Batam terasa istimewa dibanding daerah lain, betapa tidak investasi yang dikeluarkan Pemerintah telah mencapai triliunan rupiah sejak 1971, daerah ini juga mendapat keistimewaan regulasi dibanding daerah lain. Harapan pemerintah, Batam tumbuh menjadi daerah industri maju agar dapat menampung banyak tenaga kerja. Sayangnya, pertumbuhan industri dan investasi saat ini seolah terseok, bahkan sejumlah perusahaan asing yang sudah ada malah pindah.
Tahun 1971 merupakan awal pembangunan pulau Batam setelah mantan Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden no 74 tahun 1971 tentang pengembangan pembangunan Pulau Batam. Pada tahun tahun berikutnya, pemerintah mengeluarkan sejumlah regulasi yang memberi akses dan kemudahan bagi pengelola pulau Batam kala itu yakni Otorita Batam untuk menarik investor sebanyak banyaknya guna mengembangkan pulau seluas 41.500 hektare tersebut.
Sejalan dengan itu, Pemerintah menginvestasikan dana triliunan rupiah untuk membangun sejumlah infrastruktur seperti jalan, jembatan, fasilitas publik dan lainnya. Dana yang sudah dikeluarkan itu tidaklah gratis, sebab ada visi yang ingin dicapai pemerintah yakni menjadikan Batam sebagai kawasan tujuan investasi terkemuka di Asia Pasifik. Sedangkan misi yang ingin diwujudkan pemerintah ada enam yaitu, menyediakan jasa kepelabuhan kelas dunia, menjadikan kawasan industri yang berdaya saing internasional, menjadikan kawasan perdagangan bertarap internasional, menjadikan daerah tujuan wisata bertarap internasional, mengembangkan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan infrastruktur bertaraf internasional.
Menilik visi dan misi yang ingin dicapai pemerintah terhadap kondisi Batam saat ini agaknya masih jauh dari harapan, meskipun sudah lebih 40 tahun pulau ini dikelola. Sebut saja misalnya visi Batam menjadi kawasan tujuan investasi terkemuka di Asia Pasifik. Fakta yang terjadi justru Batam jauh tertinggal dibanding kawasan industri di Johor dan China padahal kawasan industri di negara tersebut banyak belajar dari Batam saat awal didirikan.
Sejumlah pejabat pemerintahan di Batam mengkambinghitamkan pemerintah pusat sebagai penyebab lambatnya pertumbuhan industri didaerah itu, karena dinilai tidak serius membangun Batam.
“Lambatnya pertumbuhan industri di Batam salah satu faktor penyebabnya karena lambatnya revisi PP no 02 tahun 2009 (tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta berada di kawasan FTZ) yang dilakukan pemerintah, faktor lainya adalah belum seluruhnya kewenangan pemerintah pusat diserahkan ke daerah,” kata Kepala Subdirektorat Investasi Badan Pengusahaan Batam, Yayan Ahyar.
Sementara itu, pebisnis di Batam justru menyalahkan pejabat di daerah, utamanya BP Batam karena dinilai lebih banyak mengurusi bisnis warisan Otorita Batam yang masih dikelola lembaga itu seperti bisnis rumah sakit, pelabuhan udara, pelabuhan laut, penarikan pajak tanah atau UWTO (Uang wajib tahunan otorita) dan lainnya. Sementara itu, upaya promosi dan negosiasi menarik investor asing yang merupakan tujuan utama keberadaan dirasa kurang maksimal pengerjaanya.
Faktanya, tidak banyak investor asing yang masuk ke Batam sejak lima tahun terakhir, yang terjadi justru sejumlah perusahaan asing yang sudah ada memilih untuk memindahkan pabriknya ke negara lain. Misalnya, Panasonic dan baru baru ini Perusahaan elektronik Jepang PT Exas Batam Indonesia diketahui telah menghentikan kegiatan produksinya sejak Jumat (30/12), dan menyusul PT Nuptune atau Thomson juga dikabarkan akan menutup pabriknya di Batam.
Kepala Bank Indonesia Batam, Elang Tri Praptomo dalam kajian ekonomi regional Provinsi Kepri menyebut kinerja industri di Batam selama 2011 memang mengalami perlambatan. Laju pertumbuhan sektor industri pada triwulan tiga 2011 lebih rendah dibanding periode sebelumnya dari 9,41 persen menjadi 6,71 persen. Itu disebabkan melandainya pertumbuhan sektor industri pengolahan seperti elektronik dan alat angkutan atau kapal yang merupakan kontributor utama dalam pertumbuhan industri secara keseluruhan di FTZ BBK.
“Mayoritas perusahaan di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) diperkirakan mengalami penurunan penjualan sekitar 3,0 persen sepanjang tahun 2011 dipicu turunya permintaan dari Eropa dan Amerika serta Jepang sebagai dampak dari bencana Tsunami beberapa waktu lalu,” katanya.
Selain sektor industri elektronik yang mengalami penurunan, industri alat angkutan atau perkapalan juga menurun akibat krisis Eropa dan Amerika Serikat. Itu terlihat dari rata rata utilisasi terpakai perusahaan galangan kapal yang ada di Batam termasuk Bintan dan Karimun hanya 50-70 persen padahal sebelumnya mencapai 95 persen. Penurunan itu dipengaruhi oleh tingginya harga bahan baku baja yang mengalami kenaikan 15-20 persen sepanjang tahun 2011. Kenaikan harga bahan baku itu menyebabkan sejumlah perusahaan melakukan koreksi terhadap harga sehingga berpengaruh terhadap volume penjualan.
Sementara itu, Ketua Kadin Batam, Nada Faza Soraya mengatakan, Presiden mesti mengevaluasi kembali bisnis yang dikelola BP Batam saat ini. Pasalnya, sesuai dengan Undang undang pembentukan lembaga itu hanya mendapat wewenang dari pemerintah pusat khususnya yang menjadi kewenangan Departemen Perdagangan untuk mengeluarkan perijinan lalu lintas keluar masuk barang. Perijinan tersebut diantaranya Perijinan IP Plastik dan Scrap Plastik, Perijinan IT-PT, Perijinan IT Cakram, Perijinan IT Alat Pertanian, Perijinan IT Garam Perijinan, Mesin Fotocopy dan printer berwarna, Perijinan Pemasukan Barang Modal Bukan Baru, Perijinan Bongkar Muat, Pelabuhan Khusus, Perijinan Pelepasan Kapal Laut. Termasuk ijin yang sebelumnya berada di Otorita Batam diantaranya Perijinan Fatwa Planologi, Perijinan Cut and Field, Perijinan Alokasi Lahan, Perijinan titik titik lokasi iklan, SK BKPM tentang registrasi perusahaan di Indonesia, Angka Pengenal Import Terbatas (APIT), serta Izin Usaha Tetap (IUT).
Sedangkan bisnis yang dikelola BP Batam saat ini seperti pengelolaan Bandara, Pelabuhan dan rumah sakit yang diwariskan Otorita Batam dinilai tidak lagi wewenang BP Batam sesuai peraturan yang berlaku sehingga perlu dievaluasi untuk diserahkan pada institusi yang memang fokus mengurusi bisnis tersebut.
“BP Batam harus dikembalikan pada fungsinya untuk mengatur lalu lintas barang keluar masuk di pelabuhan dan menarik investor asing ke Batam sesuai dengan peraturan yang berlaku,” kata Nada.
Nada optimistis jika insitusi negara yang mengelola Batam fokus pada bidang kerjanya maka misi dan visi yang di inginkan pemerintah bisa tercapai. Tidak seperti yang terjadi saat ini, untuk mencari investor pengembangan pelabuhan kontainer batu ampar saja sulit dilakukan BP Batam. Padahal, sejak awal pemerintah ingin menjadikan Batam sebagai kawasan penyedia jasa kepelabuhan kelas dunia. Ironisnya sampai hari ini, pengelolaan pelabuhan di Batam carut marut, selain itu kelayakan infrastrukturnya dipertanyakan, dan kapasitas yang ada tidak bertambah sejak sepuluh tahun terakhir, meskipun volume container meningkat.
Direktur Kawasan industri Batamindo, Jhon Sulistiawan mengakui sulit bagi pemerintah untuk mencapai misi dan visinya terhadap pengembangan Pulau Batam, sebab dari segi regulasi dan birokrasi jauh tertinggal dibanding kawasan sejenis di negara tetangga. Sebagian besar proses perijinan investasi di batam masih dinilai lambat sehingga sering dikeluhkan investor, padahal Batam harus bersaing dengan kawasan sejenis di Negara tetangga seperti Malaysia, China dan Vietnam yang sudah memiliki infrastruktur relatif baik dan birokrasi yang efisien. Contohnya Malaysia yang awalnya belajar dari Batam justru saat ini sudah lebih maju karena pemerintahnya melakukan reformasi birokrasi. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar