Selasa, 27 Maret 2012

Ekonomi Batam Mengkhawatirkan

BATAM – Kondisi ekonomi Batam diprediksi mengalami perlambatan tahun ini menyusul tutupnya sejumlah perusahaan asing dan belum adanya realisasi investasi baru pada kuartal pertama 2011, kondisi itu diperparah dengan maraknya aksi unjuk rasa buruh.

Pengamat ekonomi yang juga Dosen di salah satu perguruan tinggi Batam, Ahmadin mengatakan, kondisi ekonomi di Batam saat ini mengalami perlambatan dan terlihat melesu menyusul langkah sejumlah perusahaan yang menutup pabriknya. Kondisi itu diperparah dengan belum adanya realisasi rencana investasi dari sejumlah penanam modal asing (PMA) hingga mendekati akhir kuartal pertama tahun ini.

“Kondisi ekonommi Batam yang kurang kondusif saat ini dipicu situasi chaos beberapa bulan lalu saat terjadi aksi unjuk rasa yang berujung pada tindakan kerusuhan dan anarkis. Insiden itu cukup mempengaruhi kenyamanan investasi di Batam,” katanya, Minggu (26/2).

Ditambahkan, pada akhir tahun 2011 lalu terdapat sekitar 9 PMA yang berniat berinvestasi di Batam, namun hingga saat ini belum jelas realisasinya. Jika hingga akhir Maret 2012 belum juga ada realisasi investasi baru, maka pertumbuhan ekonomi Batam tahun 2012 ini akan berat.
Lesunya kondisi ekonomi di Batam, kata Ahmadin terlihat dari sepinya sejumlah kawasan industry seperti yang dialami Kawasan Industri Batamindo yang merupakan kawasan industri terbesar di Batam.

Humas yang juga Manager CSR Batamindo, Andi Mapisangka mengatakan, jumlah PMA di kawasan Batamindo cenderung menurun dan saat ini hanya ada sekitar 60 perusahaan, lebih rendah disbanding tahun sebelumnya yang mencapai 77 perusahaan.

“Kawasan Industri Batamindo sejak awal menjadi primadona bagi para pengusaha dan pekerja namun belakangan kurang diminati dan bahkan sejumlah perusahaan banyak yang relokasi dan menutup pabriknya,” kata Andi.

Tutupnya pabrik perusahaan tersebut disebabkan banyak factor antara lain, tidak ada lagi order produksi, kalah bersaing dengan perusahaan yang memproduksi produk sejenis, sahamnya dikuasai oleh perusahaan lain ataupun sebab lainnya.

Menurut Ahmadin, Pemerintah Kota Batam dan BP Batam harus melakukan terobosan baru untuk mengembalikan iklim investasi Batam agar kembali bergairah sehingga investor asing mau menanamkan modalnya kembali ke daerah ini.

“Harus ada upaya dari Walikota Batam untuk mengalirkan investasi asing ke daerah ini,” katanya.

Salah satu caranya dengan memberi kepastian hukum dan menciptakan hubungan kerja yang baik antara pekerja dan perusahaan. Selama ini, Pemerintah kota Batam seolah membiarkan situasi yang kurang harmonis antara pekerja dan perusahaan sehingga sering terjadi unjuk rasa yang berakhir dengan tindakan anarkis.

“Hubungan industrial yang dilakukan Pemerintah Kota Batam selama ini kurang baik. Selain itu, forum tripatrit yang dipimpin Walikota Batam, Ahmad Dahlan juga dinilai tidak berjalan secara maskimal. Kegiatan pertemuan forum sangat minim diadakan sehinga komunikasi kurang terbangun,” kata Ahmadin.

Peran pemerintah dalam menciptakan hubungan harmonis antara pekerja dan pengusaha masih kurang. Hubungan industrial yang terjadi selama ini hanya sekedar membahas soal UMK dan tidak pernah membahas mengenai kondisi yang dihadapi oleh pengusaha. Padahal kondisi yang dihadapi oleh pihak industri saat ini, sepatutnya menjadi perhatian serius bagi pemerintah Kota. Sebab, yang dihadapi oleh pihak pengusaha saat ini, bukan saja masalah orderan. Tapi tidak adanya regulasi yang jelas, ditambah lagi masih adanya pungutan liar.

Koordinator Garda Metal Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Kota Batam, Suprapto mengatakan, mestinya Pemerintah Kota Batam dan BP Batam berperan lebih banyak dalam menghadapi situasi ekonomi saat ini ketika sejumlah perusahaan di Batam berencana akan tutup karena berbagai alasan.

"Bisa dikatakan tidak ada peran pemerintah daerah, terutama Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) ataupun BP Batam dalam mengantisipasi perusahaan-perusahaan yang akan tutup," katanya.

Minimnya peran pemerintah daerah itu terlihat di setiap pembahasan mengenai upah ataupun
kompensasi menjelang pemutusan hubungan kerja (PHK), semua penyelesaian hanya dilakukan oleh karyawan atau serikat pekerja dengan perusahaan. Bahkan terkadang perusahaan sudah tutup, pemerintah baru mengetahui atau mendengar kabarnya. Padahal informasi akan hengkang dan tutupnya sebuah perusahaan, apalagi perusahaan PMA, akan cepat diketahui jika pemerintah aktif melakukan pengawasan dan melihat kondisi perusahaan secara langsung. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar