TANJUNG PINANG – Pemerintah pusat perlu mengaji ulang jumlah dana bagi hasil minyak dan gas (DBH Migas) untuk Kabupaten Natuna Provinsi Kepulauan Riau karena angkanya lebih rendah dibanding daerah penghasil Migas lainya sehingga dinilai tidak adil.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI yang berasal dari Provinsi Kepri, Harry Azhar Azis mengatakan, Dana Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas (DBH Migas) yang diberikan pemerintah pusat untuk Kabupaten Natuna dinilai tidak adil karena Natuna hanya menerima 30 persen sedangkan pemerintah pusat 70 persen. Padahal, daerah penghasil Migas lainya seperti Aceh, Riau, Kalimantan Timur dan Papua rasio pembagiannya yakni 70 persen untuk daerah dan pemerintah pusat hanya 30 persen.
“Pemerintah pusat perlu mendengar aspirasi warga Natuna supaya tidak memicu tindakan yang mengarah pada disintegrasi bangsa karena masyarakat Natuna merasa diperlakukan tidak adil,” katanya, Kamis (10/11).
Bupati Natuna Ilyas Sabli menambahkan, DBH Migas yang diterima sebesar 30 persen harus dibagi lagi untuk
Kabupaten Anambas yang menjadi daerah pemekaran dari Natuna dan untuk Proivnsi Kepri, sehingga jumlah yang harus diterima hanya 400 miliar sampai 700 miliar rupiah setiap tahunya. Padahal, Natuna membutuhkan anggaran sekitar 3,3 triliun rupiah dalam APBD untuk mempercepat pembangunan ekonomi di daerah yang termasuk tertinggal di Indonesia tersebut.
"Natuna merupakan salah satu daerah tertinggal di Indonesia padahal kaya dengan sumber daya alam khususnya Migas. Untuk membangun daerah ini dibutuhkan APBD sekitar 3,3 triliun rupiah sehingga kami minta agar DBH Migas bisa dinaikan menjadi 50 sampai 70 persen karena sebagian besar APBD Natuna bersumber dari DBH Migas,” katanya, Kamis (10/11).
Selain pembagian DBH Migas yang tidak adil, Ilyas juga minta kepada Pemerintah Pusat agar lebih transparan terkait jumlah lifting atau produksi Migas yang dihasilkan dari daerah itu, sebab selama ini Pemerintah daerah tidak memiliki akses untuk mengetahuinya.
Ilyas yakin jumlah produksi Minyak dan Gas dari Natuna cukup besar, terlebih saat ini ladang gas East Natuna akan dieksplorasi.
Gas East Natuna
Terkait dengan eksplorasi ladang gas East Natuna diketahui bahwa Pertamina dan tiga mitranya yakni PT ExxonMobil Indonesia, PT Total E&P Indonesie, dan Petronas dalam waktu dekat segera mengoperasikan ladang yang menyimpan 50 TCF (triliun cubic feet) gas, setelah pemerintah menyetujui revisi bagi hasil.
Vice President Corparte Communication Pertamina, Mohammad Harun ketika dikonrimasi Koran Jakarta mengatakan, eksplorasi ladang gas Blok East Natuna segera dilakukan bersama dengan tiga mitranya yakni PT ExxonMobil Indonesia, PT Total E&P Indonesie, dan Petronas setelah pemerintah menyetujui proposal insentif bagi hasil yang diajukan. Proposal itu terpaksa diajukan karena kandungan CO2 di ladang East Natuna mencapai 71 persen lebih tinggi dibanding kandungan CO2 ladang gas pada umumnya sehingga dibutuhkan investasi dan biaya produksi yang lebih besar.
“Gas dari Natuna sebisa mungkin untuk kebutuhan domestik, bukan untuk ekspor tetapi hal tersebut sangat tergantung dengan harga nantinya,” kata Harun.
Terkait dengan kepemilikan saham Pertamina di ladang tersebut, Harun mengatakan Pertamina berharap mendapat mayoritas, terlebih kandungan gas di Blok tersebut cukup besar yakni 50 TCF dan jumlah itu diperkirakan salah satu yang terbesar di Indonesia. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar