BATAM – Kegiatan industri di Batam terancam lumpuh disebabkan adanya rencana ribuan pekerja melakukan aksi mogok dan unjuk rasa selama tiga hari sejak Rabu (23), terkait belum diputuskanya Upah Minimum Kota (UMK) 2012.
Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batam, Syaiful Badri mengatakan, sebanyak 25 ribu pekerja di Batam yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja akan melakukan mogok dan berunjuk rasa di Kantor Walikota pada Rabu (23/11) selama tiga hari berturut turut. Itu dilakukan karena belum adanya keputusan soal UMK 2012, meskipun sudah dilakukan rapat beberapa kali antara pekerja, pengusaha dan pemerintah yang tergabung dalam Dewan Pengupahan.
“Pekerja hanya minta Walikota Batam bertindak tegas memutuskan UMK Batam 2012 sama dengan KHL atau Kebutuhan Hidup Layak sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat tahun lalu antara pekerja, pengusaha dan pemerintah,” katanya, Selasa (22/11).
Ditambahkan, alasan pekerja melakukan mogok karena pembahasan UMK 2012 yang telah dilakukan beberapa kali melalui rapat di Dewan Pengupahan belum menghasilkan keputusan. Padahal, mestinya keputusan yang dibuat lebih mudah jika dilandasi pada keputusan yang telah dibuat tahun lalu yang menyebut angka UMK 2012 sama dengan KHL. Oleh karenanya, jika KHL bulan terakhir perhitungan 1.302.992 rupiah maka idealnya UMK 2012 sama dengan angka tersebut.
“Sejumlah organisasi pekerja di Kota Batam minta agar Upah Minimum Kota tahun 2012 naik 10,4 persen menjadi 1.302.992 rupiah. Kenaikan itu lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang hanya 6,3 persen dipicu tingginya angka inflasi dan sesuai dengan angka Kebutuhan Hidup Layak periode Oktober 2011,” katanya.
Syaiful menyebut aksi mogok dan unjuk rasa merupakan jalan terakhir karena negosiasi yang dilakukan dalam rapat tidak menghasilkan keputusan.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kota Batam, Riky Indrakari mendukung sikap pekerja yang tetap meminta UMK 2012 sama dengan KHL, meskipun usul tersebut ditentang pengusaha yang hanya bisa memberi angka 1,2 juta rupiah.
“Mestinya tidak terjadi deadlock jika pemerintah mau bersikap tegas,” katanya.
Ketua Apindo Kepri Cahya mengatakan, pembahasan mengenai UMK setiap tahun selalu menimbulkan keributan, bahkan tidak jarang menyebabkan demonstrasi dari sejumlah pekerja yang mengakibatkan kerugian bagi pengusaha karena buruh tidak masuk kerja.
Kondisi tersebut, kata dia dapat menyebabkan kerisauan bagi para pengusaha di Batam yang sebagian besar merupakan perusahaan asing, sehingga Batam akan semakin sulit menjaring investor baru karena hampir tiap tahun selalu terjadi demo buruh.
Untuk itu, Apindo telah mengusulkan kepada pemerintah formulasi penentuan upah baru yang diharapkan bisa memecahkan masalah dalam penentuan standar upah bagi para pekerja. Dalam formulasi tersebut, nantinya setiap perusahaan akan menentukan upah masing masing menggunakan beberapa asumsi diantaranya, kemampuan perusahaan, produktivitas pekerja, tingkat inflasi dan lainnya.
Produktivitas pekerja di Batam sendiri dinilai masih rendah, misalnya untuk menyelesaikan satu pekerjaan membutuhkan pekerja sebanyak 10 orang sedangkan di Vietnam dan Cina hanya delapan orang. Padahal upah di negara tersebut relatif sama dengan upah yang diberikan di Batam.
Menurut Cahya, mestinya UMK tidak selalu dirubah setiap tahun jika pemerintah daerah bisa menjaga angka inflasi, khususnya menjaga harga kebutuhan pokok, harga rumah dan biaya transportasi agar tidak mengalami peningkatan setiap tahunnya.
“Bila angka inflasi stabil, maka upah tidak perlu dinaikan,” katanya. Untuk itu, pemerintah harus aktif melakukan control harga barang di pasaran dan senantiasa siap melakukan operasi pasar, bila harga kebutuhan pokok di pasaran menunjukan tren peningkatan. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar