3).

Menurut Dendi, dihapuskanya kewajiban mengisi masterlist pada setiap pemasukan atau impor barang akan memperlonggar masuknya barang barang yang terkontaminasi limbah B3, terlebih lagi kewajiban pemeriksaan fisik barang dalam aturan baru FTZ BBK sudah ditiadakan maka barang yang masuk ke pelabuhan BBK tidak dapat dideteksi lagi.

Oleh karena itu, Dendi berharap pemerintah daerah dan BP FTZ Batam membuat kebijakan tersendiri mengenai lalu lintas limbah B3 di pelabuhan karena tidak menutup kemungkinan longgarnya aturan tersebut akan dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memasukan limbah B3 ke Batam. Dengan demikian, dikuatirkan Batam dan Karimun serta Bintan bisa menjadi tempat pembuangan limbah dari negara tetangga.

Direktur Lalu Lintas dan Barang Badan Pengusahaan (BP) Batam, Fathullah mengatakan potensi masuknya limbah B3 ke Batam memang semakin terbuka dalam aturan baru kepabeanan yang tertuang dalam PP no 10 tahun 2012 tersebut. Oleh karena itu, perlu ada bentuk lagi pengawasan masuknya barang limbah B3 di pelabuhan.

Dalam aturan baru FTZ BBK, ada empat perubahan signifikan yaitu penghapusan masterlist pemasukan barang industri, peniadaan pemeriksaan fisik pemasukan barang, penambahan pelabuhan bongkar muat dan pelonggaran ketentuan pembatasan yang diatur Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang-barang industri.

Kemudahan aturan itu ditujukan untuk memberi kenyaman dan fasilitas kepada pengusaha di kawasan FTZ BBK agar lalu lintas barang di pelabuhan menjadi lebih lancar. Namun aturan tersebut ternyata juga masih menyimpan potensi kecurangn yang bisa dilakukan pengusaha di pelabuhan misalnya kecurangan untuk memasukan limbah B3. (gus).

Batam Kembangkan Tiga Pulau Terluar Menjadi Kawasan Wisata

BATAM – Pemerintah Kota Batam mengembangkan tiga pulau terluar yakni Pulau Putri, Nipah dan Abang untuk dijadikan sebagai kawasan wisata. Untuk itu telah disusun Detail engineering design ketiga pulau tersebut untuk selanjutnya ditawarkan ke investor.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Batam, Yusfa Hendri mengatakan, Batam memiliki sejumlah pulau yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata yang letaknya sebagian berada di perbatasan dengan negara tetangga Singapura serta Malaysia. Untuk itu, Pemko Batam telah menginvestarisir sejumlah pulau yang punya potensi besar dikembangkan sebagai kawasan wisata dan dari investarisir itu diperoleh tiga pulau yakni Pulau Putri, Pulau Abang dan Pulau Nipah sangat potensial untuk dikembangkan.

“Untuk Pulau Nipah dan Pulau Putri sudah dimasukan dalam rencana induk pengembangan pariwisata Batam dan sudah disusun Detail Enginering Design (DED) pengembangannya,” katanya, Jumat (16/3).

Dalam rencana pengembangan pulau tersebut nantinya akan dibangun sejumlah infrastruktur dan fasilitas umum khususnya sarana transportasi menuju pulau tersebut. Untuk itu dibutuhkan anggaran cukup besar yang diharapkan dari APBD tahun ini. Sementara itu, untuk pengembangan obyek wisata serta pembangunan hotel dan lainnya diharapkan bisa dilakukan oleh investor.

Menurut Yusfa, rencana pengembangan tiga pulau terluar itu diproyeksikan juga menjadi fokus Pemerintah Provinsi sehingga bisa mendapat bantuan anggaran untuk pembangunan infrastruktur.

“Rencana pengembangan Pariwisata di pulau itu akan dibuat terintegrasi dengan rencana Provinsi dan Nasional,” katanya.

Saat ini, Pemko Batam sudah membangun sejumlah infrastruktur di Pulau Abang seiring kebijakan pemerintah yang menjadikan pulau itu sebagai kawasan wisata.

“Pemko Batam saat ini sedang menata semua infrastruktur dan potensi terumbu karang di Pulau Abang sebagai salah-satu destinasy terumbu karang yang ada di Kepri dalam menggaet wisatawan asing,” kata Yusfa.

Pemko Batam juga akan membangun penginapan atau homestay dan menyediakan sejumlah peralatan selam untuk turis yang berkunjung ke Pulau Abang. Di Pulau Abang juga saat ini sudah terbentuk kelompok sadar wisata, dalam mengelolah obyek wisata di Pulau Abang. Bahkan, masyarakat setempat telah mempersiapkan homestay berupa kamar-kamar untuk menginap para turis yang akan menginap disana. (gus).

Kepri Bentuk Tim Pengawas BBM

TANJUNG PINANG – Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) membentuk tim pengawas atau monitoring terpadu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) seiring kebijakan pemerintah yang akan menaikan harga BBM 1 April 2012 guna mengantisipasi gejolak ekonomi khususnya peningkatan harga kebutuhan pokok.

Gubernur Kepri, H. M Sani mengatakan, rencana pemerintah pusat yang akan menaikan harga BBM pada 1 April 2012 diperkirakan akan berpengaruh terhadap kenaikan sejumlah harga kebutuhan pokok di Propinsi Kepri. Untuk itu dirasa perlu dilakukan langkah antisipasi pencegahan agar pengaruhnya tidak meluas sehingga dibentuklah tim monitoring terpadu kenaikan BBM.

"Tugas utama tim monitoring ini adalah menjaga pasokan kebutuhan pokok dan terutama BBM berjalan lancar sehingga tidak ada gejolak harga di tengah masyarakat,” katanya, Kamis (15/3).

Tim monitoring itu akan bertugas untuk mengawasi pasokan barang kepada konsumen dan melakukan pengawasan pendistribusian BBM kepada konsumen. Dengan demikian diharapkan ketika pemerintah pusat merealisasikan kenaikan harga BBM pada 1 April nanti tidak ada gejolak ditengah masyarakat.
Menurut Sani, Tim Monitoring akan Dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Kepulauan Riau Soerya Respationo dan wakilnya adalah Kapolda Kepri Brigjen Yotje Mende. Kedua pimpinan ini diharapkan bisa bekerja sama untuk mengeliminir dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga BBM.

Sani berharap Tim monitoring tidak menolerir aktivitas penimbun BBM yang dilakukan oknum tertentu atau pun penimbun sembako yang akan memicu terjadinya kenaikan harga.

"Jangan sampai ada terjadi penimbunan-penimbunan, pasokan arang harus lancar, dan jika perlu segera lakukan operasi pasar,"katanya.

Selain membentuk tim monitoring, Pemprov Kepri juga akan menambah SPBU terapung untuk membutuhi warga di sejumlah pulau di Kepri yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan. Salah satu SPBU terapung yang akan dibangun di Lingga dan diupayakan akan dibangun di pulau lainnya. Pembangunan SPBU bertujuan untuk mempercepat sampainya BBM kepada warga. (gus).

Penimbunan BBM Marak di Batam

BATAM - Aktivitas penimbunan Bahan Bakar Minyak (BBM) semakin marak di Kota Batam menjelang realiasi keputusan pemerintah meningkatkan harga BBM 1 April mendatang, Untuk itu, Kepolisian Kota Batam menyiagakan dua aparatnya di setiap SPBU.

Kapolda Kepri, Brigjen Pol Yotje Mende mengatakan, menjelang kenaikan harga BBM pada 1 April mendatang telah ditangkap beberapa orang yang melakukan aktivitas penimbunan bahan bakar. Seperti yang terjadi di Batam pada Selasa (13/3) telah diamankan mobil Mitsubishi BP 7182 Z yang dikendarai Mahyudin saat mengisi premium di SPBU Daniel Maria Cind, Tiban. Saat itu, pemilik mobil membeli BBM jenis premium dalam wadah enak jerigen berisi 200 liter secara berulang ulang.

"Aksi penimbunan BBM saat ini semakin marak dan saya mendapat laporan bahwa ada keterlibatan oknum aparat. Maka saya tegaskan, apabila ada oknum TNI atau Polri, maka kita akan mengambil tindakan sesuai aturan hukum di masing-masing institusi. Kalau seandainya oknum TNI, maka saya serahkan kepada Danrem. Tapi kalau oknum anggota Polri, maka saya akan tindak tegas,” katanya, Rabu (14/3).

Untuk menghindari aksi beli BBM secara berlebihan, kata Yotje, pihaknya melakukan pengawasan secara ketat dan menempatkan dua orang aparat di setiap SPBU yang ada di Kepri. Sekiranya ada aktifitas yang dicurigakan, maka langsung diambil tindakan. Pengawasan tidak hanya dilakukan SPBU yang ada di darat tetapi juga di laut. Untuk itu pihak kepolisian bekerjasama dengan instansi lain khususnya TNI AL.

Danlantamal IV Tanjungpinang, Laksamana Pertama, Darwanto mengatakan, untuk pengawasan di lapangan, terutama di wilayah perairan tentunya akan dilakukan koordinasi dengan tim monitoring.

"Kita akan saling koordinasi dalam melakukan pengawasan soal BBM ini. Tapi kita juga mengharapkan pihak Pertamina juga harus pro aktif dalam pengawasan," katanya.

Subsidi BBM

Sementara itu, Pemerintah Kota (Pemko) Batam akan melakukan pendataan terhadap warga yang layak atau tidaknya mendapatkan BBM subsidi.

"Pendataan ini dilakukan untuk menentukan siapa yang pantas mendapatkan subsidi atas kenaikan BBM nanti," kata Walikota Batam, Ahmad Dahlan.

Langkah tersebut sebagai antisipasi dari rencana pemerintah yang akan menaikan harga BBM . Sehingga saat kenaikan BBM benar-benar diterapkan, pemerintah daerah sudah siap dengan 1 April mendatang dengan harapan dapat menekan gejolak social yang terjadi di masyarakat.
Selain pendataan, Pemko Batam juga melakukan koordinasi dengan Polresta Barelang untuk mencegah terjadinya penyelewengan ataupun penimbunan BBM. Hingga saat ini, pemerintah daerah masih menunggu intruksi lebih lanjut dari pemerintah pusat atas rencana kenaikan BBM.

"Kita telah melakukan koordinasi dengan Polresta Barelang dalam mengawasi SPBU. Jika memang ada ditemukan akan ditindak secara tegas," kata Ahmad Dahlan. (gus).

Bakorkamla Bangun Stasiun Pemantau di Natuna

NATUNA – Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) membangun Stasiun Regional Coordinating Center (RCC) di Bukit Senubing, Ranai Kabupaten Natuna Provinsi Kepri. Stasiun tersebut berfungsi untuk memantau dan merekam seluruh kapal yang melintas di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) sehingga jika ada kapal asing yang masuk wilayah RI segera terdeteksi.

Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla RI Laksamana Madya TNI Didik Heru Purnomo mengatakan, Pembangunan stasiun RCC di Natuna merupakan stasiun ke empat yang dimiliki RI setelah sebelumnya juga telah dibangun stasiun yang sama di Ambon, Manado dan Kupang. Dipilihnya Natuna karena Natuna adalah daerah kepulauan yang memiliki letak geografis dan strategis sebagai lokasi pemantauan keamanan laut.

"Setelah di Natuna, Bakorkamla selanjutnya akan membangun stasiun yang sama di Aceh, Jayapura dan Merauke," katanya, Selasa (13/3).

Dikatakan, RI perlu membangun banyak stasiun RCC di daerah strategis untuk menjamin keamanan perairan Indonesia dari aktivitas serta agresi kapal asing. Pasalnya, wilayah perairan Indonesia sangat luas sehingga dibutuhkan teknologi untuk ikut mengamankannya. Stasiun RCC sendiri berfungsi sebagai alat pemantau dan perekam seluruh aktivitas kapal yang melintas di di wilayah ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia).

“Kami optimistis keberadaan stasiun RCC di wilayah Natuna akan lebih memaksimalkan pencatatan dan pendataan jenis kapal asing yang melintas di perairan Indonesia. Pencatatan tersebut meliputi ukuran kapal, muatan kapal dan arah kapal hingga satu bulan lamanya,” katanya.

Menurut Didik, Staisun RCC bisa dijadikan salah satu sumber informasi bagi pihak keamanan laut lainnya untuk mendapatkan data secara akurat, sebab peralatan yang terpasang di RCC itu sangat canggih. Alat tersebut bisa mendeteksi kapal yang memiliki berat 300 GT. Selanjutnya peralatan ini bisa membantu memberikan pertolongan kepada kapal yang mengalami musibah, karena menggunakan satelit. Alat ini juga dilengkapi dengan kamera CCTV serta peralatan pendukung lainnya yang bekerja secara optimal. Oleh karenanya, seluruh aparat keamanan dari berbagai instansi bisa diharapkan bisa memanfaatkan teknologi tersebut untuk mengamankan laut RI. (gus).

Batam Minta Pajak Pengiriman Limbah B3 ke Jakarta Dihapus

BATAM – Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kota Batam minta pajak pengiriman limbah B3 ke Jakarta sebesar 2 persen sampai 15 persen ditiadakan karena daerah lain tidak dikenakan pajak tersebut, selain itu limbah juga bukan barang ekonomis sehingga tidak wajar jika harus dikenakan pajak.

Kepala Bapedalda Kota Batam, Dendi Purnomo mengatakan, selama ini Bea Cukai mengenakan pajak sebesar 2 persen sampai 15 persen kepada pengusaha yang mengirim limbah B3 ke Jakarta untuk diolah. Biaya tersebut dirasa pengusaha sangat membebani karena biaya yang dikeluarkan cukup besar, padahal limbah B3 yang dikirim ke Jakarta untuk diolah bukan untuk diperdagangkan.

“Jika daerah lain tidak dikenakan pajak limbah B3, mestinya di Batam juga dibebaskan selain itu limbah bukanlah barang ekonomis untuk diperdagangkan sehingga tak wajar jika dikenakan pajak,” kata Dendi kepada Koran Jakarta, Senin (12/3).

Untuk itu, Bapedalda kota Batam sudah mengajukan permintaan resmi ke Menteri Lingkungan Hidup Baltasar Kambuaya saat berkunjung ke Batam Senin (12/3) kemarin ketika mengunjungi sejumlah kawasan industry dan pabrik galangan kapal di Batam.

Menurut Dendi, Menteri Lingkungan Hidup Baltasar Kambuaya menyambut positif permintaan tersebut dan akan menyurati Menteri Keuangan untuk menghentikan pajak pengiriman limbah dari batam ke Jakarta.

Kemudian untuk jangka panjang, Bapedalda juga minta ke Kementrian Lingkungan Hidup agar diberi ijin untuk membangun instalasi pengolahan limbah di Batam, karena selama ini seluruh limbah B3 dari Batam harus di kirim ke Jakarta untuk diolah. Padahal jika limbah tersebut bisa di olah di Batam akan mengurangi biaya yang harus ditangggung pengusaha.

Untuk itu, Pemerintah Kota Batam sudah mendapat alokasi lahan seluas 20 hektare guna membangun instalasi pengolahan limbah dan saat ini tinggal menunggu restu dari Kementrian lingkungan hidup. Terkait operator pengolah limbah nantinya bisa dilakukan oleh swasta atau pemerintah daerah.

“Untuk jangka pendek kami berharap 35 persen limbah B3 dari Batam bisa diolah di Batam dan 65 persen diolah di Jakarta, selanjutnya dalam jangka panjang 65 persen limbah B3 bisa diolah di Batam dan sisanya 35 persen yang diolah d Jakarta. Saat ini seluruh limbah atau 100 persen masih diolah di Jakarta,” kata Dendi.

Protes Singapura

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya dalam kunjunganya ke batam kemarin mengatakan akan membawa persoalan sampah di laut ke tingkat yang lebih tinggi agar mendapat perhatian banyak pihak. Menurutnya, sampah di laut Kepri berupa sludge oil atau limbah minyak hitam yang berasal dari kapal tanker diduga dari Malaysia dan Singapura selalu mengotori perairan Kepri setiap tahun khususnya ketika angin musim utara dibulan Nopember hingga Januari.

Menurut Kambuaya, selama ini Singapura dan Malaysia kerap memprotes Indonesia terkait asap kebakaran hutan yang terjadi di Sumatra. Namun, terhadap limbah laut dari negara tersebut yang mengotori perairan Indonesia khususnya Kepri tidak mendapat perhatian serius dari negara itu. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia akan mengajukan protes resmi ke negara tersebut.

”Saya mendapat masukan soal sampah di laut Kepri akibat pembuangan limbah sludge oil kapal tanker dan ini harus diangkat juga, jangan mereka saja yang selama ini memprotes Indonesia,” katanya.

Kepala Bapedalda Batam, Dendi Purnomo mengatakan, selama ini pihaknya kesulitan menangkap kapal tanker yang membuang limbah sludge oil tersebut karena pembuangan dilakukan diperairan internasional. Meski demikian, Pemko Batam sudah bekerjasama dengan Bakorkamla untuk memonitor lalu lintas kapal tanker di selat Philips atau Selat Singapura yang melakukan pembuangan limbah minyak. (gus).

Perusahaan Minyak China Investasi di Kepri Rp7,2 Triliun

BATAM – Perusahaan minyak dari China, Sinopec Kantong Holdings Limited berencana membangun kilang pengolahan minyak bahan bakar di Pulau Janda Berias, Batam Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dengan nilai investasi sekitar 7,2 triliun rupiah. Rencana tersebut akan direalisasikan tahun ini juga, untuk itu proses perijinan dikebut.

Gubernur Kepri, H. M Sani mengatakan, delegasi pengusaha dari China mengunjungi Kepri beberapa hari lalu yang terdiri dari Managing Director Sinopec Kantong Holdings Limited (Incorporated in Bermuda with Limited Liability), Ye Zhi Jun, Deputy General Manager Sinopec Kantong Holdings Limited, Tian Yong Liang, Senior Consultant Tankage dan Offsites Sinopec Kantong Holdings Limited, Tan Kim Chuan. Sebelumnya sudah dibicarakan rencana investasi dari pengusaha China tersebut di Kepri dan dari kunjungan kembali dipertegas minat Sinopec Grup untuk menanamkan modalnya di Kepri.

“Perusahaan asal China yakni Sinopec Grup yang merupakan perusahaan nomor lima terbesar di bidang perminyakan di dunia akan menanamkan investasinya di Kepri senilai 7,2 triliun rupiah. Diharapkan rencana tersebut terealisasi tahun ini juga sehingga dapat menyerap sekitar 5 ribu tenaga kerja, untuk itu Pemerintah daerah akan membantu proses perijinanya,” katanya, Minggu (11/3).

Ditambahkan, investasi pengusaha dari China tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi Kepri sehingga target pertumbuhan double digit tahun ini diharapkan tercapai. Rencana itu juga akan membuka kesempatan kerja bagi sekitar 5 ribu orang dan menumbuhkan industri lainnya seperti makanan dan minuman, perumahan dan lainnya.

Menurut Sani, Pemerintah daerah saat ini memang sedang mempromosikan investasi di Pulau Janda Berhias karena lokasinya sangat strategis untuk dibangun kawasan perminyakan. Selain itu juga sedang dikembangkan Pulau Bawah di Anambas dan Pulau Kepala Jeri di Batam. Untuk Pulau Kepala Jeri sudah ada investor dari Timur Tengah yang akan membangun kawasan wisata terpadu.

Investor Jepang

Sementara itu, Direktur Pusat Layanan Terpadu Satu Pintu dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, lima perusahaan asal Jepang berencana menanamkan modalnya di Batam pada sejumlah sector industry seperti elektronik dan lainnya. Rencana itu mengemuka saat delegasi investasi Jepang dibawah Japan Indonesia Bussines Association (JIBA) mengunjungi Batam akhir pekan lalu.

Delegasi investasi Jepang yang hadir antara lain, Hajime Kinoshita datang bersama Directur President Mark Electronics co. LTD Tadao Murayama,
Administrative Manager The Nikkan Kogyo Sihimbun, Hiroshi Fuji Saka, Paten Attorney Saigoh Patent Office, Yoshimi Saigoh, Ececutive managing director development Dept Regitex co Ltd, Yusuhisa Oikawa, Yachida Co Ltd (CFO), Shigeaki Yachida, dan President Aqua System Co LTD, Yasumoto Kimura.

“Sejumlah pengusaha Jepang mengunjungi Batam beberapa hari lalu dan sudah melihat sejumlah kawasan industry untuk menjajaki membuka pabrik disana,” katanya.

Menurut Djoko, rencana investasi perusahaan dari jepang tersebut cukup membanggakan karena Jepang sangat selektif memilih tempat usaha. Hingga saat ini baru 10 perusahaan Jepang yang menanamkan modalnya di Batam yang bergerak pada sektor industri elektornik, manufaktur dan galangan kapal.
Sementara itu, berdasarkan riset ekonomi yang dilakukan Bank Indonesia Batam disebutkan bahwa sepanjang 2011 terjadi perlambatan investasi di Kepri dari 14,60 persen di tahun 2010 menjadi 13,05 persen tahun 2011. Perlambatan diketahui dari penurunan realisasi investasi dari 50,9 juta dollar AS menjadi 14,8 juta dollar AS.

Penurunan investasi di Kepri dipicu belum pulihnya ekonomi global ditambah lagi dengan menurunnya aktivitas usaha pembelian barang yang tercermin dari menurunya impor peralatan listrik, mesin dan logam dasar. (gus).

BC Batam Amankan Pita Cukai Palsu dari Hongkong

BATAM – Petugas Bea Cukai (BC) Batam menahan pita cukai untuk minuman beralkohol palsu dari Hongkong dengan nilai ditaksir 125 miliar rupiah untuk di edarkan di Jakarta. Dengan demikian, selama Januari sampai Maret 2012 telah ditangkap sejumlah barang selundupan seperti barang elektronik, minuman dan barang ilegal lainnya dengan kerugian negara lebih dari 100 miliar rupiah.

Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan BC Batam Kunto Prasti mengatakan, petugas BC Batam telah mengamankan pita cukai untuk minuman beralkohol palsu yang berasal dari Hongkong dan direncanakan untuk di edarkan di Jakarta. Pita cukai tersebut dikemas dalam 13 kotak terbagi dua golongan dan nominal. Golongan B tercetak 3.500 rupiah, sedangkan golongan C tercetak nominal 15 ribu rupiah. Harusnya yang asli itu golongan B per pita nilainya 40 ribu rupiah per liter. Sedangkan golongan C nominalnya 130 ribu rupiah per liter. Nilai seluruh pita cukai palsu itu ditaksir 125 miliar rupiah.

“Selama Januari sampai Maret 2012, BC Batam telah menangkap berbagai barang selundupan yang masuk ke pelabuhan Batam dengan kerugian negara lebih dari 100 miliar rupiah,” katanya, jumat (9/3).

Penangkapan pita cukai palsu dilakukan saat hendak dikapalkan ke Jakarta melalui kapal KM Kelud, di Pelabuhan Beton Sekupang, Selasa (14/3). Sementara itu, pembawa barang yakni seorang pria yang berdomisili di Jakarta berhasil kabur dan saat ini masih dilakukan pencarian.
Kunto belum bisa memastikan apakah pelaku merupakan jaringan dari sindikat atau per orangan. Namun, jika dilihat dari jumlah dan nilai barang yang diselundupkan diperkirakan pelaku bertindak lebih dari dua orang.

“Tangkapan pita cukai palsu itu merupakan yang terbesar di Indonesia selama dua bulan awal semester 2012 dan ini prestasi yang membanggakan dan buah kerja keras seluruh petugas BC Batam. Untuk itu, kami akan tingkatkan terus patroli demi mencegah kerugian negara,” katanya.

Dikatakan, penangkapan barang selundupan itu berawal dari informasi dari Interpol, dan pasa saat dilkaukan penggeledahan pita tersebut sedang berada di ruang bagasi KM Kelud di Sekupang. Setelah diusut siapa pemiliknya dari porter yang mengangkutnya, didapatkan hasilnya bahwa pemiliknya adalah warga Jakarta yang saat ini diburu.

Menurut Kunto, meski Batam sudah berstatus sebagai pelabuhan dan perdagangan bebas namun aksi penyelundupan tetap marak. Selama Januari sampai Maret 2012 saja sudah ditangkap sejumlah barang selundupan seperti barang elektronik, pita cukai palsu, minuman keras dan lainnya dengan kerugian negara lebih dari 100 miliar rupiah.

Sebelum menangkap pita cukai palsu, BC Batam telah menangkap 16 karton minuman beralkohol pada 7 Maret 2012 yang diselundupkan dari Batam melalui Pelabuhan Beton dengan via KM Kelud untuk tujuan Tanjungperiuk Jakarta Utara.(gus).

BP Batam Permudah Pengurusan Ijin Investasi

BATAM – Badan Pengusahaan (BP) Batam mempermudah pengurusan ijin investasi dengan cara online atau komputerisasi sehingga penggunaan waktu dan biaya lebih efisien. Untuk itu, dibangun dua server data base dan fasilitas proteksi berupa perangkat keras Dongle dari Amerika Serikat guna melindungi sistem tersebut.

Kasubdit Monitor dan Evaluasi Direktorat Lalu Lintas Barang BP Batam Tri Novianta Putra mengatakan, BP Batam sudah mengaktifkan sistem on line pada setiap proses perijinan investasi sejak dibangunya Gedung Pusat Informasi Batam tahun lalu. Melalui system tersebut, investor bisa mengurus ijin investasi secara on line serta mengurus dokumen keluar masuk barang.

“Sejak diluncurkannya system informasi keluar masuk barang atau SIKMB ini sudah ada lebih 1.200 perusahaan yang memanfaatkannya dan diharapkan kedepan seluruh perusahaan bisa memanfaatkan fasilitas ini,” katanya, Kamis (8/3).

Ditambahka, sistem perijinan secara online itu merupakan salah satu upaya dalam program peningkatan pelayanan perijinan untuk perbaikan iklim usaha dan iklim investasi di Batam. Pasalnya, dengan fasilitas tersebut prosedur perijinan investasi lebih sederhana dan lancar. Selain itu, aktivitas untuk kegiatan ekspor dan impor juga lebih cepat karena pengusaha tinggal membuka akses internet yang telah disediakan dan langsung melakukan transaksi.

Fasilitas itu juga sebagai upaya transparansi pelayanan publik oleh lembaga pemerintah karena dengan fasilitas itu investor atau pengusaha tidak lagi bertemu aparat pemerintah dalam mengurus ijin investasi dan dokumen ekspor atau impor.

Menurut Novianta, sejak fasilitas itu diluncurkan pada awal 2011 hingga awal Maret 2012 sudah ada 2.253 kegiatan pengurusan dokumen ekspor dan impor dari 1.200 perusahaan. Jumlah itu terus meningkat seiring tingginya keinginan perusahaan untuk menggunakan fasilitas itu. BP Batam sendiri bertindak pro aktiv dengan melatih sejumlah karyawan perusahaan yang ada di batam untuk menggunakan system atau fasilitas tersebut.

Untuk menghindari kerusakan system dan virus yang masuk dalam fasilitas itu, kata Novianta maka BP Batam akan membeli perangkat keras berupa Dongle dari Amerika Serikat agar tingkat keamanan pengguna yang terdaftar di Sistem Informasi Keluar Masuk Barang (SIKMB) lebih terjamin. Perangkat keras tersebut sudah terbukti dapat memproteksi system di Departemen Pertahanan AS.

“Perangkat Dongle akan berfungsi semacam kunci elektronik untuk menambah proteksi bagi perusahaan yang memiliki akun di fasilitas perijinan online SIKMB dan rencananya akan kami beli dari Amerika Serikat,” katanya.

Saat ini, untuk mengakses SIKMB oleh perusahaan, hanya menggunakan nama pengguna dan password pengguna, sehingga akun yang dimiliki perusahaan bisa diakses orang lain. Namun jika fasilitas Dongle sudah terpasang maka akan ada tambahan kunci elektronik untuk bisa mengakses SIKMB.

Selain pemasangan Dongle, BP Batam juga berencana membangun server database SIKMB yang kedua, sebelumnya sudah dibangun satu server database di Gedung Pusat Informasi BP Batam di Batam Center. Pembangunan server yang kedua dilakukan untuk mengantisipasi kondisi jika server pertama down yang dapat mengganggu proses pemasukan barang melalui SIKMB.

Ketua Kadin Batam, Nada F Soraya mengatakan, penggunaan teknologi informasi dalam layanan investasi di Batam akan meningkatkan daya saing Batam sehingga perlu terus dikembangkan. Namun, perlu juga diperhatikan keamanan penggunanya karena system komputerisasi bisa membuka peluang bagi pihak yang tidak bertanggung jawab membuka akun perusaaan tertentu. Untuk itu, system proteksi harus ditingkatkan.

Kadin Batam sendiri, beberapa hari lalu juga sudah meluncurkan website Kadin Batam yang diharapkan menjadi ruang bagi para usaha mikro untuk mempromosikan dan menjual barangnya ke berbagai negara. (gus).

TNI AL Amankan Imigran Gelap Asal Myanmar dan Bangladesh

BATAM – Aparat TNI Angkatan Laut mengamankan 14 imigran gelap asal Myanmar dan Bangladesh di perairan Nongsa Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Rabu dini hari sekitar pukul 01.30. Imigran yang diketahui sebelumnya berlayar dari Malaysia tersebut masuk ke Indonesia tanpa dokumen resmi.

Danlanal Batam Kolonel Laut (p) Nurhidayat ketika member keterangan pers kepada sejumlah wartawan mengatakan, Imigran yang ditangkap berjumlah 14 orang dan bersamaan dengan itu ditangkap juga 7 orang TKI dan dua tekong berkewarganegaraan Malaysia yang membawa ke 21 orang tersebut ke Indonesia dari Malaysia. Para imigran dan TKI illegal itu dibawa dengan menggunakan kapal speedboad ukuran sedang yang berlayar dari salah satu pelabuhan tidak resmi di Malaysia menuju salah satu pelabuhan tidak resmi atau illegal di Batam.

“Sebelum diamankan, para imigran itu berusaha melarikan diri sehingga kami terpaksa menembaki mesin Yamaha 200 PK di kapal cepat yang digunakan tekong untuk mengangkut imigran gelap dan para TKI ilegal itu karena tak mau berhenti saat kami perintahkan mematikan mesin,” katanya, Rabu (7/3).

Menurut Nurhidayat, para imigran dan TKI tersebut telah mengeluarkan uang sejumlah 1,5 juta rupiah yang diserahkan kepada Tekong Toni dan Yudhi untuk memberangkatkan mereka dari Malaysia ke Batam. Toni dan Yudhi sendiri mendapat order membawa para imigran tersebut dari seseorang yang bernama Andreas di Malaysia.

Penyelundupan manusia, kata Nurhidayat cukup marak di Batam dan Perairan Kepri umumnya dipicu banyaknya pelabuhan tidak resmi atau pelabuhan tikus yang bisa menjadi pintu masuk para imigran gelap tersebut. Sebelumnya juga pernah ditangkap penyelundupan imigran gelap dari Timur Tengah, Vietnam, China, India, Bangladesh, Srilangka dan negara lain ke wilayah Kepri.

Untuk itu, TNI Angkatan Laut dan jajaran terkait lain lainnya berupaya meningkatkan pengamanan di laut dengan cara meningkatkan frekuensi patroli pengamanan. Selain itu, TNI AL juga berharap kerjasama dari masyarakat local khususnya nelayan yang bisa segera melaporkan aktivitas mencurigakan di laut. TNI AL juga berharap pemerintah bisa menambah perlengkapan berupa kapal cepat untuk menjaga wilayah perairan Kepri yang sangat luas. Pasalnya, para penyelundup saat ini sudah menggunakan perlengkapan canggih seperti kapal cepat yang bisa mengalahkan kapal milik aparat. (gus).

FTZ Tanjung Pinang Sepi Investor

TANJUNG PINANG – Kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau FTZ (Free Trade Zone) di Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau sejak diresmikan tahun 2009 hingga saat ini masih belum dilirik investor, dipicu belum tersedianya infrastruktur.

Kepala Badan Kawasan (BK) FTZ Tanjungpinang, Herman mengatakan, Pemerintah pusat telah menetapkan wilayah Tanjung Pinang khususnya daerah Senggarang dan Dompak sebagai kawasan FTZ bersama dengan Batam, Bintan serta Karimun. Namun sejak ditetapkan pada tahun 2009 lalu hingga saat ini belum ada investor yang melirik kawasan itu.

Pemerintah daerah telah berupaya mempromosikan kawasan FTZ dompak yang memiliki luas 1.330 hektar dan Senggarang yang mempunyai luas sekitar 1.300 hektar ke luar negeri dan dalam negeri, namun belum ada investor yang tertarik untuk menanamkan modalnya di tempat itu.

"Sampai sekarang belum ada investor yang melirik Dompak dan Senggarang meski sudah berstatus FTZ," katanya, Selasa (6/3).

Menurut Herman, masih sepinya investor di FTZ Tanjung Pinang disebabkan belum tersedianya infrastruktur yang memadai, seperti listrik, air bersih dan pelabuhan. Selain itu, di Tanjung Pinang juga belum tersedia sumber daya manusia yang berkualitas dan terampil sehingga sulit bagi investor membuka usaha di tempat itu jika tidak ada tenaga kerja terampil.

Untuk memancing investor agar mau menanamkan modalnya di Tanjung Pinang, kata dia, Pemerintah daerah Tanjung Pinang akan memberi berbagai kemudahan seperti pengurusan surat ijin, birokrasi dan biaya.

"Kami tidak akan mempersulit investor yang masuk, mereka (investor) mau buat apa saja silakan, asalkan sesuai dengan tempatnya, " kata Herman.
Ketua Kadin Tanjung Pinang, Bobby Jayanto mengatakan, belum diliriknya kawasan FTZ di Senggarang dan Dompak disebabkan tidak tersedianya infrastruktur. Untuk itu, Pemerintah daerah harus segera membangun infrastruktur di kawasan itu jika ingin menarik investor asing.
“Investor tidak akan mau menanamkan modalnya jika belum tersedia infrastruktur,” katanya. (gus).

Dari Kerusakan Lingkungan Hingga Pulau Hilang

Meski pemerintah sudah melarang penambangan pasir laut sejak 2003, namun penambangan illegal tetap saja marak. Bahkan, penambangan pasir saat ini tidak hanya di laut tetapi juga dilakukan di darat. Akibatnya, sejumlah pulau kecil di Provinsi Kepri terancam keberadaanya dan ekosistem semakin rusak.
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Internasional Batam yang juga pengamat ekonomi, Mohamad Gita Indrawan mengatakan, tidak bisa dipungkiri bahwa Singapura menjadikan pasir sebagai komoditi yang sangat bernilai karena tingginya kebutuhan negara itu akan pasir untuk sejumlah proyek reklamasi. Oleh karenanya, pengusaha Singapura mencari berbagai cara untuk mendapatkan barang tersebut meski harus dilakukan dengan cara illegal.

“Pendapatan yang diterima dari penambangan pasir dan ekspor pasir tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki ekosistem yang telah rusak sehingga perlu tindakan tegas dari pemerintah untuk menghentikan penambangan pasir illegal,” katanya kepada Koran Jakarta, Senin (5/3).

Pada awalnya, Singapura hanya mengimpor pasir laut dari Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 1976. Permintaan pasir laut yang sangat tinggi kala itu telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari yang mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Tidak hanya itu saja, mata pencaharian warga lokal yang berprofesi sebagai nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu akibat aktivitas itu. Kerusakan ekosistem juga mengakibatkan populasi hewan laut menurun

Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya seperti yang terjadi pada Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritime dengan Singapura di kemudian hari.

Setelah Pulau Nipa di Desa Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, terancam hilang, pemerintah baru sadar jika penambangan pasir berakibat buruk pada lingkungan. Oleh karenanya, pada tahun 2003 pemerintah menghentikan penambangan dan ekspor pasir laut.
Dihentikannya penambangan dan ekspor pasir laut, tidak menghentikan niat Singapura mendatangkan pasir dari Indonesia. Alhasil, banyak warga local yang tadinya menambang pasir laut beralih ke pasir darat. Penjualan ke Singapura pun dilakukan diam diam atau dengan cara diselundupkan karena ekspor pasir ke Singapura hingga saat ini masih dilarang.

Selain itu, penambangan pasir laut secara illegal juga masih sering terjadi dengan memanfaatkan kontrol yang lemah dari aparat atau bekerjasama dengan aparat. Padahal, rupiah yang diperolah dari kegiatan itu tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan ekosistem laut yang telah rusak.

Kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir, tidak hanya terjadi untuk jangka pendek tapi juga jangka panjang. Sekilas atau dalam jangka pendek mungkin hanya akan terlihat sebagai pemandangan buruk yang tidak enak untuk dilihat dan dirasakan. Namun, dalam jangka panjang tentu akan terasa lebih buruk lagi. Misalnya, akan mudah merembesnya air laut ke dalam sumber-sumber air tanah di daratan (intrusi air laut), sehingga air tanah menjadi terasa payau. Bisa juga terjadinya longsoran tebing-tebing kolam bekas galian, yang mana hal itu bukan hanya akan dapat membahayakan keselamatan masyarakat, namun juga dapat mengakibatkan permukaan tanah menjadi lebih rendah dari ketinggian permukaan air laut. Dampak negatif lainya adalah peningkatan kekeruhan yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi.

Ketua Asosiasi Pecinta Lingkungan Kepri, Irawan mengatakan, penambangan pasir secara illegal di Kepri sudah sangat menguatirkan dan ironisnya tidak ada tindakan apapun dari aparat meski kegiatannya dilakukan secara terbuka. Seperti yang terjadi di daerah Galang Batang Kabupaten Bintan. Di tempat itu sudah beraktifitas hampir 10 Tahun kegiatan penambangan pasir darat.

Akibat dari penambangan pasir tersebut menyisakan banyak masalah terhadap lingkungan dan warga. Contohnya tempat hasil galian pasir menjadi lubang genangan yang menyebabkan nyamuk berkembang biak, lobang galian juga terlihat seperti kawah besar yang jika terjadi hujan lebat berminggu-minggu dapat dipastikan daerah galang Batang Bintan akan hanyut terendam banjir.(gus).

Bisnis Pasir Indonesia-Singapura

Jika di Indonesia pasir kurang bernilai ekonomis, di Singapura Pasir justru menjadi barang mewah yang diburu sejak tahun 1960. Terlebih saat ini Singapura sedang mengerjakan proyek Oil Store dalam bentuk bunker bawah laut yakni sebuah mega proyek penampungan minyak, sehingga Singapura tetap membutuhkan banyak pasir ditengah keterbatasan negara itu.

Setelah sukses dengan sejumlah proyek reklamasi pantai dengan pasir dari Indonesia, kini Singapura kembali dengan sejumlah proyek baru berupa oil store dalam bentuk bunker bawah laut. Sebuah mega proyek untuk penampungan minyak di bawah pantai pulau reklamasi. Sejauh ini, telah dibangun terowongan sepanjang 2,1 kilo meter, kedalaman 120 meter di bawah ceruk Banyan yang merupakan bagian pulau buatan bernama Jurong, hasil reklamasi yang menjadi rumah perusahaan industri petrokimia. Pembangunan gua-gua untuk penyimpanan minyak itu dimulai dengan lima tahapan dan pada tahap pertama dijadwalkan rampung 2014.

Tentu saja proyek bunker bawah laut dan proyek reklamasi lainnya yang sedang dan akan dikerjakan Singapura butuh pasir dalam jumlah besar seperti proyek yang pernah dibangun sebelumnya, seperti proyek reklamasi delapan pulau kecil yaitu Pulau Seraya, Merbabu, Merlimau, Ayer, Chawan, Sakra, Pesek, Masemut Laut, dan Pulau Meskol yang di ubah namanya menjadi Pulau Jurong. Alhasil proyek reklamasi telah menambah luas daratan Singapura lebih dari 120 kilometer persegi dari luas semula 580 kilometer persegi menjadi sekitar 700 kilometer dan saat ini diperkirakan luas Singapura sudah menjadi 760 kilo meter persegi.

Wakil Ketua Kadin Kepri, Jadi Rajagukguk mengatakan, sebagian besar pasir yang diperoleh Singapura untuk proyek reklamasinya berasal dari Indonesia terutama dari Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Ketika kran ekspor pasir dilegalkan pemerintah, Kepri memperoleh pendapatan triliunan rupiah dari hasil kegiatan penambangan pasir dan banyak pengusaha yang mendadak kaya raya akibat bisnis pasir. Namun setelah ekspor dihentikan, Kepri kehilangan PAD (Pendapatan Asli Daerah) cukup besar dan banyak juga pengusaha yang mendadak jatuh miskin.

Meski aktivitas penambangan pasir dan ekspor pasir dilarang, tidak menghentikan keinginan Singapura mendatangkan pasir dari Indonesia. Pasalnya, harga pasir dari Indonesia terbilang paling murah di dunia ditambah lagi jaraknya yang dekat membuat Singapura tidak perlu mengeluarkan ongkos besar untuk mengangkut pasir tersebut.

Oleh karenanya, Singapura mencoba berbagai cara untuk mendatangkan pasir dari Indonesia. Ada tiga cara yang dilakukan Singapua untuk mendatangkan pasir dari Indonesia, pertama cara legal dengan membeli pasir secara resmi dari pemerintah daerah. Kedua, cara semi illegal yakni dengan membeli pasir tidak menggunakan tender ke pemerintah daerah, lalu pengiriman pasirnya dilakukan dengan kamuflase atau menyelundup dengan modus mengirim granit ke Singapura, padahal dibawah granit terdapat pasir. Lalu cara ketiga dengan cara illegal yakni dengan membeli pasir langsung dari penambang liar. Cara yang ditempuh Singapura itu telah menyuburkan praktik penyelundupan pasir di Indonesia melibatkan banyak pejabat dan pengusaha di daerah.

Seperti yang terjadi ketika aparat Bea Cukai Kepri menangkap kapal tongkang Victory 19 dan "tugboat" Sea Glory 8 GT 167 di perairan Nongsa, Batam pada Jumat (6/1) pukul 05.00 WIB. Kapal tongkang itu ditangkap karena menyelundupkan 5.000 metrik ton pasir senilai lebih dari 1 miliar rupiah. Penyelundupan pasir yang berasal dari Pulau Kijang itu diperkirakan sudah berlangsung sejak lama dan baru tertangkap saat itu. Oleh karenanya, aparat BC mendalami kemungkinan kedua kapal tersebut sudah berkali-kali menyelundupkan pasir darat ke Singapura.

Kepala Bidang Penindakan dan Sarana Operasi Kantor Wilayah Khusus Ditjen BC Kepulauan Riau (Kepri) M Rofiq mengatakan, sejak larangan ekspor pasir di larang maka banyak terjadi aksi penyelundupan pasir yang dilakukan pengusaha ke Singapura.

"Biasanya kami meningkatkan pengawasan terhadap penyelundupan berupa pemasukan pakaian dan barang-barang bekas, tetapi kini petugas patroli juga kami instruksikan untuk mengawasi penyelundupan pasir ke luar negeri khususnya ke Singapura," katanya.

Indikasi maraknya penyelundupan pasir cukup terbuka mengingat Singapura membutuhkan pasir dalam jumlah banyak untuk mereklamasi pantai dan salah satu daerah yang diharapkan dapat menyuplai pasir ke negara tersebut adalah Provinsi Kepri yang kaya akan pasir, baik pasir darat maupun pasir laut.

"Penangkapan tongkang BG Victory 19 yang hendak menyelundupkan 5.000 metrik ton pasir ke Singapura pada pekan lalu memang baru yang pertama kali. Namun, penangkapan ini menjadi titik awal bagi kami agar meningkatkan kewaspadaan terhadap penyelundupan pasir," kata Rofiq.

Menurutnya, potensi terjadinya penyelundupan pasir cukup besar karena kondisi cuaca di laut bergelombang tinggi. Penyelundup biasanya memanfaatkan kondisi di laut yang bergelombang tinggi untuk menghindari petugas patroli. Karena itu, aparat BC akan menggiatkan patroli dengan menggunakan kapal patroli berkapasitas besar yang dapat berlayar di laut lepas dengan kondisi cuaca ekstrem.

Menurut Jadi Rajagukguk, pemerintah pusat harus menindak tegas para penyelundup pasir tersebut, sebab tindakannya telah merusak lingkungan dan menyebabkan sejumlah pulau di Kepri hilang. Untuk itu, pemerintah harus mempersoalkan pertambahan luas daratan Singapura saat ini karena pasir hasil penyelundupan itu digunakan untuk reklamasi pantai di Singapura yang menambah luas daratan negara itu.

Pemerintah daerah juga harus bertindak tegas menghentikan aktivitas tambang pasir illegal yang marak di Kepri seperti yang terjadi di Batam, Bintan dan Karimun. Di Pulau Bintan saja terdapat puluhan penambang pasir illegal yang dilakukan secara terbuka dan ironisnya tidak ada tindakan hukum apapun dari aparat.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Bintan, Wan Rudi mengatakan, pihaknya sudah melakukan penyetopan terhadap aksi penambang pasir tradisional liar itu, terutama di luar dari RTRW. Namun aksi serupa masih terjadi dan makin marak dilakukan tanpa mengindahkan aturan yang sudah ditetapkan.

Wan Rudi menyebutkan, saat ini ada 12 tambang rakyat yang tidak memiliki izin resmi dari Pemerintah melakukan penambangan bebas di wilayah Kalang Batang, Kecamatan Bintan Timur dan sejumlah daerah lainnya. Sementara itu, ada tiga perusahaan tambang pasir yang mendapat ijin melakukan penambangan, antara lain PT Sri Panorama, PT Bintan Inti Sukses (BIS) dan PT Sanindo.

“Pasir darat yang sudah ditambang hanya diperbolehkan dijual untuk kebutuhan dalam negeri tidak untuk ekspor,” katanya.
Aktivitas penambangan pasir illegal juga marak di Batam dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Batam hingga saat ini terus menyelidiki aktivitas penambangan pasir liar di Tanjungbemban, Nongsa yang merupakan pusat penambangan pasir illegal di Batam.

Kepala Bapedal Batam Dendi N Purnomo mengatakan, maraknya penambangan pasir di Batam disebabkan tingginya permintaan dan ada beking dari oknum aparat.

“Dari hasil pemeriksaan sementara terhadap penambang pasir illegal, ada oknum aparat yang terlibat dalam aktivitas penambangan tersebut dan oknum itu ikut membiayai penambangan liar itu,” kata Dendi. (gus)

Tunggakan Dana Bergulir di Batam Mencapai Rp9,7 Miliar

BATAM - Dana bergulir yang dikucurkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pasar Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (PMPK-UKM) Kota Batam sejak tahun 2001 hingga 2011 mencapai 19,2 miliar rupiah, dan dari jumlah itu yang baru dikembalikan 9,2 miliar rupiah, sisanya yang masih menunggak sejumlah 9,7 miliar rupiah.

Kepala Dinas PMPK-UKM Kota Batam, Amsakar Achmad mengatakan, sejak tahun 2001 hingga 2011 telah dikucurkan dana bergulir 19,2 miliar rupiah untuk usaha mikro dan koperasi. Lembaga penerimanya sebanyak 1.105 mitra binaan di Dinas PMPK-UKM yang terdiri atas 900 mitra perorangan, 128 koperasi dan 77 mitra lainnya. Dari jumlah dana yang telah disalurkan tersebut, hanya 9,2 miliar rupiah yang dikembalikan sedangkan 9,7 miliar rupiah lagi masih tertunggak.

“Setiap tahun Pemko Batam menganggarkan dana miliar rupiah untuk usaha mikro dan koperasi, sayangnya dana bergulir tersebut masih banyak yang tertunggak dan petugas kesulitan menagihnya,” katanya, Jumat (2/3).

Untuk menagih dana bergulir yang masih tertunggak, Pemko Batam menerjunkan delapan petugas penagih yang melakukan penagihan terhadap mitra-mitra binaan Dinas PMPK-UKM yang belum mengembalikan seluruh dana bergulir yang pernah diterima. Namun, para petugas mengalami kesulitan dalam menagih disebabkan beberapa kendala, seperti tidak adanya jaminan dari mitra binaan penunggak yang bernilai ekonomis dan sudah tercipta kesan di masyarakat jika dana bergulir dianggap sebagai dana hibah sehingga tidak ada tuntutan ataupun kewajiban bagi mereka yang menerima untuk mengembalikan dana tersebut.

Selain menerjunkan petugas penagihan, Pemko Batam jugua melakukan inventarisasi mitra binaan yang belum melunasi pinjaman dana bergulir melibatkan auditor independen. Pasaln ya, dana bergulir yang pernah dipinjam masyarakat wajib dikembalikan, kecuali peminjam telah meninggal dunia.

Peminjam memiliki tanggung jawab sosial untuk segera mengembalikan dana bergulir yang pernah dipinjamnya. Karena ini akan berdampak dengan dana bergulir yang akan diberikan pada tahun berikutnya dan kesempatan masyarakat lainnya untuk mendapatkan dana bergulir.

"Pinjaman dana bergulir harus dikembalikan oleh peminjam, tidak ada alasan bagi peminjam untuk tidak mengembalikan," katan ya.

Menurut Amsakar, Meskipun masih cukup besar tunggakan dana bergulir namun saat ini sudah tumbuh kesadaran dari masyarakat untuk bertanggung jawab mengembalikan dana tersebut. Pada tahun 2011 saja tingkat pengembalian peminjam dana bergulir atau pembayaran angsuran mencapai 100 persen, meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Adapun jumlah dana yang disalurkan tahun 2011 sebanyak 2 miliar rupiah.

Untuk mengantisipasi macetnya pengembalian dana bergulir, katanya, Pemko Batam melakukan antisipasi dengan membuat mekanisme kelayakan usaha dan survey yang harus dijalankan oleh petugas. Sehingga peluang untuk pengembalian macet bisa diminimalkan.

“Kalau tingkat pengembalian bagus, tentunya alokasi tahun berikutnya bisa lebih ditingkatkan," katanya. (gus).

Kawasan Hinterland Batam Kekurangn Guru

BATAM – Kawasan hinterland Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau yang terdiri dari beberapa pulau diketahui kekurangan guru setingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Akibatanya, banyak sekolah tidak melakukan aktivitas belajar mengajar dan banyak siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya.

Tokoh masyarakat Pulau Buluh, Juni Rudiarto mengatakan, sejumlah pulau di sekitar Batam yang disebut dengan daerah hinterland hingga saat ini masih kekurangan tenaga pengejar atau guru dari tingkat SD hingga SLTA. Akibatnya, banyak siswa yang tidak dapat melanjutkan pendidikannya meskipun fasilitas sekolah tersedia.

“Minimnya fasilitas di daerah hinterland seperti sarana transportasi, air bersih, telekomunikasi dan lainnya menyebabkan sejumlah guru yang ditempatkan di daerah ini tidak bertahan lama sehingga kami selalu kekurangan guru,” katanya, Kamis (1/3).

Untuk itu, Juni berharap Pemerintah Kota Batam bias mengatasi krisis guru di Hinterland, misalnya dengan memberdayakan mahasiswa yang sedang praktek kerja lapangan atau Kuliah Kerja Nyata agar mau praktek di Hiterland. Kemudian, untuk jangka panjang diharapkan ada solusi kongkrit dari Pemko Batam dengan menambah guru ke kawasan itu.

Walikota Batam, Ahmad Dahlan mengatakan, secara keseluruhan Batam memang masih kekurangan tenaga pengajar yakni sekitar 931 guru. Oleh karena itu, Pemkoba melakukan berbagai upaya untuk menutupi kekurangan dengan menambah guru honorer.

Sementara itu, di daerah Hinterland memang masih banyak kekurangan guru karena banyak guru yang telah ditempatkan kembali lagi disebabkan kurangnya fasilitas untuk melakukan aktivitas mengajar di daerah itu. Oleh karenanya, Ahmad Dahlan berharap masyarakat Hinterland khususnya mahasiswa yang telah selesai kuliah dapat menjadi guru di daerah tersebut. Kemudian dalam jangka panjang, Pe mko Batam juga akan menambah guru di Hinterland.

"Kondisi rumah guru banyak yang tidak layak huni dan di hampir seluruh daerah di hinterland memiliki masalah yang sama sehingga banyak guru yang sudah ditempatkan kembali lagi,” katanya.

Sementara itu jumlah anak-anak hinterland yang menjadi guru juga masih sedikit. Dari jumlah guru di Kota Batam, kata Dahlan, guru yang berasal dari anak hinterland tidak sampai satu persen. Akhirnya, banyak anak hinterland tamatan SMA yang dijadikan guru, untuk menutupi kekurangan guru di sejumlah sekolah di hinterland.(gus)

Investor Asing Mulai Pertanyakan Keamanan Batam



BATAM – Sejumlah investor asing mulai mempertanyakan keamanan dan kenyamanan di Batam terkait maraknya aksi demo atau unjuk rasa anarkis yang dilakukan ribuan buruh selama beberapa hari terakhir.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Ir Cahya mengatakan, telah mendapat telpon dari sejumlah pengusaha asing di Batam terkait maraknya aksi unjuk rasa ribuan buruh di sejumlah perusahaan beberapa hari terakhir yang menuntut tunjangan perumahan dan upah tambahan (upah sundulan). Investor asing tersebut kuatir dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan buruh tersebut karena selalu disertai dengan tindakan anarkis dan pendudukan pabrik serta mengajak mogok kerja kepada karyawan lain yang ingin bekerja.

“Kalau demo sampai mengancam menutup pabrik, memaksa semua pekerja hrs ikut demo maka itu sudah kelewatan dan Investor bisa lari tunggang langgang dan Batam bisa bangkrut dalam waktu singkat,” katanya kepada Koran Jakarta, Selasa (28/2).

Seperti yang terjadi pada saat aksi unjuk rasa yang dilakukan buruh di PT sanmina, unisem, varta, nutune, noble dan japan servo beberapa hari lalu dan masih terjadi saat ini. Para buruh tersebut melakukan aksi unjuk rasa dengan menduduki pabrik serta mengajak karyawan mogok kerja. Akibatnya, investor merugi miliaran rupiah karena produksi terhenti dan order yang seharusnya dikirim tidak bisa dilakukan.

Cahya kuatir jika, aksi unjuk rasa bersipat anrkis tidak segera dihentikan maka akan semakin banyak perusahaan asing di Batam yang pindah ke negara lain seperti Vietnam dan Malaysia. Saat ini saja sudah ada puluhan perusahaan asing yang menutup pabriknya dan berencana pindah ke negara lain.
Menurutnya, kalangan industri di Batam saat ini sedang dihantui oleh aksi unjuk rasa yg menjurus pada tindakan anarnkis untuk memaksakan kehendak, terutama dalam pembahasan upah sundulan dan tunjangan tunjangan di perusahaan. Seperti yang terjadi di PT Sanmina, dimana pekerja memaksa perusahaan menaikkan upah sundulan dan memberikan tunjangan perumahan yang besarannya ditentukan mereka sendiri.

Cahya mengingatkan bahwa, UMK hanya diperuntukkan kepada mereka yg bekerja 0-1 tahun, dan wajib mendapatkan upah minimum sesuai UMK yang berlaku saat ini yakni 1,41 juta rupiah per bulan. Jika ada pengusaha yg membayar dibawah upah di bawah UMK maka pekerja bisa melaporkannya ke Disnaker atau bisa juga ke Apindo.

“Bagi pekerja yang sudah bekerja diatas satu tahun, tentu akan mendapat upah diatas UMK, tapi besarannya tergantung pada kemampuan perusahaan, dan tidak ada peraturan yg mengatur besaran dan persentasi sundulan itu. Begitu juga dengan besaran tunjangan lainya sehingga pekerja tidak bisa memaksakan kehendaknya sendiri,” katanya.

Oleh karena itu, Cahya minta aparat kepolisian untuk bisa menjaga keamanan di Batam dengan sebaik baiknya dan menegakan hukum secara adil agar pengusaha bisa tenang melakukan bisnis. Bagi pekerja yang melakukan unjuk rasa secara anarkis diharapkan segera diambil tindakan untuk diberi sangsi sesuai dengan instruksi Presiden SBY yang meminta agar siapapun yang bertindak anarkis harus ditertibkan.

Pemerintah daerah dan Disnaker juga diminta untuk berperan dan mengambil sikap tegas dalam menjalankan kebijakannya, contohnya dengan memanggil pekerja yang melanggar aturan. Selama ini, pemerintah hanya berani memanggil pengusaha yang melanggar aturan, mestinya sikap yang sama juga bisa
dilakukan pemerintah daerah terhadap pekerja.

“Kami minta semua pihak untuk sama sama menjaga iklim usaha yang kondusif untuk pulau batam, dan jangan membiarkan sekelompok orang merusaknya karena Batam sudah dibangun dengan susah payah dan kita tidak rela Batam dihancurkan,” katanya.

Sementara itu, aksi unjuk rasa ribuan buruh hingga saat ini masih terjadi di sejumlah perusahaan seperti yang terjadi di PT Nutune. Para pekerja yang berunjuk rasa bahkan menghalau masuknya truk yang mengangkut barang milik perusahaan itu. Penghadangan dilakukan karena buruh marah dan menolak asset perusahaan dikeluarkan sebelum tuntutan dipenuhi.

PT Nutune sendiri berencana menutup pabriknya di Batam karena berbagai alasan seperti turunya order dan penyebab lain. Para pekerja menuntut sejumlah pesangon yang harus dibayarkan oleh perusahaan sebelum memindahkan seluruh mesinnya ke negara lain. (gus).

Soal Tata Niaga Terigu

Anggota DPR RI, Hary Azhar Azis mengatakan, Pemerintah perlu mulai memikirkan untuk menata ulang kebijakan tata niaga terigu dengan membuka akses seluas luasnya bagi pengusaha atau importir untuk mendatangkan terigu dari luar negeri. Dengan demikian, diharapkan nantinya akan terjadi persaingan bisnis sehat yang dapat menekan harga terigu di pasar domestik.

“Jika disinyalir telah terjadi monopoli dalam tataniaga terigu maka pengusaha bisa mengadukan hal itu ke KPPU untuk di selidiki,” katanya kepada Koran Jakarta, Selasa (28/2).

Menurut Hary, pada prinsifnya pemerintah bisa mendatangkan terigu dari negara manapun namun yang terpenting harganya bisa disepakati kedua belah pihak. Oleh karena itu, ketergantungan terhadap impor dari satu negara ataupun satu perusahaan mestinya bisa dihindari agar tidak terjadi monopoli.
Terkait dengan dugaan kolusi pejabat KADI dengan pengusaha, Hary menilai hal tersebut mesti ditelusuri lebih dalam, jika memang terbukti maka oknum pejabat dan pengusaha harus diberi sangsi.

DPR RI sendiri, kata dia belum berencana untuk melakukan rapat dengan Kementrian perdagangan terkait tata niaga terigu tersebut namun, jika public mendesak maka hal itu bisa saja segera diagendakan. (gus).

Harga Premium di Lingga Rp16.600 Perliter

LINGGA – Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau mengalami kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) hampir satu tahun, dan kondisi itu telah memicu peningkatan harga bahan bakar tersebut seperti premium yang dijual 25 ribu rupiah per botol air mineral kapasitas 1,5 liter atau 16.600 rupiah per liter. Akibatnya, aktivitas perekonmian warga terganggu dan harga kebutuhan pokok melonjak.

Bupati Lingga, Daria mengakui kelangkaan BBM di daerahnya sudah terjadi cukup lama dan Pemerintah daerah sudah mengajukan permohonan untuk menambah kuota ke Pertamina. Namun, saat itu Pertamina minta agar Pemerintah daerah mengajukan permohonan terlebih dahulu kementrian Pertambangan dan proses tersebut hingga saat ini belum rampung.

"Saya sudah perintahkan kepada pejabat terkait yakni Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk segera menyelesaikan masalah kelangkaan BBM dengan meminta penambahan kuota. Jika kelangkaan ini dibiarkan terus menerus tentunya akan menjadi ancaman ekonomi untuk kabupaten Lingga," katanya, Selasa (28/2).

Saat ini pasokan BBM yang diterima Kabupaten Lingga sejumlah 1.160 kilo liter per bulan yang dikirim ke SPBB Sungai Buluh sebagai satu-satunya agen distributor Minyak BBM di Lingga,. Jumlah 1.160 kilo liter BBM itu terdiri dari 420 kilo liter jenis Minyak Bensin, Solar 280 Kilo liter dan jenis Minyak Tanah 360 kilo liter.

Pendistribusiannya untuk tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Lingga yakni Kecamatan Singkep sebesar 60 persen dari total pasokan, Kecamatan Singkep Barat 20 persen dan Kecamatan Lingga 20 persen.
Harga Naik

Kelangkaan BBM yang terjadi hampir satu tahun di Kabupaten Lingga menyebabkan harganya melonjak hingga tiga kali lipat. Contohnya harga premium yang biasa di jual 5.500 rupiah per liter menjadi 16.600 rupiah per liter atau 25 ribu rupiah per satu botol minuman mineral seukuran 1,5 liter yang dijual pedagang eceran.

Menurut Daria, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium (bensin) di Lingga, saat ini ternyata semakin parah dan jika tidak segera diatasi, dipastikan akan berdampak serius terhadap aktifitas masyarakat yang salah satunya yakni bakal terjadi stagnasi (terhentinya) roda perekonomian di wilayah kepulauan ini.

Salah seorang warga, Lukman (35) mengatakan, langkanya BBM di Lingga bukan terjadi satu-dua bulan tetapi sudah berlangsung lama yang puncaknya terjadi sejak usai lebaran tahun 2011. Ironisnya, walaupun sudah hampir setahun langka ternyata tidak ada tindakan konkret dari pemerintah daerah untuk mengatasi mandegnya distribusi BBM ke daerah ini. Padahal, masyarakat sudah sangat mengeluh karena kelangkaan BBM tersebut betul-betul sudah mengganggu perekonomian dan aktivitas warga.

"Masyarakat Lingga khususnya Dabo, kini benar-benar sudah menjerit karena langkanya BBM. Walaupun sudah bertambah parah dan berlarut-larut, anehnya kondisi ini seolah dibiarkan. Masyarakat sebetulnya mampu untuk membeli premium walaupun harganya tiga kali lipat dari biasa, namun kondisinya saat ini tidak ada bensin yang harus dibeli," kata Lukman.

Ditambahkan, yang lebih parahnya lagi pasokan premium yang dijual pedagangan eceran di Lingga saat ini bukanlah berasal dari jatah daerah tetapi di datangkan dari Jambi. Pasalnya, jatah pasokan dari Pertamina untuk Lingga sudah habis dalam waktu singkat.

“BBM yang dijual pedagangan di Lingga saat ini dipasok para pedagang dari daerah Jambi seperti dari Tanjungjabung Timur, Kuala Tungkal dan lain-lain. Bensin ini sengaja dibeli di Jambi dan dibawa dengan kapal antar pulau ke Lingga,” kata Lukman. (gus).

Hutan Bakau di Kepri Memprihatinkan

BINTAN – Lebih dari 1.400 hektare hutan bakau atau manrove di Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) berubah fungsi menjadi areal pertambangan, perumahan penduduk dan pelabuhan. Akibatnya, ekosistem terganggu dan potensi terjadinya erosi serta abrasi semakin besar.

Kepala Seksi Inventarisasi dan Pemetaan Ruah Dinas Pertanian dan Kehutanan (DPK) Kabupaten Bintan, Ruah Alimaha mengatakan, sekitar 1.400 hektare lahan bakau di wilayah Kabupaten Bintan dibabat tanpa memperdulikan aturan dan saat ini sudah dikuasai warga. Hutan itu telah dijadikan bangunan, rumah, ruko, pelabuhan dan areal pertambangan bauksit.

“Survey yang kami lakukan tahun 2009 menyebutkan dari 12.900 hektar hutan bakau di Bintan yang sudah berubah fungsi dan dikuasai warga sebanyak 1.400 hektare,” katanya, Senin (27/2).

Hutan bakau yang sudah rusak dan dikuasai warga tersebut terletak di daerah Batu Lichin, Mantang dan Teluk Sasah. Ironisnya, sebagian dari bekas hutan bakau tersebut telah bersertifikat dan saat ini sudah menjadi areal pemukiman. Selain itu, banyak juga yang menjadi areal pertambangan bauksit sebab kandungan kadar bauksit di sana cukup tinggi, khususnya di daerah Mantang.

Menurut Ruah, Pemerintah Daerah sudah melarang pembabatan hutan bakau bahkan ada sejumlah warga yang dikenakan sangsi karena kedapatan menebang hutan bakau. Namun, aksi warga membabat hutan bakau terus berlangsung.

Ruah kuatir jika aksi warga terus berlangsung maka keberadaan hutan bakau di Kabupaten Bintan semakin berkurang sehingga dapat memicu bencana ekologis. Hutan bakau atau Mangrove berfungsi menjaga kestabilan garis pantai, melindungi pantai dari erosi dan abrasi, menahan sedimen dan bertindak sebagai kawasan yang melakukan penyanggaan proses intrusi atau rembesan air laut ke darat. Hutan bakau juga berfunsgi sebagai habitat dan sumber makanan bagi sejumlah makhluk hidup.

Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bintan, Yudha Inangsa mengatakan, rusaknya hutan bakau dan sebagian hutan konservasi di Bintan disebabkan belum jelasnya peta kawasan lindung di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), sebab meski Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Bintan sudah disahkan bulan Nopember 2011 lalu, namun perda tersebut terutama yang mengatur kawasan lindung masih dibahas di tingkat provinsi.

"Saat ini kawasan lindung masih didiskusikan oleh pihak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepri bersama dengan Kementerian Kehutanan RI, tentang penetapan kawasan hutan lindung. Pihak Pemrpov Kepri juga masih membahas bersama unsur terkait, jadi kita masih menunggu hasilnya," katanya.

Perda tersebut sangat penting untuk memaduserasikan kawasan hutan lindung yang ada di Kabupaten Bintan dengan Kementerian Kehutanan, seperti dimana-mana saja area yang dijadikan kawasan hutan lindung dan lainnya. Dengan demikian, aparat bisa bertindak dengan tegas terhadap kawasan lindung yang nantinya di eksploitasi warga.

Menurutnya, dalam melakukan padu serasi bersama pemprov dan Kemenhut, nantinya akan ada status wilayah menjadi kawasan hutan lindung yang di dalamnya ada hutan produksi, hutan lindung dan hutan konversi. Namun dalam memaduserasikannya, tidak mengurangi atau menghapus suatu kawasan hutan.

Dari data yang dimiliki Pemkab Bintan disebutkan, terdapat 119 ribu hektar luas hutan lindung di Pulau Bintan. Sementara berdasarkan atas ketetapan Menteri Kehutanan yang harus dipenuhi yakni 30 persen atau sekitar 31 ribu hektar. (gus).

Ledakan Pengangguran Mengancam Batam

Kota Batam harus mewaspadai masalah pengangguran yang terus meningkat setiap tahun. Hingga awal 2012 saja terdapat sekitar 12 ribu orang yang tidak memiliki pekerjaan dan angka itu diperkirakan naik signifikan pada saat ini seiring berhentinya kegiatan produksi sejumlah perusahaan asing seperti PT Panasonic, PT Pratama Drydock, PT Nan Indah, PT Drydock GTI dan PT Nutune yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja ribuan buruh.

Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam, Rudi Sakyakirti mengatakan, jumlah pencari kerja di Kota Batam berdasarkan data hingga 31 Desember 2011 sebanyak 25.406 orang. Dari jumlah itu, sebanyak 10.796 sudah ditempatkan ke beberapa perusahaan dan sekitar 3.000 orang sudah mendapatkan pekerjaan langsung. Sedangkan pencari kerja yang belum ditempatkan sekitar 12 ribu orang yang berpotensi menjadi pengangguran terbuka.

“Jika dibanding tahun sebelumnya, jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan meningkat drastis. Pada tahun 2010, jumlah pencari kerja yang belum ditempatkan hanya 7.000 orang dan di akhir 2011 melonjak menjadi 12 ribu orang,” katanya.

Jumlah pengangguran tersebut akan naik signifikan seiring berhentinya kegiatan produksi sejumlah perusahaan asing dipicu order yang terus turun, akibatnya ribuan buruh kehilangan pekerjaan. Beberapa perusahaan yang telah menutup kegiatan produksi dan memberhentikan karyawannya antara lain, PT Panasonic yang memberhentikan 1.200 karyawan, PT Pratama Drydock memberhentikan 575 karyawan dan PT Nan Indah sebanyak 1.050 karyawan serta PT Drydock GTI sebanyak 790 karyawan. Selain itu, beberapa pekan lalu juga telah tutup PT Exas dan menyusul PT Nutune yang akan memberhentikan sekitar 1.000 pekerja. Perusahaan lain yang juga telah menghentikan kegiatan produksinya adalah PT BJ Industries, PT Epson Toyocom, PT Paper Box, PT Kumagaya Precision Motor Batam dan PT Panasonic Battery.

“Tutupnya sejumlah pabrik berpotensi menciptakan ledakan pengangguran sehingga harus diantisipasi oleh berbagai pihak karena bisa memicu permasalahan sosial,” kata Rudi.

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak (Wikipedia). Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi tiga macam yakni, Pengangguran Terselubung atau Disguised Unemployment adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. Setengah Menganggur atau Under Unemployment adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Lalu, Pengangguran Terbuka atau Open Unemployment adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.

Di Kota Batam, sebagian besar pengangguran dikelompokan sebagai pengangguran terselubung atau Disguised Unemployment karena meskipun tidak bekerja secara resmi di perusahaan dengan jam kerja 8-10 jam tetapi banyak yang memanfaatkan waktunya dengan berdagang atau membantu orang lain bekerja.

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepulauan Riau yang juga Ketua Apindo Batam, OK Simatupang mengatakan, tingginya jumlah pengangguran disebabkan beberapa faktor antara lain, minimnya keterampilan dan pendidikan yang dimiliki para pencari kerja di Batam sehingga tidak tertampung di perusahaan, kemudian disebabkan tutupnya sejumlah perusahaan yang menyebabkan banyaknya pekerja yang di PHK. Faktor lainnya adalah tidak ada perusahaan baru yang membuka pabriknya di Batam selama satu tahun terakhir.

“Selama satu tahun terakhir belum ada satupun PMA yang merealisasikan investasinya di Kota Batam ,” katanya.

Ketua Apindo Kepri, Ir Cahya menambahkan, selama beberapa tahun terakhir, Batam memang menghadapi panceklik investor asing karena belum ada perusahaan baru yang membuka pabriknya. Itu menunjukan bahwa implementasi free trade zone di kawasan Batam belum mampu menggenjot pertumbuhan industry.

“Badan Pengusahaan (BP) Batam yang dahulu bernama Otorita Batam sering memberikan data pertumbuhan industri yang tinggi, padahal tidak ada investasi baru karena yang ada hanya relokasi dari satu kawasan industry ke kawasan industry lainnya di Batam,” kata Cahya.

Kondisi itu memicu terjadinya ledakan pengangguran karena banyak para pencari kerja dari berbagai daerah di Indonesia yang awalnya berpikir mudah mendapatkan pekerjaan di Batam ternyata sulit memperoleh pekerjaan. Hal ini harus segera diantisipasi karena bisa menimbulkan persoalan baru yakni masalah sosial dan tindakan kriminal.
Salah satu hal yang harus dibenahi pemerintah adalah menghilangkan hambatan investasi guna menciptakan iklim investasi yang kondusif. Selama ini, system birokrasi yang ada di Batam dinilai masih menjadi factor terbesar bagi hambatan investasi karena setiap instansi seperti Dewan Kawasan, Badan Pengusahaan Kawasan, Bea Cukai dan Pemerintah kota Batam belum bersinergi positif, bahkan malah sering kebijakan yang dikeluarkan lembaga tersebut tumpang tindih yang menimbulkan kebingungan bagi investor.

“Industri di Batam masih menanggung ongkos produksi yang cukup tinggi sehingga sulit bersaing,” katanya.

Menurut Cahya, banyak negara di dunia saat ini menjalankan program yang sama dengan Indonesia dalam menarik investor asing yakni dengan membelakukan status FTZ terhadap beberapa daerahnya seperti yang dilakukan Malaysia, China dan Vietnam. Oleh karena itu, persaingan untuk menarik investor global semakin ketat. Jika Indonesia khususnya Batam tidak membenahi birokrasi dan infrastruktur maka daya saingnya akan terus menurun sehingga akan semakin sulit mendapatkan investor baru.
Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Riau, Nursyafriadi mengatakan, tingginya angka pengangguran di Batam harus menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Batam dan Badan Pengusahaan Kawasan agar lebih kreatif dan inovatif menjaring investor asing untuk mau menanamkan modalnya di kota Batam.

“Perkembangan kota Batam dengan status FTZ (free trade zone) tidak sesuai dengan yang diinginkan, bahkan terindikasi tidak bisa bersaing dengan kawasan indutri lainya di negara tetangga. Kondisi itu dipengaruhi oleh pelayanan satu atap yang tidak berjalan maxsimal, kepastian hukum belum jelas dan masih maraknya pungutan liar,” katanya.

Menurut Nursyafriadi, sejak perubahan status Batam sebagai kawasan FTZ tahun 2007 lalu, perkembangan ekonomi tidak secepat yang diharapkan. Industri belum tumbuh secara maksimal dan belum banyak investor asing yang mau menanamkan modalnya di Batam. Untuk itu, perlu adanya reformasi perijinan di Kota Batam agar bisa bersaing dengan kawasan sejenis di negara tetangga.

Jika Pemko Batam dan BP Batam tidak segera membenahi iklim investasi di Batam maka sulit mendatangkan investor baru ke daerah ini sehingga lapangan kerja baru tidak akan tercipta. Dengan demikian angka pengangguran akan terus melesat. (gus).

Ekonomi Batam Mengkhawatirkan

BATAM – Kondisi ekonomi Batam diprediksi mengalami perlambatan tahun ini menyusul tutupnya sejumlah perusahaan asing dan belum adanya realisasi investasi baru pada kuartal pertama 2011, kondisi itu diperparah dengan maraknya aksi unjuk rasa buruh.

Pengamat ekonomi yang juga Dosen di salah satu perguruan tinggi Batam, Ahmadin mengatakan, kondisi ekonomi di Batam saat ini mengalami perlambatan dan terlihat melesu menyusul langkah sejumlah perusahaan yang menutup pabriknya. Kondisi itu diperparah dengan belum adanya realisasi rencana investasi dari sejumlah penanam modal asing (PMA) hingga mendekati akhir kuartal pertama tahun ini.

“Kondisi ekonommi Batam yang kurang kondusif saat ini dipicu situasi chaos beberapa bulan lalu saat terjadi aksi unjuk rasa yang berujung pada tindakan kerusuhan dan anarkis. Insiden itu cukup mempengaruhi kenyamanan investasi di Batam,” katanya, Minggu (26/2).

Ditambahkan, pada akhir tahun 2011 lalu terdapat sekitar 9 PMA yang berniat berinvestasi di Batam, namun hingga saat ini belum jelas realisasinya. Jika hingga akhir Maret 2012 belum juga ada realisasi investasi baru, maka pertumbuhan ekonomi Batam tahun 2012 ini akan berat.
Lesunya kondisi ekonomi di Batam, kata Ahmadin terlihat dari sepinya sejumlah kawasan industry seperti yang dialami Kawasan Industri Batamindo yang merupakan kawasan industri terbesar di Batam.

Humas yang juga Manager CSR Batamindo, Andi Mapisangka mengatakan, jumlah PMA di kawasan Batamindo cenderung menurun dan saat ini hanya ada sekitar 60 perusahaan, lebih rendah disbanding tahun sebelumnya yang mencapai 77 perusahaan.

“Kawasan Industri Batamindo sejak awal menjadi primadona bagi para pengusaha dan pekerja namun belakangan kurang diminati dan bahkan sejumlah perusahaan banyak yang relokasi dan menutup pabriknya,” kata Andi.

Tutupnya pabrik perusahaan tersebut disebabkan banyak factor antara lain, tidak ada lagi order produksi, kalah bersaing dengan perusahaan yang memproduksi produk sejenis, sahamnya dikuasai oleh perusahaan lain ataupun sebab lainnya.

Menurut Ahmadin, Pemerintah Kota Batam dan BP Batam harus melakukan terobosan baru untuk mengembalikan iklim investasi Batam agar kembali bergairah sehingga investor asing mau menanamkan modalnya kembali ke daerah ini.

“Harus ada upaya dari Walikota Batam untuk mengalirkan investasi asing ke daerah ini,” katanya.

Salah satu caranya dengan memberi kepastian hukum dan menciptakan hubungan kerja yang baik antara pekerja dan perusahaan. Selama ini, Pemerintah kota Batam seolah membiarkan situasi yang kurang harmonis antara pekerja dan perusahaan sehingga sering terjadi unjuk rasa yang berakhir dengan tindakan anarkis.

“Hubungan industrial yang dilakukan Pemerintah Kota Batam selama ini kurang baik. Selain itu, forum tripatrit yang dipimpin Walikota Batam, Ahmad Dahlan juga dinilai tidak berjalan secara maskimal. Kegiatan pertemuan forum sangat minim diadakan sehinga komunikasi kurang terbangun,” kata Ahmadin.

Peran pemerintah dalam menciptakan hubungan harmonis antara pekerja dan pengusaha masih kurang. Hubungan industrial yang terjadi selama ini hanya sekedar membahas soal UMK dan tidak pernah membahas mengenai kondisi yang dihadapi oleh pengusaha. Padahal kondisi yang dihadapi oleh pihak industri saat ini, sepatutnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah Kota. Sebab, yang dihadapi oleh pihak pengusaha saat ini, bukan saja masalah orderan. Tapi tidak adanya regulasi yang jelas, ditambah lagi masih adanya pungutan liar.

Koordinator Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Suprapto mengatakan, mestinya Pemerintah Kota Batam dan BP Batam berperan lebih banyak dalam menghadapi situasi ekonomi saat ini ketika sejumlah perusahaan di Batam berencana akan tutup karena berbagai alasan.

"Bisa dikatakan tidak ada peran pemerintah daerah, terutama Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) ataupun BP Batam dalam mengantisipasi perusahaan-perusahaan yang akan tutup," katanya.

Minimnya peran pemerintah daerah itu terlihat di setiap pembahasan mengenai upah ataupun
kompensasi menjelang pemutusan hubungan kerja (PHK), semua penyelesaian hanya dilakukan oleh karyawan atau serikat pekerja dengan perusahaan. Bahkan terkadang perusahaan sudah tutup, pemerintah baru mengetahui atau mendengar kabarnya. Padahal informasi akan hengkang dan tutupnya sebuah perusahaan, apalagi perusahaan PMA, akan cepat diketahui jika pemerintah aktif melakukan pengawasan dan melihat kondisi perusahaan secara langsung. (gus).