Pengelola
kawasan Free Trade Zone Batam, Bintan
dan Karimun (FTZ-BBK) mestinya bisa fokus mengembangkan industri yang lebih
banyak menyerap tenaga kerja seperti industri manufaktur untuk mengatasi
pengangguran.
Menteri Perindustrian, M.S Hidayat sewaktu berkunjung ke
Batam beberapa waktu lalu minta agar Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dapat
memfokuskan pengembangan industri di kawasan FTZ BBK pada tiga bidang yakni
industri galangan kapal, industri elektronik dan industri penunjang Minyak dan
gas. Alasanya ketiga industri tersebut banyak menyerap tenaga kerja sehingga dapat
mengatasi persoalan pengangguran.
Menurut Hidayat, ketiga industri itu sudah cukup berkembang
di BBK terutama Batam dan bisa terus ditingkatkan jika Pemerintah daerah bisa
memberi layanan birokrasi yang nyaman pada investor yang ingin masuk.
“Lokasi BBK sangat strategis dan memang diperuntukan bagi
kawasan industri, hanya saja dalam pengembanganya harus fokus agar daerah ini
memiliki cirri dan daya saing di tingkat global,” katanya.
Gubernur Kepri yang juga Ketua Dewan Kawasan FTZ BBK, H. M
Sani mengatakan, pertumbuhan ekonomi Kepri dikontribusi cukup besar dari
kawasan BBK karena pusat pertumbuhan di Kepri memang di tiga daerah itu.
Sementara itu, sektor ekonomi yang berperan penting adalah industri pengolahan
serta perdagangan sedangkan hotel dan restoran tetap menjadi source of growth.
“Berdasarkan
data BPS sampai dengan triwulan III 2012, sektor industri pengolahan dan
perdagangan secara tahunan masing-masing tumbuh 7,44 persen dan 12,07 persen
dipicu masih kuatnya permintaan domestic dan global,” katanya. Sani
meyakini sector industri masih tetap tumbuh di tahun 2013 dan masih menjadi
penopang utama pertumbuhan ekonomi Kepri.
Meski demikian, Pemerintah Provinsi Kepri akan mewaspadai
perlambatan permintaan global akibat kondisi ekonomi Eropa dan Amerika yang
belum pulih. Kondisi itu menyebabkan permintaan sejumlah produk menurun
sehingga berdampak pada ekspor dari kawasan FTZ BBK yang selama ini hampir
seluruh produksinya untuk kebutuhan ekspor.
Kekuatiran itu cukup beralasan sebab kondisi di 2012 cukup
menguatirkan. Berdasarkan data BPS Kepri, pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur
Mikro Kecil Triwulan IV tahun 2012 secara total turun sebesar 4,23 persen
(q-to-q) dibandingkan Triwulan III tahun 2012. Begitupun dengan pertumbuhan
Produksi Industri Manufaktur Mikro Kecil Triwulan II tahun 2012 secara total
turun sebesar 0,24 persen (q-to-q) dibandingkan Triwulan I tahun
2012. Kondisi yang sama juga terjadi pada Triwulan I tahun 2012 yang
secara total turun sebesar 2,47 persen (q-to-q) dibandingkan Triwulan IV tahun
2011.
Kenaikan hanya terjadi pada Triwulan III tahun
2012 yang secara total naik sebesar 2,93 persen (q-to-q) dibandingkan Triwulan
II tahun 2012.
Peneliti The Habibie Centre, Zamroni Salim mengatakan, pengelola
kawasan FTZ BBK memang sudah saatnya untuk fokus pada bidang industri tertentu
dan idealnya industri yang berbasis tenaga kerja, karena pemerintah tidak
memungut bea masuk dan pajak atas barang yang masuk dan keluar dari kawasan
tersebut, dengan demikian, pemerintah tidak memiliki pendapatan atas pungutan
pajak dan bea masuk sepertihalnya daerah lain. Kehilangan pendapatan pemerintah
atas pajak dan bea masuk tersebut, mestinya digantikan dengan pendapatan yang
diterima rakyat dengan adanya lapangan pekerjaan.
Ironisnya, sejak beberapa tahun terakhir struktur ekonomi di
kawasan FTZ BBK khususnya Batam cenderung bergeser dari sector industri ke
perdagangan. Zamroni kuatir jika sector perdagangan terus tumbuh melampauai
industri akan menghilangkan keistimewaan BBK sebagai kawasan industri.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi dari Lee Kuan Yew School of Public Policy,
National University of Singapore, Profesor Tan Khee Giap di Batam mengatakan, kawasan
FTZ BBK memiliki potensi besar untuk tumbuh dan menjadi salah satu kawasan yang
diperhitungkan. Untuk itu, Dewan Kawasan FTZ BBK mestinya membuat kluster
industri sebagai strategi pengembangan ekonomi secara keseluruhan.
“Berdasarkan riset yang kami kerjakan, setidaknya saat ini terdapat 11
kluster industri yang sesuai dengan kawasan FTZ BBK dan pemerintah daerah ini harus
melihat ke arah industri kluster, dan mencari kluster yang kedepannya sangat
menjanjikan serta paling memungkinkan,” katanya.
Beberapa industri kluster yang menjanjikan untuk BBK saat ini adalah Kluster
Elektronik atau Manufaktur, Kluster Aircraft atau Automotif atau Precision
Engineering, Kluster Teknologi Informasi dan Kluster Agrikultur.
Untuk Kluster industri Otomotif, potensi tersebut menjanjikan baik di BBK
maupun di daerah Indonesia lainnya mengingat tingkat konsumsi produk otomotif
di Indonesia cukup tinggi. Sehingga jika langkah kluster ini direalisasikan,
diperkirakan tingkat produksi otomotif nasional pun akan meningkat.
Sedangkan untuk Kluster Teknologi Informasi, lanjut dia, dua negara di regional
Asia sudah bergerak ke arah ini, yakni China dan Singapura.
Sehingga ia menilai
Indonesia bisa mengikuti pergerakan industri ini di BBK.
Sama halnya dengan Kluster Agrikultur. Tan Khee menegaskan bahwa kluster
industri ini harus diperhatikan Indonesia karena pentingnya industri ini. Ia
memperkirakan jika Indonesia memerhatikan industri ini, Indonesia akan menjadi
mitra bersama China dalam beberapa tahun ke depan. Hal ini mengingat China
memiliki industri proses produk makanan yang berkualitas.
“Agrikutur, sangat penting. China akan mengimpor produk ini untuk 40 tahun
kedepan. Indonesia dan China akan menjadi ‘natural partner’ jika Indonesia bisa
memaksimalkan Agrikultur,” katanya.
Tan Khee pun mengatakan Singapura memprediksi Indonesia bisa memiliki kekuatan
ekonomi menengah atau Mid-power pada 2013. Prediksi ini dilakukan karena
Singapura saat ini tengah mengidentifikasi pertumbuhan ekonomi di regional
Asia.
Singapura, katanya ingin memastikan tidak melewatkan sedikitpun pertumbuhan
di Asia saat Amerika Serikat dan Eropa sedang melemah. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar