BATAM – Beberapa oknum Jaksa di Batam tertangkap tangan memeras Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam dan Pengusaha yang mengerjakan proyek batu miring pemecah ombak senilai 200 juta rupiah.
Ali Akbar, Konsultan proyek batu miring pemecah ombak di Batam mengatakan, dia dihubungi sejumlah jaksa dan salah satunya Jaksa Jufrizal meminta uang 200 juta rupiah ke kantor Kejaksaan Kota Batam agar proyek yang sudah dikerjakanya tidak di usut.
“Proyek yang kami kerjakan itu nilainya 900 juta rupiah sudah selesai dan sudah diserahterimakan kepada Pemko Batam. Selama ini tidak ada masalah dengan proyek itu sehingga sewaktu Jaksa Jufrizal meminta uang untuk menutup kasus itu menjadi tanda Tanya besar bagi saya,” katanya, Kamis (2/2).
Karena terus di desak untuk menyerahkan uang sebesar 200 juta rupiah, Ali Akbar bersama rekanya di Dinas Pekerjaan Umum Kota Batam, Suratno yang menangani proyek itu akhirnya pada malam pukul 21.00 wib tanggal 1 Februari bersedia menyerahkan uang tersebut di depan Hotel Haris Batam centre. Namun, sebelumnya Ali Akbar sudah menghubungi polisi dan anggota FPI untuk dilakukan penggerebekan.
Selanjutnya, ketika uang diserahkan kepada Jaksa Jufrizal, Polisi dan Anggota FPI segera menangkap Jufrizal dan rekannya, namun Jufrizal melarikan diri dan diteriaki maling sehingga massa yang berada di lokasi melakukan pemukulan terhadap oknum Jaksa tersebut.
Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Batam, Abdul Faried membenarkan kasus penangkapan yang dialami Jaksa Jufrizal. Namun, dia membantah jika oknum pejabat Kejaksaan Batam ikut terlibat dalam kasus tersebut.
“Jufrizal memang benar Jaksa di Batam dan pemerasan yang dilakukannya tidak ada kordinasi dari kantor Kejaksaan sehingga saya menduga itu inisiatif pribadi,” katanya.
Ketua Komisi Kejaksaan (komjak), Halius Hosein mengatakan, pada awal tahun ini sudah ada beberapa laporan tentang tindakan oknum jaksa nakal yang melakukan pemerasan. Selain pemerasan, banyak juga jaksa nakal yang melakukan perbuatan tercela dengan tawar menawar pasal yang dikenakan terdakwa hingga mengancam menjerat sebagai tersangka jika tidak menyerahkan sejumlah uang.
“Sayangnya, banyak kasus jaksa nakal yang tidak diteruskan ke ranah pidana, paling hanya tindakan disiplin atau pencopotan jabatan structural,” katanya.
Contohnya, kasus pemerasan yang dilakukan Kepala Kajari Takalar, Rakhmat Harianto terhadap Rommy Hartono yang terjadi beberapa waktu lalu. Dalam kasus itu, Rakhmat Harianto sangat jelas memeras Rommy sebesar 500 juta rupiah, padahal Rommy statusnya sebagai saksi dalam kasus pengadaan bus air dan kapal penyeberangan di Dinas Perhubungan Kabupaten Takalar. Permintaan uang oleh jaksa tersebut direkam oleh Rommy sehingga sudah sangat kuat bukti pemerasannya.
“Rekaman pemerasanya ada yang bisa dijadikan bukti kuat, tapi anehnya Rakhmat Harianto seorang pejabat negara yang mustinya memberi contoh baik tidak diambil tindakan pidana,” katanya.
Alasan penyidik pada saat itu adalah alat bukti yang tidak cukup, kata Halius padahal bukti rekaman dan transkip pembicaraan serta pengakuan saksi sudah sangat jelas telah terjadi tindakan pemerasan. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar