Pertumbuhan investasi di Kota Batam selama beberapa tahun terakhir dinilai semu karena faktanya tidak ada investor baru yang merealisasikan rencana bisnisnya. Bank Dunia bahkan menilai Batam tidak lagi menjadi kota menarik untuk berinvestasi.
Badan Pengusahaan Batam atau Otorita Batam mencatat total nilai investasi asing di Batam selama 2011 mencapai 105 juta dolar Amerika dari 91 perusahaan. Angka itu lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang 72,5 juta dollar AS dari 58 PMA. Sementara itu, pada tahun 2012 ini ditargetkan 100 PMA masuk ke Batam.
Ketua Apindo Kepri, Ir Cahya mengatakan, data pertumbuhan investasi di Batam sering tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan karena pada prakteknya selama satu tahun terakhir tidak ada investasi baru atau perusahaan baru yang membangun pabrik di Batam. Kalaupun ada, hanya relokasi dari satu kawasan industri ke kawasan industri lainnya.
Senada dengan Cahya, Ketua Kamar Dagang dan Industri Kepulauan Riau, Johanes Kennedy mengatakan, lambatnya pertumbuhan industry di Batam dikarenakan masih banyak factor yang menghambat masuknya investor asing ke kawasan ini, seperti birokrasi dan regulasi yang masih membuat investor bingung.
“Semua pihak, baik itu Pemprov Kepri, Pemko Batam, Dewan Kawasan, BP Batam dan pihak terkait lainnya harus berani membuat terobosan agar Batam tidak semakin tertinggal. Sayang potensi Batam yang luar biasa disia-siakan,” kata Johanes, Rabu (22/2).
Ditambahkan, Batam bisa meniru yang dilakukan Malaysia pada tahun 2009 silam berani melakukan terobosan baru dengan memangkas biaya pendaftaran usaha sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi. Langkah Malaysia itu terbukti berhasil dengan banyaknya investor asing yang masuk yakni sekitar 320 ribu usaha baru. Kondisi itu menyebabkan, kawasan Iskandar Development Region, menjadi kota baru yang dipenuhi investor asing dari berbagai negara.
Menurut Johanes, saat ini terjadi persaingan yang sangat ketat untuk merebut investor asing dari berbagai kawasan industry di sejumlah negara. Bahkan di dalam negeri pun Batam harus bersaing dengan daerah lain. Ironisnya, meski sudah mendapat banyak fasilitas dari pemerintah pusat, Batam justru tertinggal disbanding daerah lain di Indonesia dalam merebut investor asing. Itu terlihat dari laporan Bank Dunia yang tidak memasukan Batam dalam 10 besar kota yang menarik untuk tujuan investasi di Indonesia.
Berdasarkan data Doing Bussines 2012 yang diterbitkan Bank Dunia dan International Finance Corporation yang dipublikasikan di laman resmi Bank Dunia pada 2 Februari 2012 disebutkan Batam hanya menempati urutan ke 16 kota yang menarik untuk tujuan investasi di Indonesia sedangkan tempat pertama diperoleh Yogyakarta.
Doing Business sendiri merupakan laporan khusus yang mengukur kinerja investasi di suatu wilayah dengan menganalisa indikator-indikator kuantitatif yang terkait dengan peraturan-peraturan usaha. Di Indonesia, ada 20 kota yang disurvei oleh Bank Dunia yaitu, Balikpapan, Banda Aceh, Bandung, Denpasar, Jakarta, Makassar, Manado, Palangka Raya, Palembang, Pekanbaru, Semarang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta, Batam, Gorontalo, Jambi, Mataram, Medan, dan Pontianak.
Dari 20 kota itu, Yogyakarta menempati urutan petama sebagai kota paling mudah berinvestasi, kemudian Palangkaraya dan Surakarta yang masing-masing menempati urutan dua dan tiga. Di urutan berikutnya ada Semarang, Banda Aceh, Gorontalo, Balikpapan, Jakarta, Denpasar, dan Mataram. Batam menempati urutan ke-16 dengan alasan waktu pengurusan usaha baru di daerah ini cukup lama.
Menurut Johanes, data yang dikeluarkan Bank Dunia tersebut harus menjadi perhatian serius BP Batam dan Pemko Batam. Untuk itu perlu adanya evaluasi terhadap proses birokrasi dan regulasi yang terkait dengan investasi.
“Birokrasi harus dipangkas, kemudian hilangkan pungutan liar dan perbaiki sistem serta regulasi yang masih kacau agar Batam kembali menjadi surga para investor,” katanya. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar