BATAM – Banyak pasar tradisional di Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau yang dibangun pemerintah dan swasta kondisinya sangat memprihatinkan, tidak ada aktivitas jual beli dan berubah fungsi menjadi kamar kos.
Kepala Dinas PMPK-UKM Kota Batam, Amsakar Achmad mengatakan, pemerintah kota Batam sudah berupaya untuk menghidupkan sejumlah pasar tradisional yang mangkrak karena sepi dari aktivitas jual beli. Misalnya dengan membangun sejumlah fasilitas umum, mendesain ulang kondisi fisik pasar hingga memberi fasilitas sewa gratis kepada pedagang selama tiga bulan. Namun, langkah pemerintah tersebut belum efektif untuk meningkatkan aktifitas jual beli di pasar tradisional.
“Kami bahkan sudah member fasilitas sewa gratis kepada para pedagang selama tiga bulan, namun anehnya setelah bulan ke empat ketika akan ditarik retribusi para pedagang pindah,” katanya, akhir pekan lalu.
Pemko Batam juga melakukan langkah ekstrim dengan mengajak pihak swasta untuk mengelola pasar tradisonal seperti pasar induk Jodoh yang dibangun dengan dana miliaran rupiah dan awalnya diharapkan menjadi ikon pasar tradisional di Batam. Namun setelah dikelola swasta kondisi pasar tidak mengalami perubahan tetap sepi dari aktivitas jual beli bahkan kondisinya saat ini sangat memprihatinkan karena ruang kios sudah berubah fungsi menjadi kamar kos.
Selain pasar induk jodoh, pasar Seroja Dapur 12 dan Pasar Melayu juga hampir mengalami nasib yang sama seperti pasar induk Jodoh. Bedanya di kedua pasar tersebut masih ada ruko di bagian depan dan samping yang ada penyewanya dan masih beroperasi. Sementara untuk pasar basah yang ada di dalam, sudah kosong melompong. Hanya sekitar 10 persen bangunan yang beroperasi di pasar itu.
Menurut Amsakar, banyaknya tempat yang kosong di Pasar Melayu, akhirnya membuat pihak-pihak tertentu memanfaatkannya untuk hal-hal negatif seperti menjadi lokasi prostitusi dan judi. Kondisi itu sering membuat warga sekitar resah sehingga perlu tindakan tegas dari pemerintah untuk mengembalikan fungsi pasar sebagaimana mestinya.
Salah seorang pedagang di pasar Seroja Dapur 12 Kelurahan Sei Pelunggut, Sagulung, Jasri mengatakan, sepinya pasar dari aktivitas jual beli disebabkan lokasi yang tidak strategis. Terbukti, para pedagang yang menempati kios di pasar ini hanya bertahan sekitar tiga bulan pertama saja saat pasar baru diresmikan. Itu pun, karena pemerintah menggratiskan biaya sewa untuk tiga bulan pertama, termasuk untuk pembayaran listrik dan air.
Namun begitu masuk bulan keempat, saat retribusi pembayaran mulai diterapkan, satu per satu pedagang pergi. Hingga tidak ada lagi pedagang yang berjualan di tempat tersebut.
"Pembeli sepi, daripada harus merugi, mendingan cari tempat yang lebih baik," kata Jasri.
Ditambahkan, beberapa bangunan yang ada di pasar yang terlihat kosong tak berpenghuni. Saat ini lebih sering dimanfaatkan sebagai tempat nongkrong warga baik siang maupun malam hari. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar