BATAM – Bank Indonesia (BI) Batam memperkirakan pertumbuhan
ekonomi Provinsi Kepulauan Riau 7,51 persen sepanjang 2012, lebih rendah dibanding
target Pemerintah Provinsi Kepri yang lebih dari 8,0 persen disebabkan
melemahnya kinerja ekspor.
Kepala Kantor Perwakilan Bank
Indonesia (BI) Batam, Amanlison Sembiring mengatakan, sepanjang tahun 2012,
pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) diperkirakan berada
dikisaran 7,51 persen hingga 8,01 persen. Angka 7,51 persen lebih mudah dicapai
disebabkan kinerja perekonomian kuartal empat melambat sehingga angka
pertumbuhanya berada dikisaran 7,61 persen plus minus satu persen. Sedangkan
angka 8,01 persen merupakan target optimistis yang sulit dicapai karena kinerja
ekspor diperkirakan masih melambat akibat belum pulihnya permintaan dari pasar
Eropa dan Amerika Serikat.
“Pertumbuhan ekonomi tahun 2012
dinilai cukup positif meski belum mencapai target, dan pertumbuhan ekonomi
tahun 2013 diprediksi lebih rendah disbanding 2012,’ katanya, Rabu (5/12).
Dijelaskan, akselerasi tertinggi pertumbuhan
ekonomi di triwulan IV 2012 diperkirakan berasal dari sektor perdagangan, hotel
dan restoran seiring dengan peningkatan aktivitas masyarakat pada musim libur
akhir tahun. Sedangkan pendorong ekonomi utama masih berasal dari sector industri
yang tumbuh 6,31 persen (yoy).
Meski sector industri dan perdagangan serta hotel dan restoran
mengalami pertumbuhan, namun masih belum cukup mendorong pertumbuhan ekonomi
yang lebih besar disebabkan ekspor yang melambat.
Berdasarkan catatan BPS, kinerja
ekspor Kepri sepanjang tahun ini mengalami perlambatan. Pada kuarltal dua 2012
kinerja ekspor 6,83 persen lalu turun menjadi 2,44 persen di kuartal tiga 2012.
Turunya kinerja ekspor disebabkan masih lemahnya permintaan dari pasar Eropa
dan Amerika Serikat dipicu perbaikan ekonomi yang belum tuntas di negara
tersebut.
Ketua Apindo Kepri, Ir Cahya mengatakan,
selain kinerja ekspor yang melambat, tidak tercapainya target pertumbuhan
ekonomi tahun 2012 disebabkan kontribusi sektor industri yang menjadi
penyumbang utama mengalami kontraksi disebabkan banyak faktor. Salah satu
faktornya adalah langkah sejumlah perusahaan yang menutup pabriknya di Batam
karena iklim investasi yang kurang kondusif. Itu disebabkan situasi
ketenagakerjaan dan tidak adanya kepastian hokum.
Kondisi itu, kata Cahya akan
berlangsung hingga tahun depan disebabkan kebijakan Pemerintah Kota Batam yang
mengajukan UMK lebih dari 2 juta rupiah atau naik hingga 56 persen. Kebijakan yang
mendapat pertentangan dari dunia usaha tersebut dikuatirkan bisa berdampak pada
penutupan beberapa pabrik karena tidak mampu membayar gaji pegawai. Akibatnya,
semakin banyak jumlah pengangguran dan kinerja ekspor pun bakal anjlok.
Sebelumnya, Gubernur Kepri HM Sani merasa optimistis pertumbuhan ekonomi
tahun 2012 ini mencapai lebih dari 8,0
persen. Itu didasari atas makin membesarnya anggaran yang dimiliki pemerintah
daerah. Jika pada 2004 APBD Kepri hanya 192 miliar rupiah, maka pada tahun 2005
menjadi 500 miliar rupiah dan tahun 2012 menjadi 2,4 triliun rupiah.
Sayangnya, berdasarkan catatan BI Batam, sebagian besar APBD yang dimiliki
Kepri hanya digunakan untuk belanja rutin seperti gaji pegawai dan membiayai kegiatan
seremonial yang tidak berdampak positif terhadap perekonomian warga. Akibatnya,
kondisi infrastruktur di Kepri hingga saat ini masih dalam kondisi menyedihkan
khususnya di daerah perbatasan dengan negara lain yang belum ada akses
transportasi hingga saat ini.
Berdasarkan catatan keuangan daerah, dari Target Penerimaan Anggaran 2012
sebesar 2,038 triliun rupiah, seluruhnya digunakan untuk belanja (langsung dan
tidak langsung). Ironisnya, total target anggaran belanja tahun 2012 sebesar
2,4 triliun rupiah. Dengan demikian, meski seluruh penerimaan daerah telah
digunakan untuk belanja, namun masih belum cukup untuk membiayai belanja secara
keseluruhan. Bahkan Kepri mengalami defisit sekitar 4 miliar rupiah. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar