Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan, pertumbuhan
ekonomi China saat ini merupakan salah satu yang tercepat di dunia dan langkah
pemerintah transisi yang akan melipatgandakan pertumbuhanya akan memicu
pertumbuhan ekonomi global. Langkah tersebut, sebenarnya bisa ditiru pemerintah
Indonesia asalkan pemerintah saat ini mau merubah kebijakannya.
Contohnya soal kebijakan industri,
selama ini industri dalam negeri tidak efisien disebabkan sebagian besar bahan
baku masih di impor sedangkan China tidak tergantung pada impor. Untuk
mengurangi impor bahan baku, maka pemerintah harus memberdayakan potensi
ekonomi yang ada untuk mendukung industri.
“Pertumbuhan ekonomi saat ini
cenderung hanya terjadi di Kota sedangkan ekonomi desa tidak bertumbuh dan
potensi ekonomi desa seperti sumber daya alam serta sumber daya manusia hanya
digunakan untuk mendukung pertumbuhan kota dan minim sekali pengembalianya ke
desa,” kata Enny, Minggu (18/11).
Transpormasi ekonomi daerah juga
dinilai keliru karena cenderung merubah sector agraris menjadi industri,
padahal sebenarnya transportasi diartikan untuk mengubah cara tradisional
menjadi modern. Potensi ekonomi yang dimiliki desa tidak perlu dirubah tetapi
cara pengelolaanya yang harus dirubah menjadi lebih modern agar produksinya
meningkat, dengan demikian bahan baku tersedia untuk industri sehingga impor
bisa dikurangi.
Untuk melakukan transpormasi di desa maka,
Pemerintah Pusat harus memiliki keinginan politik yang kuat membangun desa.
Caranya dengan menyediakan anggaran yang cukup untuk membangun sarana jalan dan
listrik atau infrastruktur. Jika sarana tersebut cukup tersedia maka mobilitas
penduduk dan tata niaga hasil pertanian bisa lebih lancar sehingga kebutuhan
bahan baku di kota bisa di suffort dari desa bukan di impor.
“Selama ini tata niaga buruk karena infrastruktur
buruk, akibatnya produk hortikultura dari Sukabumi misalnya sulit dan lama
sampai ke Jakarta dan sebaliknya produk hortikultura dari China justru lebih
cepat sampai ke Jakarta,” kata Enny.
Untuk membangun infrastruktur tersebut pemerintah
harus memiliki anggaran yang cukup dan selama ini dengan APBN lebih dari 1000
triliun mestinya pemerintah pusat memiliki anggaran untuk membangun
infrastruktur namun sayangnya anggaran tersebut lebih banyak digunakan untuk
kegiatan yang tidak produktif seperti membayar bunga utang obligasi rekap.
Pemerintah disarankan untuk menghentikan pembayaran
bunga obligasi rekap karena menurut Enny, selama ini kondisi perbankan di tanah
air sudah cukup baik dan sehat dilihat dari indicator perbankan yang ada.
“Pemerintah mestinya membantu sector yang sakit dan
selama ini perbankan sudah dinyatakan sehat dari indicator yang ada seperti NPL
dan LDR serta jumlah asset serta keuntungan yang diperoleh bank. Untuk itu
pembayaran bunga obligasi rekap mestinya dihentikan dan Pemerintah
berkonsentrasi lagi pada sector yang sakit yakni sector pertanian,” kata Enny. (gus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar