Sabtu, 03 Desember 2011

Sejumlah Penghambat Investasi di Batam



Meski sudah lima tahun berstatus sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas, namun pertumbuhan investasi di Batam belum mengembirakan. Itu disebabkan masih adanya sejumlah hambatan, ironisnya pengusaha dan pejabat di Batam berbeda dalam memandang hambatan tersebut.

Walikota Batam, Ahmad Dahlan menyebut ada tiga faktor yang menjadi hambatan masuknya investasi ke Batam saat ini. Pertama, belum jelasnya status lahan di Pulau Rempang dan Galang, padahal kejelasan status diperlukan agar lahan tersebut bisa dialokasikan kepada investor karena karena Batam sendiri sudah tidak punya lahan lagi untuk dialokasikan kepada investor sehingga dibutuhkan daerah baru untuk pengembangannya. Kedua, belum adanya pelabuhan container yang representatif sepertihalnya Tanjung Priok padahal sebagai zona pelabuhan bebas mestinya daerah ini memiliki infrastruktur pelabuhan yang memadai untuk mendukung investasi. Ketiga, hambatan regulasi kepemilikan properti bagi warga asing. Batam mestinya bisa diberi ke istimewaan karena banyaknya orang asing yang bekerja di Batam. Untuk itu, hak pakai hunian kepada warga asing mestinya bisa diberikan 80-90 tahun seperti yang dilakukan Singapura dan Malaysia.

Sementara itu, Ketua Apindo Kepri, Ir Cahya mengatakan, factor utama yang menjadi hambatan masuknya investasi asing ke Batam justru dating dari Pemerintah Kota Batam yang mengeluarkan sejumlah kebijakan berupa Peraturan daerah yang tidak pro bisnis karena tidak dikaji terlebih dahulu.

Contohnya Perda tentang kenaikan retribusi dan pajak daerah, lalu perda tentang donasi dan perda tentang ketenagakerjaan.

“Sebelum membuat Perda, mestinya dilakukan dulu studi melibatkan perguruan tinggi lalu lalu melibatnya pihak pihak terkait setelah itu baru dibahas di DPRD. Yang terjadi selama ini, justru Perda itu langsung dibahas di DPRD sehingga sering menimbulkan kepanikan bagi kelompok terkait,” kata Cahya.

Kepala Sub Direktorat Penanaman Modal Badan Pengusahaan (BP) Batam Yayan Achyar mengatakan, tidak seluruh faktor penghambat masuknya investasi ke Batam berasal dari daerah, faktor utama justru datang dari Jakarta atau Pemerintah pusat karena belum seluruhnya perijinan investasi diserahkan ke daerah.

Misalnya ijin untuk mengeluarkan Angka pengenal impor produsen dan ijin mengeluarkan Nomor Induk Kepabenan atau NIK. Kedua ijin tersebut sangat penting bagi investor untuk melakukan ekspor atau impor barangnya. Persoalan yang terjadi selama ini adalah untuk mengurus ijin tersebut dibutuhkan waktu lama, sehingga banyak pengusaha di Batam menggunakan perusahaan tertentu yang telah memiliki NIK dan angka pengenal impor untuk melakukan aktivitas bisnisnya.

Faktor penghambat tersebut, kata Yayan menyebabkan belum banyak investor yang merealisasikan rencana bisnisnya ke Batam. Pada tahun 2010 saja diperkirakan 60 persen rencana investasi ke Batam tidak di realisasikan.

“Semua negara akan dibanjiri investor asing jika ada kepastian hukum dan untuk saat ini hal itu tidak ada di Batam sehingga investor asing mulai ragu untuk menanamkan modalnya,” katanya.

Direktur Kawasan Industri Hijrah Batam Centre, Salam kepada Koran Jakarta mengatakan sejak tahun 2010 sampai saat ini pihaknya belum mendapat tambahan investor baru, justru terdapat satu investor dari Malaysia bergerak di sektor manufaktur yang menutup usahanya di kawasan industri Hijrah pada 2009.

Pemerintah agaknya perlu segera membenahi pelaksanaan FTZ di Batam termasuk Bintan dan Karimun untuk mempercepat masuknya modal asing ke kawasan itu, terlebih saat ini banyak momentum yang bisa digunakan untuk menarik investasi asing tersebut. Jika tidak dilakukan segera, maka pemerintah akan kehilangan momentum dan patut disayangkan karena kawasan BBK (Batam, Bintan dan Karimun) memiliki potensi yang cukup besar untuk tumbuh. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar