Kamis, 22 Desember 2011

66 Jurnalis Tewas Selama 2011



Profesi jurnalis disebut-sebut sebagai salah satu profesi paling berbahaya di dunia. Tahun ini, jumlah pewarta yang terbunuh meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Mereka bahkan kerap menjadi sasaran intimidasi dan penahanan para aparat, atau pemerintahan korup.

Laporan organisasi Reporter Without Borders (RWB) yang dirilis Rabu, 21 Desember 2011, menyebutkan jumlah jurnalis tewas tahun ini di seluruh dunia mencapai 66 orang. Jumlah ini meningkat. Tahun lalu tercatat 57 orang. Jumlah wartawan tewas terbanyak berasal dari Timur Tengah, lalu benua Amerika, disusul Asia, selanjutnya Afrika dan Eropa.

Selain menjadi korban pembunuhan, profesi wartawan juga rentan kekerasan lainnya. RWB menuliskan tahun ini 1.959 wartawan di dunia mengalami penganiayaan atau ancaman.

Sebanyak 71 wartawan diculik, 1.044 wartawan lainnya dipenjara pemerintah setempat. Kekerasan dan pembunuhan di sebuah negara juga membuat wartawan terpaksa hengkang ke luar negeri. Wartawan yang harus hengkang ke negara lain ada 73 orang.

Selain wartawan, warga sipil pewarta di internet atau netizen dan blogger juga menjadi korban kekerasan. RWB melaporkan, lima orang netizen tewas terbunuh. Sebanyak 62 blogger diserang.

Langkah wartawan dan para blogger juga dijegal pemerintah. Di seluruh dunia, sekitar 499 media mengalami sensor, sedangkan di 68 pemerintahan di dunia menerapkan sensor ketat di internet.

Negara paling berbahaya bagi para wartawan dalam dua tahun berturut-turut adalah Pakistan. Tahun ini, sebanyak 10 orang tewas di kota Khuzdar. Selain itu, Pakistan juga negara yang lemah dalam penegakan hukum jika menyangkut pembunuhah terhadap wartawan.

CNN memberitakan, salah seorang wartawan yang tewas adalah Saleem Shaz dari Asia Times Online. Dia diduga dibunuh setelah mengungkapkan adanya hubungan antara al-Qaeda dengan angkatan laut Pakistan. Laporan ini dimuat dalam buku karangannya yang diterbitkan setelah dia tewas. Saleem hanyalah satu dari puluhan yang tewas di negara ini.

Dalam laporan RWB, dituliskan bahwa wartawan paling banyak disiksa maupun terbunuh saat meliput revolusi di beberapa negara Timur Tengah. Salah satunya adalah di Kairo, wartawan rentan kekerasan dari massa pendukung Hosni Mubarak. Sebanyak 20 pewarta terbunuh di wilayah ini, dua kali lipat jumlahnya dibandingkan 2010. Jumlah sama juga ditemukan di Amerika Latin, tiga dari lima netizen dibunuh di Meksiko.

Dalam pelbagai peristiwa demonstrasi di sejumlah negara, di antaranya Yunani, Belarus, Uganda, Chile dan Amerka Serikat, wartawan menjadi korban penahanan. Jumlahnya meningkat drastis, dari 535 di tahun 2010, menjadi 1.044 di 2011.

Namun, China, Iran dan Eritrea tetap didaulat menjadi negara yang paling banyak memenjarakan wartawan. Kebanyakan para wartawan ini memberitakan informasi yang dinilai sensitif, atau mengancam pihak berkuasa.

"Mulai dari Lapangan Tahrir di Kairo sampai Khuzdar di Pakistan, dari Mogadishu sampai kota-kota di Filipina, bahaya bekerja sebagai jurnalis saat situasi politik sedang tidak stabil lebih besar dari pada sebelumnya pada 2011," tulis RWB.

Dalam laporan itu, untuk pertama kalinya, RWB menuliskan kota-kota di 10 negara paling berbahaya bagi wartawan. Di sejumlah negara itu, wartawan menjadi sasaran kekerasan, baik dari pemerintah maupun demonstran. Dalam beberapa kasus, pembunuh wartawan tidak dihukum dengan berat atau lolos sama sekali dari jeruji besi.

Kota-kota itu adalah Manama di Bahrain, Abidjan di Pantai Gading, Lapangan Tahrir Kairo di Mesir, Misrata di Libya, Veracruz di Meksiko, Khuzdar di Pakistan, Manila, Cebu dan Cagayan de Oro di Filipina, Mogadishu di Somalia, Deera, Homs dan Damaskus di Suriah, dan Sanaa di Yaman.

Ancaman dan bahaya inilah yang membuat Komisi HAM PBB Navi Pillay menyebut profesi ini salah satu yang paling berbahaya di dunia. Namun tugas jurnalisme ini tak bisa dikesampingkan. Menurutnya, wartawan memiliki tugas penting dalam melaporkan pelanggaran HAM, dan pemerintahan yang buruk di seluruh dunia.

"Jurnalis menyalurkan aspirasi korban dan mereka yang ditekan, dan menyumbang kesadaran terhadap isu-isu HAM," kata Pillay Oktober lalu, dikutip dari The Guardian.

Untuk itu, kata dia, PBB memiliki kewajiban mendesak negara-negara di seluruh dunia melindungi para wartawan. Selain itu, negara-negara bersangkutan juga harus mengakhiri perlindungan bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan. "Merancang rencana aksi PBB untuk keamanan jurnalis, dan menghentikan impunitas bagi para pelaku kekerasan terhadap mereka, adalah sangat penting," kata Pillay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar