Sabtu, 03 Desember 2011

Daya Tarik Batam Diragukan



Daya tarik Batam sebagai kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone dengan sejumlah fasilitas dan insentif yang diberikan pemerintah pusat mulai diragukan keefektipanya dalam menarik investor asing karena tidak banyak investor yang merealisasikan rencana investasinya. Batam juga gagal memanpaatkan momentum banjir di Thailand karena ratusan perusahaan asing di Negara itu yang berencana relokasi ternyata tidak ada satupun yang pindah ke Batam.

Bloomberg menyebutkan banjir yang terjadi di Thailand menyebabkan kerugian materi ditaksir 140 miliar baht setara dengan 4,6 miliar dolar AS akibat rusaknya fasilitas milik produsen atau sekitar 891 pabrik di tujuh kawasan industri. Berdasarkan laporan Thai Industrial Estate and Strategic Partners Association terdapat 460.000 pekerja yang menganggur akibat berhenti operasinya ratusan pabrik dari tujuh kawasan industri itu akibat banjir.

Selain itu, wilayah Lat Krabang, 10 kilometer dari bandara Suvarnabhumi dengan 231 pabrik yang mempekerjakan 48.000 pekerja juga berhenti operasi, termasuk pabrik Isuzu Motors Ltd dan Cadbury Plc. Dari ratusan perusahaan asing yang merugi akibat banjir, perusahaan Jepang paling menderita dengan klaim asuransi terbesar sekitar 190 miliar yen setara dengan 2,5 miliar dolar AS untuk mengganti kerusakan infrastruktur pabrik tersebut.

Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Abidin Hasibuan yang juga Direktur Utama PT Satnusa Persada Tbk mencatat ada dua momentum yang tidak dimanpaatkan secara maksimal oleh Pemerintah daerah dan Otoritas di Batam untuk menarik investasi. Pertama bencana gempa bumi dan tsunami di Jepang dan yang kedua banjir di Thailand. Bencana tersebut menyebabkan ribuan perusahaan asing di Jepang dan Thailand mencari tempat investasi baru yang menarik, nyaman, aman serta menguntungkan karena pabriknyar usak. Sayangnya, ribuan perusahaan tersebut tidak tertarik memindahkan pabriknya ke Batam.

"Kita tidak berharap musibah itu terjadi, kita juga prihatin, tetapi itu harus kita manfaatkan. Ada tujuh kawasan industri di Thailand yang terendam banjir, 45.000 perusahaan yang tidak bisa lagi beroperasi dengan nilai investasi 19 miliar dolar Amerika Serikat, ada 700.000 tenaga kerja yang terancam (kehilangan pekerjaan di sana). Peluang ini harus kita tangkap, bagaimana agar perusahaan-perusahaan itu ada yang relokasi ke Batam," kata Abidin kepada pers, Kamis (10/11).

Menurut Abidin, perusahan yang infrastrukturnya rusak akibat bencana itu banyak yang memilih Vietnam, China serta Malaysia untuk lokasi pabriknya yang baru sehingga kawasan industri di Negara tersebut maju pesat, seperti yang terjadi pada kawasan industri Iskandarsyah di Johor Bahru, Malaysia.

Kawasan industri Iskandarsyah Johor yang dibuka sama waktunya dengan Kawasan FTZ Batam, Bintan dan Karimun (BBK) tahun 2006, saat ini sudah memiliki ribuan perusahaan yang beroperasi dengan total investasi sekitar 770 miliar ringgit Malaysia, dan dari jumlah itu, 40 miliar ringgit Malaysia berasal dari investasi Singapura.

Kondisi itu jauh berbeda dengan Batam yang justru mengalami stagnan, bahkan menyusut pertumbuhan investasinya. Sebagai contoh, Kawasan Industri Batamindo (KIB) Mukakuning yang saat ini hampir 30 persen kosong gudangnya. Padahal, KIB dibangun oleh Economic Development Board (EDB) Singapura bekerja sama dengan Salim Group yang mestinya lebih mudah menjaring investasi dari Singapura. Contoh lainnya, Kawasan Industri Lobam, Bintan yang selama 10 tahun berdiri jumlah perusahaan yang beroperasi di kawasan itu tidak mengalami perkembangan meski Singapura melalui Singapore Coorporation (Singcorp) juga ikut sebagai pemilik kawasan industri tersebut.

Abidin mensinyalir, ada beberapa faktor yang menyebabkan investor asing, termasuk asal Singapura tidak begitu tertarik atau bahkan takut berinvestasi di Batam. Faktor tersebut antara lain, Birokrasi yang berbelit, masih adanya pungutan liar, banyaknya aksi unjuk rasa yang menakut-nakuti PMA dan adanya tindakan sejumlah pejabat dan anggota Dewan yang melakukan sidak yang membuat investor tidak tenang.

Selain itu, adanya rencana Pemerintah Kota dan DPRD Batam membuat Peraturan daerah tentang Tenaga kerja juga membuat investor asing semakin tidak nyaman sebab Perda yang sedang dibahas di DPRD tersebut memuat kewajiban dan denda yang ditujukan kepada pengusaha.

“Agar kondisi investasi di Batam tidak semakin memburuk, kami mengimbau DPRD dan Pemko Batam mengaji ulang rencana pembuatan Ranperda Naker. Batam tidak memerlukan ranperda itu karena hanya akan membuat investor semakin takut masuk ke Batam, terlebih sudah tersedia payung hukum yang jelas yakni UU tenaga kerja sebagai rujukan bagi pengusaha dan pekerja,” katanya.

Pertumbuhan Investasi
Berbeda dengan Abidin, Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Hubungan Masyarakat Badan Pengusahaan (BP) Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan Batam masih menarik bagi investor asing untuk menanamkan modalnya. Ketertarikan investor asing itu setidaknya terlihat dari masih tingginya minat mereka untuk berinvestasi ke Batam.
Berdasarkan catatan BP Batam, hingga kuartal tiga 2011 (Januari sampai September) terdapat 71 PMA yang berencana investasi ke Batam dengan nilai investasi sebesar 79.575.199,83,- dollar AS ditambah dengan nilai total invesetasi untuk perluasan usaha sebesar 66.554.243,- dollar AS. Meski mengalami penurunan dibanding kuartal tiga 2010, namun jumlahnya masih relatif tinggi, menunjukan Batam tetap menarik bagi investor.

“Pada kuartal tiga 2011 jumlah PMA yang berniat investasi ke Batam sejumlah 71 PMA turun 16,5 persen dibanding periode sama 2010 yang 85 PMA, kemudian nilai investasi yang ditanamkan PMA tersebut juga mengalami penurunan 7,63 persen dari 86.144.805,- dollar AS dikuartal tiga 2010 menjadi 79.575.199,83 dollar AS di kuartal tiga ini,” kata Joko.

Ketua Kadin Batam, Nada Faza Soraya mengatakan meski minat investor asing untuk menanamkan modalnya relatif tinggi, namun realisasinya masih minim. Itu terlihat dari belum direalisasikanya rencana investasi itu sehingga pertumbuhan industri di Batam masih lambat. Nada menyebut salah salah satu faktor penghambatnya adalah tidak adanya lahan. Ironisnya, banyak lahan di Batam terlantar karena tidak di olah atau belum dibangun oleh investor yang telah mengantongi ijin kepemilikan dari BP Batam.

Untuk itu, Kadin Batam meminta BP Batam untuk mengevaluasi status lahan yang diterlantarkan oleh investor agar segera ditarik kembali untuk diserahkan kepada investor lain yang memang serius untuk membangun.

Terkait dengan hal itu, Badan Pengusahaan (BP) Batam telah memberlakukan ketentuan bagi pengusaha yang sudah mendapat alokasi lahan. Jika dalam enam bulan lahan yang dialokasikan tidak segera dibangun maka BP Batam akan mengambil alih dan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) yang sudah dibayarkan akan dikembalikan.
Joko membenarkan memang banyak lahan tidur atau terlantar di Batam yang dibiarkan oleh pengusaha asing dan nasional yang telah mendapat ijin alokasi lahan. Hal itu terjadi disebabkan sejumlah faktor antara lain, pemilik lahannya atau pengusaha tersebut tidak berminat lagi membangun usahanya di batam. Ada juga karena alasan modalnya tak ada lagi untuk membangun. BP Batam akan mengambil alih lahan tidur tersebut dan nantinya akan dialokasikan ke pengusaha lain.
“Kedepanya, BP Batam akan lebih selektif dalam mengalokasikan lahan kepada investor agar tidak ada lagi lahan yang diterlantarkan,” kata Joko. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar