TANJUNG PINANG – Ratusan imigran asal Afghanistan di rumah tahanan detensi imigrasi (Rudenim) Tanjung Pinang Provinsi Kepulauan Riau (kepri) memperingati Black Day atau hari pembantaian ribuan suku Hazara oleh Taliban 10 tahun lalu dengan cara menonton pemutaran film pembantaian tersebut dan demonstasi anti kekerasan.
Kepala Kantor Rudenim Tanjung Pinang , Sugiyo mengatakan, peringatan Black Day mestinya dilakukan pada tanggal 2 Oktober, namun baru mendapat ijin dari UNCHR kemarin sehingga ratusan warga Afghanistan di Rudenim Tanjung Pinang baru dapat merayakannya pada hari itu.
“Peringatan Black Day merupakan bentuk solidaritas warga Afghanistas terhadap kondisi Negara mereka yang sedang berperang,” katanya, Rabu (5/10).
Pihak imigrasi sendiri, kata Sugiyo memberi kebebasan kepada warga Afghanistan untuk memperingati hari pembantaian suku Hazara tersebut sebagai bentuk toleransi antar sesama. Terlebih, Black Day diperingati setiap tahun sebagai bentuk protes atas maraknya aksi pembunuhan yang menewaskan warga sipil di Afghanistan.
Para imigran asal Afghanistan itu memperingati Black Day dengan tertib sehingga kantor Imigrasi memberi ijin. Dalam aksi yang digelar di dalam ruangan Rudenim itu, para imigran Afghanistan membuat selebaran dan poster yang intinya berisi penentangan terhadap aksi pembunuhan warga sipil yang tidak berdosa. Ada juga selebaran dan poster berisi permintaan kepada PBB agar ikut melindungi warga Afghanistan. Seperti layaknya aksi demo, mereka mengacung-acungkan selebaran dan poster itu ke udara.
Salah seorang Imigran Afghanistan, Habib (26) mengatakan, Peristiwa Black Day atau Hari Kelam terjadi 10 tahun lalu ketika Taliban membantai ribuan suku Hazara. Kejadian tersebut sangat memukul rakyat Afghanistan karena korban yang terbunuh mencapai puluhan ribu orang.
“Pada hari itu di Afghanistan dan Pakistan terjadi pembantaian yang mengatasnamakan agama,” katanya.
Untuk mengenang para korban pembantaian itu, pihak Rudenim Tanjung Pinang membolehkan para Imigran untuk menonton film bersama tentang peristiwa pembantaian tersebut.
“Kami berharap peristiwa pembantaian itu tidak akan terulang lagi baik di Afghanistan maupun Negara lainnya,” katanya.
Imigran Myanmar
Sementara itu, Aparat Polsek Teluk Bintan Provinsi Kepri menangkap lima imigran gelap asal Myanmar saat bersembunyi di dalam hutan Desa Tembeling, Kecamatan Teluk Bintan, Kabupaten Bintan, Kepri.
Kapolsek Teluk Bintan AKP Wisnu Edhi, imigran gelap asal Myanmar tersebut terdiri dari empat orang laki-laki dewasa dan satu orang anak perempuan berusia 5 tahun. Mereka di amankan setelah dilakukan penyisiran di hutan Desa Tembeling Tanjung,
Berdasarkan pemeriksaan awal, kelima imigran gelap tersebut masuk ke Bintan dari Malaysia melalui jalur gelap dengan menggunakan jasa seorang tekong yang saat ini dalam pengejaran.
"Mereka sudah empat hari disembunyikan tekong di pondok-pondok milik warga yang berada di hutan Tembeling," katanya. Imigran gelap tersebut tidak mengetahui tujuannya kemana dan hanya mengikuti perintah tekong yang sudah dibayar untuk keluar dari Malaysia. Imigran tersebut membayar tekong sebesar 1.200 dolar Amerika untuk sampai di Bintan dari Malaysia. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar