Tiga
Tahun Natal di Rantau
Merantau
ke Batam tujuanya untuk mengubah nasib serta membantu orang tua di kampung halaman
di Sumatra Utara, tapi nasib berkata lain. Sudah tiga tahun justru Charles tak bisa
menikmati Natal bersama keluarga di kampung halaman karena tidak punya biaya.
Kehidupan di kampong halaman yang pas pasan, memaksa Charles (24) terpaksa merantau ke
Batam untuk mengadu nasib mencari peruntungan. Tahun 2010, Charles membulatkan
tekatnya pergi ke Batam. Daerah itu dituju karena banyak pemuda di kampungnya
yang sudah berhasil merantau di Batam. Tiba di Batam, Charles numpang dirumah
teman sekampungnya di daerah Batu Aji Batam, dan keberuntungan berpihak
padanya. Hanya dalam waktu dua minggu di Batam, Charles sudah mendapat
pekerjaan di salah satu perusahaan elektronik di kawasan industri muka kuning
Batam.
Charlespun merasa senang sudah mendapat pekerjaan
lalu dia mencoba untuk berdikari dengan mencari kos sendiri tidak lagi numpang
di kosan temannya. Namun, dengan gaji yang pas pasan, Charles tidak bisa
menabung, terlebih kehidupan gemerlap di Kota Batam telah menguras isi
kantongnya.
Gaji yang diterima 1,4 juta per bulan tidak mampu
memenuhi semua keinginan Charles, bahkan untuk mengirim uang ke orang tua di kampong
halaman pun sulit dilakukan. Terkadang Charles terpaksa mengutang ke temanya
untuk menutup kebutuhan bulananya.
Dikatakan, uang gaji 1,4 juta rupiah dibagi untuk
membayar uang kos 350 ribu rupiah, makan selama satu bulan 600 ribu rupiah,
uang transportasi 300 ribu rupiah, sisanya sekitar 200 ribu rupiah lagi untuk
jalan jalan kalau hari libur bersama teman satu kerjanya.
Meski hidup serba kekurangan tak membuat Charles
putus asa, dia senantiasa berdoa di gereja setiap hari minggu. Namun, hati
Charles sangat perih tak kala Natal menjelang.
“Sudah tiga tahun saya tidak merayakan natal bersama
keluarga karena tidak bisa pulang kampong. Ongkos ke Medan sangat mahal
menjelang Natal, terlebih di kampong saya punya banyak saudara dan ponakan
sehingga perlu banyak bawa uang kalau mau pulang kampong, kan ga mungkin lagi
merepotkan orang tua di kampong,’ kata Charles.
Walaupun tidak merayakan Natal dan Tahun baru di kampong
halaman, Charles tidak merasa kesepian karena banyak teman dan kerabatnya di
Batam yang juga tidak pulang kampong sehingga mereka berkumpul untuk merayakan
natal bersama. Namun begitu, Charles merasa selalu ada yang kurang saat
merayakan Natal tidak bersama keluarga.
Natal bagi Charles merupakan hari raya yang harusnya
kumpul bersama keluarga untuk saling memaafkan dan silaturahmi. Teringat waktu
kecil, Charles selalu dibelikan pakaian baru oleh orang tuanya saat Natal
menjelang. Diapun selalu diberi uang oleh paman dan kakaknya saat Natal dan itu
merupakan peristiwa yang tidak pernah dia lupakan.
“Kalau malam natal saat saya tidur sendiri, saya
selalu menangis mengingat orang tua dan keluarga di kampong karena tidak bisa
berkumpul bersama mereka,” kata Charles.
Untuk menghibur dirinya, Charles selalu mengingat
pesan Pendeta saat kubah Natal, bahwasanya Makna Natal sesungguhnya adalah momentum
untuk perubahan serta peneguhan atas perjuangan manusia di dunia.
Kelahiran Yesus lebih dari 2000 tahun lalu membawa sukacita bagi para
malaikat, para gembala, dan tiga raja dari timur, yang kemudian bergegas
menyambutNya dengan cara mereka sendiri.
Pesta kelahiran Yesus dirayakan sebagai kabar gembira di tengah-tengah dunia
yang keras dan kejam. Di dalamnya umat manusia merayakan persekutuan dengan
Tuhan yang datang menyapa dan memberi arti bagi kehidupan manusia.
Kelahiran Yesus, sebagaimana kelahiran manusia pada umumnya, merupakan momen
awal baginya untuk kemudian tumbuh menjadi seorang pria dewasa. Ia pada
akhirnya menyadari panggilan hidup-Nya sebagai utusan Allah untuk menebus dosa
manusia dengan mati di salib. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar