Kamis, 29 Desember 2011

2011 : Industri di Kawasan FTZ BBK Mengalami Penurunan Penjualan

BATAM – Mayoritas perusahaan di kawasan Free Trade Zone (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) diperkirakan mengalami penurunan penjualan sekitar 3,0 persen sepanjang tahun 2011 dipicu turunya permintaan dari Eropa dan Amerika serta Jepang sebagai dampak dari bencana Tsunami beberapa waktu lalu.

Pemimpin Bank Indonesia Batam, Elang Tri Praptomo dalam kajian ekonomi regional yang dilakukan tim riset BI Batam menyebut, laju pertumbuhan sektor industri di provinsi Kepri khususnya kawasan BBK pada triwulan tiga 2011 mengalami perlambatan dibanding periode sebelumnya dari 9,41 persen menjadi 6,71 persen. Itu disebabkan melandainya pertumbuhan sektor industri pengolahan seperti elektronik dan alat angkutan atau kapal yang merupakan kontributor utama dalam pertumbuhan industri secara keseluruhan di FTZ BBK.

Data tersebut diperoleh dari survei yang dilakukan BI Batam terhadap Sembilan perusahaan di FTZ BBK selama Juni sampai Oktober 2011. Dari survei itu diketahui bahwa penjualan rata rata perusahaan mengalami penurunan 3,0 persen selama periode survei dan diperkirakan sama hingga akhir tahun. Penurunan penjualan disebabkan turunya permintaan dari Jepang sebagai pasar utama yang dipicu bencana Tsunami dan gempa bumi di Negara itu. Selain itu, permintaan dari pasar Eropa dan Amerika Serikat juga turun akibat krisis finansial di kawasan tersebut.

Penurunan penjualan yang terjadi secara langsung menyebabkan penurunan kapasitas produksi terpakai yang diestimasi sekitar 2,0 persen.
Selain sektor industri elektronik yang mengalami penurunan, industri alat angkutan atau perkapalan juga menurun akibat krisis Eropa dan Amerika Serikat. Itu terlihat dari rata rata utilisasi terpakai perusahaan galangan kapal yang ada di FTZ BBK hanya 50-70 persen padahal sebelumnya mencapai 95 persen.
Penurunan kinerja industri perkapalan di kawasan BBK juga dipengaruhi oleh tingginya harga bahan baku baja yang mengalami kenaikan 15-20 persen sepanjang tahun 2011. Kenaikan harga bahan baku itu menyebabkan sejumlah perusahaan melakukan koreksi terhadap harga sehingga berpengaruh terhadap volume penjualan.

Melambatnya pertumbuhan industi pengolahan di kawasan BBK menyebabkan ekspor dari Kepri turun signifikan dari 7,22 persen di kuartal dua 2011 menjadi hanya 4,9 persen di kuartal tiga ini dan kondisi itu diperkirakan akan sama hingga akhir tahun. Penurunan ekspor itu terlihat dari stagnasi aktivitas bongkar muat atau cargo loaded untuk tujuan internasional melalui pelabuhan utama FTZ Batam yakni pelabuhan batu ampar, sekupang dan Kabil.
Di tiga pelabuhan utama itu, volume muat kontainer ekspor internasional di kuartal tiga 2011 sebanyak 22.979 TEU’s lebih rendah disbanding periode sebelumnya yang 22.999 TEU’s. Berdassarkan penggolongan barang, pelemahan kinerja ekspor itu sebagian besar terjadi pada jenis barang elektronik dan mesin mekanis akibat melemahnya daya beli global.

Ketua Kamar Dagang dan Industri Batam, Nada Faza Soraya mengatakan, penurunan kinerja indsutri di kawasan FTZ BBK pada tahun 2011 ini harus diwaspadai dan menjadi evaluasi bagi pemerintah agar tidak terjadi lagi di tahun depan. Untuk itu, pemerintah harus segera mengatasinya dengan membangun iklim berusaha yang lebih baik. Salah satunya dengan mempercepat revisi Peraturan Pemerintah nomor 02 ahun 2009 tentang perlakuan kepabeanan, perpajakan dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang ked an dari serta berada di kawasan FTZ.

"Pengusaha sampai kini masih sabar menunggu hasil akhir revisi PP no 02 tahun 2009 dan diharapkan tahun depan bisa selesai karena ini penting sebagai paying hokum bagi investor untuk berusaha di FTZ BBK,’ katanya, Kamis (29/12).

Dikatakan, sampai saat ini belum ada tanda-tanda PP 02 tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta berada di kawasan FTZ bakal direvisi oleh Pemerintah Pusat, akibatnya, dampak pemberlakuan FTZ di kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK) yang diharapkan sebagai lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia wilayah barat belum terwujud.

Padahal, Batam merupakan kota yang sangat potensial untuk bisa maju sejajar dengan Singapura dan Negeri Johor.
"Apabila Batam tidak berkembang dengan baik, ini kan lucu, padahal Batam punya peluang yang sangat besar untuk menjadi lokomotif perekonomian, tetapi disia-siakan begitu saja oleh pemerintah pusat,” kata Nada.(gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar