Senin, 18 Februari 2013

Pengembangan Industri di BBK Harus Fokus


Pengelola kawasan Free Trade Zone Batam, Bintan dan Karimun (FTZ-BBK) mestinya bisa fokus mengembangkan industri yang lebih banyak menyerap tenaga kerja seperti industri manufaktur untuk mengatasi pengangguran.
Menteri Perindustrian, M.S Hidayat sewaktu berkunjung ke Batam beberapa waktu lalu minta agar Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat memfokuskan pengembangan industri di kawasan FTZ BBK pada tiga bidang yakni industri galangan kapal, industri elektronik dan industri penunjang Minyak dan gas. Alasanya ketiga industri tersebut banyak menyerap tenaga kerja sehingga dapat mengatasi persoalan pengangguran.
Menurut Hidayat, ketiga industri itu sudah cukup berkembang di BBK terutama Batam dan bisa terus ditingkatkan jika Pemerintah daerah bisa memberi layanan birokrasi yang nyaman pada investor yang ingin masuk.
“Lokasi BBK sangat strategis dan memang diperuntukan bagi kawasan industri, hanya saja dalam pengembanganya harus fokus agar daerah ini memiliki cirri dan daya saing di tingkat global,” katanya.
Gubernur Kepri yang juga Ketua Dewan Kawasan FTZ BBK, H. M Sani mengatakan, pertumbuhan ekonomi Kepri dikontribusi cukup besar dari kawasan BBK karena pusat pertumbuhan di Kepri memang di tiga daerah itu. Sementara itu, sektor ekonomi yang berperan penting adalah industri pengolahan serta perdagangan sedangkan hotel dan restoran tetap menjadi source of growth.
“Berdasarkan data BPS sampai dengan triwulan III 2012, sektor industri pengolahan dan perdagangan secara tahunan masing-masing tumbuh 7,44 persen dan 12,07 persen dipicu masih kuatnya permintaan domestic dan global,” katanya.  Sani meyakini sector industri masih tetap tumbuh di tahun 2013 dan masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Kepri.
Meski demikian, Pemerintah Provinsi Kepri akan mewaspadai perlambatan permintaan global akibat kondisi ekonomi Eropa dan Amerika yang belum pulih. Kondisi itu menyebabkan permintaan sejumlah produk menurun sehingga berdampak pada ekspor dari kawasan FTZ BBK yang selama ini hampir seluruh produksinya untuk kebutuhan ekspor.
Kekuatiran itu cukup beralasan sebab kondisi di 2012 cukup menguatirkan. Berdasarkan data BPS Kepri, pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecil Triwulan IV tahun 2012 secara total turun sebesar 4,23 persen (q-to-q) dibandingkan Triwulan III tahun 2012. Begitupun dengan pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecil Triwulan II tahun 2012 secara total turun sebesar 0,24 persen (q-to-q) dibandingkan Triwulan I tahun 2012.  Kondisi yang sama juga terjadi pada Triwulan I tahun 2012 yang secara total turun sebesar 2,47 persen (q-to-q) dibandingkan Triwulan IV tahun 2011.
Kenaikan hanya terjadi pada Triwulan III tahun 2012 yang secara total naik sebesar 2,93 persen (q-to-q) dibandingkan Triwulan II tahun 2012.
Peneliti The Habibie Centre, Zamroni Salim mengatakan, pengelola kawasan FTZ BBK memang sudah saatnya untuk fokus pada bidang industri tertentu dan idealnya industri yang berbasis tenaga kerja, karena pemerintah tidak memungut bea masuk dan pajak atas barang yang masuk dan keluar dari kawasan tersebut, dengan demikian, pemerintah tidak memiliki pendapatan atas pungutan pajak dan bea masuk sepertihalnya daerah lain. Kehilangan pendapatan pemerintah atas pajak dan bea masuk tersebut, mestinya digantikan dengan pendapatan yang diterima rakyat dengan adanya lapangan pekerjaan.
Ironisnya, sejak beberapa tahun terakhir struktur ekonomi di kawasan FTZ BBK khususnya Batam cenderung bergeser dari sector industri ke perdagangan. Zamroni kuatir jika sector perdagangan terus tumbuh melampauai industri akan menghilangkan keistimewaan BBK sebagai kawasan industri.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, Profesor Tan Khee Giap di Batam mengatakan, kawasan FTZ BBK memiliki potensi besar untuk tumbuh dan menjadi salah satu kawasan yang diperhitungkan. Untuk itu, Dewan Kawasan FTZ BBK mestinya membuat kluster industri sebagai strategi pengembangan ekonomi secara keseluruhan.
“Berdasarkan riset yang kami kerjakan, setidaknya saat ini terdapat 11 kluster industri yang sesuai dengan kawasan FTZ BBK dan pemerintah daerah ini harus melihat ke arah industri kluster, dan mencari kluster yang kedepannya sangat menjanjikan serta paling memungkinkan,” katanya.
Beberapa industri kluster yang menjanjikan untuk BBK saat ini adalah Kluster Elektronik atau Manufaktur, Kluster Aircraft atau Automotif atau Precision Engineering, Kluster Teknologi Informasi dan Kluster Agrikultur.

Untuk Kluster industri Otomotif, potensi tersebut menjanjikan baik di BBK maupun di daerah Indonesia lainnya mengingat tingkat konsumsi produk otomotif di Indonesia cukup tinggi. Sehingga jika langkah kluster ini direalisasikan, diperkirakan tingkat produksi otomotif nasional pun akan meningkat.

Sedangkan untuk Kluster Teknologi Informasi, lanjut dia, dua negara di regional Asia sudah bergerak ke arah ini, yakni China dan Singapura.
Sehingga ia menilai Indonesia bisa mengikuti pergerakan industri ini di BBK.

Sama halnya dengan Kluster Agrikultur. Tan Khee menegaskan bahwa kluster industri ini harus diperhatikan Indonesia karena pentingnya industri ini. Ia memperkirakan jika Indonesia memerhatikan industri ini, Indonesia akan menjadi mitra bersama China dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini mengingat China memiliki industri proses produk makanan yang berkualitas.

“Agrikutur, sangat penting. China akan mengimpor produk ini untuk 40 tahun kedepan. Indonesia dan China akan menjadi ‘natural partner’ jika Indonesia bisa memaksimalkan Agrikultur,” katanya.

Tan Khee pun mengatakan Singapura memprediksi Indonesia bisa memiliki kekuatan ekonomi menengah atau Mid-power pada 2013. Prediksi ini dilakukan karena Singapura saat ini tengah mengidentifikasi pertumbuhan ekonomi di regional Asia.
Singapura, katanya ingin memastikan tidak melewatkan sedikitpun pertumbuhan di Asia saat Amerika Serikat dan Eropa sedang melemah. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar