LINGGA – Lebih dari 20 ribu hectare hutan di Kabupaten Lingga Provinsi Kepulauan Riau dibabat hingga nyaris gundul. Hutan itu akan dialih fungsikan menjadi perkebunan kepala sawit dan pertambangan.
Anggota Komisi I DPRD Lingga, M Noor mengatakan, berdasarkan pantauan dilapangan ditemukan ribuan hectare hutan di Kecamatan Singkep Kabupaten Lingga telah habis dan nyaris gundul. Hutan itu rencananya akan dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan.
“Disepanjang jalan antara Dusun Air Merah hingga Desa Marok Tua, Kecamatan Singkep Barat terlihat hutan sudah rusak parah. Sebagian besar hutan dibabat masyarakat yang disponsori pihak pengusaha,” katanya, Selasa (20/3).
Pemilik kuasa atas hutan tersebut terdiri dari beberapa perusahaan antara lain PT SPP dan PT Argo Nusa. Ironisnya kedua perusahaan itu belum mengantongi ijin pemanfaatan hutan dari Pemerintah daerah.
“Perusahaan tersebut konon baru mengantongi ijin pelepasan atau pinjam pakai dari Kementrian Kehutanan, sedangkan dari Pemda belum ada ijin resmi. Namun mereka sudah membabat hutan hingga nyaris gundul,” katanya.
Aparat desa dan pejabat di daerah sendiri, kata Noor tidak dapat berbuat apa apa karena perusahaan sudah memiliki ijin dari Kementrian kehutanan. Namun, dampak dari aksi pembabatan hutan sudah mulai terasa yakni berkurangnya volume air tanah dan kondisi cuaca di Singkep menjadi panas dan kering.
Kondisi tersebut menyebabkan sejumlah anggota DPRD Lingga berencana mempublikasikan kerusakan hutan di Lingga tersebut melalui NGO (non government organization) Nasional dan Internasional yakni Walhi dan Greenpeace.
Sekretaris Komisi II DPRD Lingga, Agusnorman mengatakan pihaknya sudah berkordinasi dengan Walhi dan dalam waktu dekat tim dari Walhi akan segera turun ke Lingga setelah adanya bukti laporan lengkap yang mereka terima dari masyarakat, termasuk dari DPRD Lingga sendiri.
DPRD Lingga sendiri saat ini sedang berusaha dan mengupayakan untuk mengumpulkan data lengkap, berikut dengan foto situasi lapangan kawasan hutan yang telah rusak dan hancur akibat aktifitas pertambangan dan perkebunan.
Menurut Agusnorman, kerusakan lingkungan serta hutan di Lingga yang disebabkan aktivitas tambang serta perkebunan selama ini sudah sangat memprihatinkan. Ironisnya belum ada upaya dari instansi terkait untuk menghentikan kegiatan itu, yang ada justru pemerintah mengeluarkan ijin baru kepada pengusaha.
Disebutkannya, berdasarkan data yang diperoleh, hingga tahun 2011, terdapat 14 perusahaan tambang yang mengantongi ijin dari pemerintah, kemudian terdapat beberap perusahaan perkebunan sawit. Data tersebut belum termasuk perusahaan yang melakukan penambangan bouksit secara ilegal. Sementara tahun 2012, Pemprov Kepri kembali mengeluarkan ijin kepada empat perusahaan tambang.
"Jika kondisi ini terus dibiarkan, mau diapakan Lingga ke depannya. Pemerintah daerah sebetulnya sudah tahu, konflik yang terjadi belakangan ini antara masyarakat dan perusahaan karena kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, namun tidak ada tindakan apapun," katanya. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar