BINTAN – Pengusaha di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) mempertanyakan revisi PP no 02 tahun 2009 tentang aturan main FTZ yang hingga saat ini belum rampung. Kondisi itu menyebabkan kepastian hukum tidak berjalan sehingga kawasan ini sulit menjaring investor asing.
Senior Manager PT Bintan Inti Industrial Estate (BIIE) yang juga Ketua Apindo Bintan, Jamin Hidajat mengatakan, FTZ BBK sebenarnya memiliki peluang besar menarik investor global dari Eropa dan Amerika seiring memburuknya perekonomian di kawasan tersebut yang memicu terjadinya relokasi pabrik. Selain itu, FTZ BBK juga punya peluang besar untuk menarik investor asing dari Thailand yang juga banyak melakukan relokasi paska banjir.
Sayangnya situasi itu tidak bisa dimanfaatkan dengan baik karena masih banyaknya persoalan investasi di kawasan BBK. Persoalan itu antara lain, belum selesainya revisi Peraturan Pemerintah nomor 2 tahun 2009 tentang aturan main FTZ yang menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Investor yang akan masuk ke suatu negara, tentu akan mempertimbangkan banyak faktor utamanya kepastian hukum karena mereka ingin berusaha dengan aman. Selain itu biaya produksi juga diperbandingkan dengan Negara lain, sehingga kita mestinya bisa lebih kompetitif,” katanya, Senin (28/11).
Kawasan industri Bintan sendiri, kata Jasmin masih sulit menjaring investor asing meskipun promosi selalu dilakukan. Pasalnya, investor asing yang sudah menyatakan minat untuk menanamkan modalnya di Bintan ternyata banyak yang menunda investasinya dipicu belum selesainya revisi PP no 02 tahun 2009.
Sepanjang 2011 ini, Kawasan industri Bintan atau BIIE hanya mendapat satu investor asing yakni PT Singa Tac dari Singapura yang membuka pabrik perbaikan kapal. Perusahaan itu sudah memperbaiki sekitar 7 unit kapal asing ukuran besar dan memperkerjakan lebih dari 300 karyawan.
Wakil Bupati Bintan, Khazalik mengatakan, selain di Kawasan Industri Bintan, sejumlah investor asing juga tertarik untuk menanamkan modalnya di kawasan lain seperti di Lagoi. Kawasan Lagoi di fokuskan untuk pembangunan industri pariwisata dan saat ini sedang dibangun Pesona Lagoi Bintan (Treasure Bhay) oleh investor asing dengan nilai investasi triliunan rupiah.
“Baru-baru ini, di kawasan Lagoi juga sudah dilakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan hotel yakni Alila, ini merupakan dampak positif dari FTZ,” katanya.
Ketua Kadin Batam, Nada Faza soraya mengatakan pemerintah dinilai kurang serius memberdayakan kawasan FTZ BBK untuk menjarin investor asing. Pasalnya, sejumlah aturan belum diselesaikan seperti PP no 02 tahun 2009 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi investor. Untuk itu, Nada mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi aturan tersebut.
Selain itu, Pemerintah juga harus menyediakan pelabuhan laut untuk kontainer yang memadai karena pelabuhan yang ada saat ini seperti pelabuhan batu ampar dinilai tidak layak lagi karena sudah kapasitasnya sudah berlebih.
Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, BP Batam sudah memiliki road map untuk pengembangan pelabuhan kontainer Batu Ampar. Kondisi pelabuhan tersebut itu memang sudah hampir over kapasitas sehingga beberapa waktu lalu dilakukan tender pengembangan yang dimenangkan investor asal Perancis. Namun, investor tersebut belum melakukan pembangunan karena terbentur dengan masalah keuangan akibat krisis financial.
Oleh karena itu, BP Batam akan membatalkan kerjasama dengan investor asal Perancis tersebut dan akan mengandeng investor lokal yakni Pelindo untuk melanjutkan pengembangannya. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar