Krisis keuangan yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat saat ini dinilai tidak cukup berpengaruh terhadap kinerja perusahaan baja, sebab perseroan sudah mengantisipasi sebelumnya dengan perluasan pasar.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik, Natsir Mansur mengatakan Krisis keuangan yang terjadi di Eropa dan Amerika Serikat saat ini akan berdampak ke negara-negara di dunia. Karena saat ini dunia adalah satu kesatuan secara ekonomi. Indonesia juga akan terkena dampaknya sebab Eropa dan Amerika Serikat merupakan pasar ekspor utama Indonesia, dan banyak investor dari Negara di kawasan itu yang menanamkan modalnya di Indonesia.
Meski demikian, krisis Eropa dan Amerika Serikat saat ini dinilai belum cukup untuk mempengaruhi kinerja perusahaan baja. Itu disebabkan sejumlah perusahaan baja sudah melakukan langkah antisipasi dengan diversifikasi pasar ekspor sejak krisis global tahun 2008 lalu.
Sekretaris Perusahaan PT Citra Tubindo Tbk, Harsono mengatakan sejak krisis yang terjadi di 2008, sejumlah perusahaan pipa baja sudah melakukan upaya perluasan pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar Eropa dan Amerika Serikat. Salah satu pasar yang dituju adalah Timur Tengah, untuk itu perseroan mendirikan perusahaan di bidang perdagangan pipa dan suku cadang peralatan migas di Uni Emirat Arab yaitu PT Citra Tubindo Middle East FZE.
Meski tidak memiliki kaitan langsung antara perusahaan di UEA dengan perseroan, namun perusahaan tersebut diharapkan bisa menjadi perpanjangan tangan untuk meningkatkan penjualan pipa baja di kawasan Timur Tengah.
“Perusahaan baja sudah banyak belajar dari krisis global tahun 2008, sehingga ketergantungan pada pasar Eropa dan Amerika dikurangi dan perluasan pasar ke Timur Tengah dan Asia di tingkatkan,” katanya, Selasa (27/9).
Harsono optimistis kinerja perusahaan baja di dalam negeri akan tumbuh positif hingga akhir tahun ini dipicu naiknya harga jual dan tingginya permintaan. Peningkatan kinerja itu dipengaruhi membaiknya perekonomian di kawasan Asia dan Timur Tengah yang meningkatkan penjualan pipa baja.
Pada semester satu 2011 saja, kata Harsono perseroan mengalami kenaikan laba bersih yang sangat signifikan sebesar 584,25 persen menjadi 28,67 juta dollar AS dari 3,75 juta dollar AS pada periode sama 2010. Kenaikan laba bersih itu disebabkan kenaikan laba usaha menjadi 33,11 juta dollar AS dari 5,88 juta dollar AS tahun lalu. Kenaikan laba usaha itu dipicu peningkatan pendapatan operasi lainnya menjadi 5,71 juta dollar AS dari hanya 750,89 ribu dollar AS. Sementara itu, Pendapatan dari penjualan dan jasa di semester satu 2011 juga naik menjadi 98,31 juta dollar AS dari sebelumnya hanya 92,63 juta dollar AS.
Citra Tubindo sudah mengantongi sejumlah kontrak penjualan hingga akhir tahun sehingga, perseroan optimistis kinerja penjualan dan laba hingga akhir tahun ini lebih baik dibanding tahun 2010. Sayangnya Harsono tidak bisa menyebut angka pertumbuhannya.
Sementara itu, Direktur PT Gunawan Dian Jaya Steel Tbk, Hadi Sutjipto mengatakan, kinerja perseroan saat ini sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi di tahun 2008 yang mengakibatkan melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing dan turunnya permintaan dan harga komoditas baja yang merupakan produk komoditas internasional yang harganya merupakan standar harga internasional di pasar dunia, memberikan
dampak negatif terhadap kondisi pertumbuhan ekonomi global.
Menurunya harga komoditi baja pada tahun 2008 yang signifikan telah berdampak buruk terhadap posisi keuangan perseroan, karena perseroan memiliki persediaan bahan baku (steel slab) dengan harga beli yang sangat tinggi. Oleh karenanya, sejak 2008 perseroan telah melakukan beberapa langkah strategis agar terhindar dari krisis serupa di tahun tahun mendatang.
Langkah yang diambil antara lain, Pengembangan pasar ekspor seluas-luasnya, di samping tetap mempertahankan pangsa pasar di dalam negeri. Lalu, mempertahankan teknik penjualan lokal dengan menggunakan distributor dan penjualan langsung kepada end user.
Perseroan juga melaksanakan kegiatan usaha secara konservatif, baik dalam kondisi pada saat harga naik maupun turun dengan konsisten mempertahankan stok bahan baku minimal yaitu rata-rata untuk tiga bulan produksi. Manajemen berusaha untuk meningkatkan kemampuan likuiditas Perusahaan sebagai pendukung utama operasional Perusahaan dengan cara melakukan pengetatan pengeluaran uang atau efisiensi biaya-biaya operasional Perusahaan sebatas biaya-biaya tersebut dapat dikontrol oleh manajemen.
Menurut Hadi, Fluktuasi yang besar pada harga komoditi baja di pasar dunia akan secara langsung mempengaruhi kinerja keuangan, kegiatan operasional dan prospek usaha Perusahaan, namun manajemen Perusahaan yakin bahwa langkah-langkah yang diambil dapat menjaga kelangsungan hidup Perusahaan di masa yang akan datang.
Meski demikian, langkah yang diambil perusahaan tersebung sangat tergantung pada kebijakan
fiskal dan moneter yang diupayakan oleh Pemerintah untuk menyehatkan ekonomi nasional dan itu merupakan sesuatu tindakan yang berada di luar kendali Perusahaan.
Konsumsi Baja
Direktur Pemasaran PT Krakatau Steel Tbk, Irvan Kamal Hakim mengatakan, kinerja perusahaan baja hingga akhir tahun diprediksi tumbuh positif dipicu naiknya konsumsi produk baja di dalam negeri dan global. Konsumsi baja dalam negeri melonjak paska Lebaran hingga akhir tahun. Lonjakan konsumsi bakal diikuti kenaikan harga hingga 24 persen.
Lonjakan konsumsi produk baja dalam negeri disebabkan sejumlah faktor. Pertama faktor psikologis masyarakat yang biasa menunda atau mengurangi proyek, termasuk konsumsi baja, saat 1-2 bulan mendekati Lebaran. Lantas 1-2 bulan usai Lebaran biasanya mereka akan mengejar penyelesaian proyek yang tertunda. Berdasarkan pengalaman tahun sebelumnya, konsumsi baja usai Lebaran selalu naik sekitar 20 persen.
Selain itu, pembangunan proyek infrastruktur yang lebih progresif pada semester kedua ketimbang semester pertama juga ikut mendorong naiknya konsumsi baja.
Menurut Irvan, kenaikan harga meliputi seluruh jenis produk baja. Seperti baja untuk pipa pancang naik 24 persen dari 10 ribu rupiah pada Juni lalu menjadi 12.400 rupiah per kilogram pada Desember nanti. Baja pipa air dari 10.200 rupiah menjadi 12.600 rupiah, dan seng dari 29.500 rupiah menjadi 35.000 rupiah .
Kenaikan harga bahan baku ikut mendorong lonjakan harga produk baja. Harga iron ore pada Juni lalu naik menjadi 182 dollar AS per ton. Begitu juga dengan scrap dan semi-finish atau slap yang masing-masing naik 21 dan 20 persen menjadi 4.900 dollar AS per ton untuk scrap dan 709 dollar AS per ton untuk slap.
Menurut Irvan, peningkatan harga produk baja diprediksi akan terjadi hingga akhir tahun jika asumsi ekonomi yang terjadi saat ini tidak berubah. Terlebih, konsumsi baja dunia juga bakal lebih tinggi ketimbang tahun lalu. Dengan demikian kinerja perusahaan baja tahun ini akan lebih baik dibanding tahun 2010. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar