Selasa, 27 Maret 2012

Investor Asing Mulai Pertanyakan Keamanan Batam



BATAM – Sejumlah investor asing mulai mempertanyakan keamanan dan kenyamanan di Batam terkait maraknya aksi demo atau unjuk rasa anarkis yang dilakukan ribuan buruh selama beberapa hari terakhir.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Ir Cahya mengatakan, telah mendapat telpon dari sejumlah pengusaha asing di Batam terkait maraknya aksi unjuk rasa ribuan buruh di sejumlah perusahaan beberapa hari terakhir yang menuntut tunjangan perumahan dan upah tambahan (upah sundulan). Investor asing tersebut kuatir dengan aksi unjuk rasa yang dilakukan ribuan buruh tersebut karena selalu disertai dengan tindakan anarkis dan pendudukan pabrik serta mengajak mogok kerja kepada karyawan lain yang ingin bekerja.

“Kalau demo sampai mengancam menutup pabrik, memaksa semua pekerja hrs ikut demo maka itu sudah kelewatan dan Investor bisa lari tunggang langgang dan Batam bisa bangkrut dalam waktu singkat,” katanya kepada Koran Jakarta, Selasa (28/2).

Seperti yang terjadi pada saat aksi unjuk rasa yang dilakukan buruh di PT sanmina, unisem, varta, nutune, noble dan japan servo beberapa hari lalu dan masih terjadi saat ini. Para buruh tersebut melakukan aksi unjuk rasa dengan menduduki pabrik serta mengajak karyawan mogok kerja. Akibatnya, investor merugi miliaran rupiah karena produksi terhenti dan order yang seharusnya dikirim tidak bisa dilakukan.

Cahya kuatir jika, aksi unjuk rasa bersipat anrkis tidak segera dihentikan maka akan semakin banyak perusahaan asing di Batam yang pindah ke negara lain seperti Vietnam dan Malaysia. Saat ini saja sudah ada puluhan perusahaan asing yang menutup pabriknya dan berencana pindah ke negara lain.
Menurutnya, kalangan industri di Batam saat ini sedang dihantui oleh aksi unjuk rasa yg menjurus pada tindakan anarnkis untuk memaksakan kehendak, terutama dalam pembahasan upah sundulan dan tunjangan tunjangan di perusahaan. Seperti yang terjadi di PT Sanmina, dimana pekerja memaksa perusahaan menaikkan upah sundulan dan memberikan tunjangan perumahan yang besarannya ditentukan mereka sendiri.

Cahya mengingatkan bahwa, UMK hanya diperuntukkan kepada mereka yg bekerja 0-1 tahun, dan wajib mendapatkan upah minimum sesuai UMK yang berlaku saat ini yakni 1,41 juta rupiah per bulan. Jika ada pengusaha yg membayar dibawah upah di bawah UMK maka pekerja bisa melaporkannya ke Disnaker atau bisa juga ke Apindo.

“Bagi pekerja yang sudah bekerja diatas satu tahun, tentu akan mendapat upah diatas UMK, tapi besarannya tergantung pada kemampuan perusahaan, dan tidak ada peraturan yg mengatur besaran dan persentasi sundulan itu. Begitu juga dengan besaran tunjangan lainya sehingga pekerja tidak bisa memaksakan kehendaknya sendiri,” katanya.

Oleh karena itu, Cahya minta aparat kepolisian untuk bisa menjaga keamanan di Batam dengan sebaik baiknya dan menegakan hukum secara adil agar pengusaha bisa tenang melakukan bisnis. Bagi pekerja yang melakukan unjuk rasa secara anarkis diharapkan segera diambil tindakan untuk diberi sangsi sesuai dengan instruksi Presiden SBY yang meminta agar siapapun yang bertindak anarkis harus ditertibkan.

Pemerintah daerah dan Disnaker juga diminta untuk berperan dan mengambil sikap tegas dalam menjalankan kebijakannya, contohnya dengan memanggil pekerja yang melanggar aturan. Selama ini, pemerintah hanya berani memanggil pengusaha yang melanggar aturan, mestinya sikap yang sama juga bisa
dilakukan pemerintah daerah terhadap pekerja.

“Kami minta semua pihak untuk sama sama menjaga iklim usaha yang kondusif untuk pulau batam, dan jangan membiarkan sekelompok orang merusaknya karena Batam sudah dibangun dengan susah payah dan kita tidak rela Batam dihancurkan,” katanya.

Sementara itu, aksi unjuk rasa ribuan buruh hingga saat ini masih terjadi di sejumlah perusahaan seperti yang terjadi di PT Nutune. Para pekerja yang berunjuk rasa bahkan menghalau masuknya truk yang mengangkut barang milik perusahaan itu. Penghadangan dilakukan karena buruh marah dan menolak asset perusahaan dikeluarkan sebelum tuntutan dipenuhi.

PT Nutune sendiri berencana menutup pabriknya di Batam karena berbagai alasan seperti turunya order dan penyebab lain. Para pekerja menuntut sejumlah pesangon yang harus dibayarkan oleh perusahaan sebelum memindahkan seluruh mesinnya ke negara lain. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar