Meski pemerintah sudah melarang penambangan pasir laut sejak 2003, namun penambangan illegal tetap saja marak. Bahkan, penambangan pasir saat ini tidak hanya di laut tetapi juga dilakukan di darat. Akibatnya, sejumlah pulau kecil di Provinsi Kepri terancam keberadaanya dan ekosistem semakin rusak.
Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Internasional Batam yang juga pengamat ekonomi, Mohamad Gita Indrawan mengatakan, tidak bisa dipungkiri bahwa Singapura menjadikan pasir sebagai komoditi yang sangat bernilai karena tingginya kebutuhan negara itu akan pasir untuk sejumlah proyek reklamasi. Oleh karenanya, pengusaha Singapura mencari berbagai cara untuk mendapatkan barang tersebut meski harus dilakukan dengan cara illegal.
“Pendapatan yang diterima dari penambangan pasir dan ekspor pasir tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan pemerintah untuk memperbaiki ekosistem yang telah rusak sehingga perlu tindakan tegas dari pemerintah untuk menghentikan penambangan pasir illegal,” katanya kepada Koran Jakarta, Senin (5/3).
Pada awalnya, Singapura hanya mengimpor pasir laut dari Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 1976. Permintaan pasir laut yang sangat tinggi kala itu telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari yang mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Tidak hanya itu saja, mata pencaharian warga lokal yang berprofesi sebagai nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu akibat aktivitas itu. Kerusakan ekosistem juga mengakibatkan populasi hewan laut menurun
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya seperti yang terjadi pada Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritime dengan Singapura di kemudian hari.
Setelah Pulau Nipa di Desa Pemping, Kecamatan Belakang Padang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, terancam hilang, pemerintah baru sadar jika penambangan pasir berakibat buruk pada lingkungan. Oleh karenanya, pada tahun 2003 pemerintah menghentikan penambangan dan ekspor pasir laut.
Dihentikannya penambangan dan ekspor pasir laut, tidak menghentikan niat Singapura mendatangkan pasir dari Indonesia. Alhasil, banyak warga local yang tadinya menambang pasir laut beralih ke pasir darat. Penjualan ke Singapura pun dilakukan diam diam atau dengan cara diselundupkan karena ekspor pasir ke Singapura hingga saat ini masih dilarang.
Selain itu, penambangan pasir laut secara illegal juga masih sering terjadi dengan memanfaatkan kontrol yang lemah dari aparat atau bekerjasama dengan aparat. Padahal, rupiah yang diperolah dari kegiatan itu tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengembalikan ekosistem laut yang telah rusak.
Kerusakan lingkungan akibat penambangan pasir, tidak hanya terjadi untuk jangka pendek tapi juga jangka panjang. Sekilas atau dalam jangka pendek mungkin hanya akan terlihat sebagai pemandangan buruk yang tidak enak untuk dilihat dan dirasakan. Namun, dalam jangka panjang tentu akan terasa lebih buruk lagi. Misalnya, akan mudah merembesnya air laut ke dalam sumber-sumber air tanah di daratan (intrusi air laut), sehingga air tanah menjadi terasa payau. Bisa juga terjadinya longsoran tebing-tebing kolam bekas galian, yang mana hal itu bukan hanya akan dapat membahayakan keselamatan masyarakat, namun juga dapat mengakibatkan permukaan tanah menjadi lebih rendah dari ketinggian permukaan air laut. Dampak negatif lainya adalah peningkatan kekeruhan yang disebabkan oleh peningkatan konsentrasi padatan tersuspensi.
Ketua Asosiasi Pecinta Lingkungan Kepri, Irawan mengatakan, penambangan pasir secara illegal di Kepri sudah sangat menguatirkan dan ironisnya tidak ada tindakan apapun dari aparat meski kegiatannya dilakukan secara terbuka. Seperti yang terjadi di daerah Galang Batang Kabupaten Bintan. Di tempat itu sudah beraktifitas hampir 10 Tahun kegiatan penambangan pasir darat.
Akibat dari penambangan pasir tersebut menyisakan banyak masalah terhadap lingkungan dan warga. Contohnya tempat hasil galian pasir menjadi lubang genangan yang menyebabkan nyamuk berkembang biak, lobang galian juga terlihat seperti kawah besar yang jika terjadi hujan lebat berminggu-minggu dapat dipastikan daerah galang Batang Bintan akan hanyut terendam banjir.(gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar