Minggu, 17 Februari 2013

Tiga Tahun Natal di Rantau

Tiga Tahun Natal di Rantau

Merantau ke Batam tujuanya untuk mengubah nasib serta membantu orang tua di kampung halaman di Sumatra Utara, tapi nasib berkata lain. Sudah tiga tahun justru Charles tak bisa menikmati Natal bersama keluarga di kampung halaman karena tidak punya biaya.

Kehidupan di kampong halaman yang pas pasan,  memaksa Charles (24) terpaksa merantau ke Batam untuk mengadu nasib mencari peruntungan. Tahun 2010, Charles membulatkan tekatnya pergi ke Batam. Daerah itu dituju karena banyak pemuda di kampungnya yang sudah berhasil merantau di Batam. Tiba di Batam, Charles numpang dirumah teman sekampungnya di daerah Batu Aji Batam, dan keberuntungan berpihak padanya. Hanya dalam waktu dua minggu di Batam, Charles sudah mendapat pekerjaan di salah satu perusahaan elektronik di kawasan industri muka kuning Batam.

Charlespun merasa senang sudah mendapat pekerjaan lalu dia mencoba untuk berdikari dengan mencari kos sendiri tidak lagi numpang di kosan temannya. Namun, dengan gaji yang pas pasan, Charles tidak bisa menabung, terlebih kehidupan gemerlap di Kota Batam telah menguras isi kantongnya.

Gaji yang diterima 1,4 juta per bulan tidak mampu memenuhi semua keinginan Charles, bahkan untuk mengirim uang ke orang tua di kampong halaman pun sulit dilakukan. Terkadang Charles terpaksa mengutang ke temanya untuk menutup kebutuhan bulananya.
Dikatakan, uang gaji 1,4 juta rupiah dibagi untuk membayar uang kos 350 ribu rupiah, makan selama satu bulan 600 ribu rupiah, uang transportasi 300 ribu rupiah, sisanya sekitar 200 ribu rupiah lagi untuk jalan jalan kalau hari libur bersama teman satu kerjanya.
Meski hidup serba kekurangan tak membuat Charles putus asa, dia senantiasa berdoa di gereja setiap hari minggu. Namun, hati Charles sangat perih tak kala Natal menjelang.

“Sudah tiga tahun saya tidak merayakan natal bersama keluarga karena tidak bisa pulang kampong. Ongkos ke Medan sangat mahal menjelang Natal, terlebih di kampong saya punya banyak saudara dan ponakan sehingga perlu banyak bawa uang kalau mau pulang kampong, kan ga mungkin lagi merepotkan orang tua di kampong,’ kata Charles.

Walaupun tidak merayakan Natal dan Tahun baru di kampong halaman, Charles tidak merasa kesepian karena banyak teman dan kerabatnya di Batam yang juga tidak pulang kampong sehingga mereka berkumpul untuk merayakan natal bersama. Namun begitu, Charles merasa selalu ada yang kurang saat merayakan Natal tidak bersama keluarga.

Natal bagi Charles merupakan hari raya yang harusnya kumpul bersama keluarga untuk saling memaafkan dan silaturahmi. Teringat waktu kecil, Charles selalu dibelikan pakaian baru oleh orang tuanya saat Natal menjelang. Diapun selalu diberi uang oleh paman dan kakaknya saat Natal dan itu merupakan peristiwa yang tidak pernah dia lupakan.

“Kalau malam natal saat saya tidur sendiri, saya selalu menangis mengingat orang tua dan keluarga di kampong karena tidak bisa berkumpul bersama mereka,” kata Charles.

Untuk menghibur dirinya, Charles selalu mengingat pesan Pendeta saat kubah Natal, bahwasanya Makna Natal sesungguhnya adalah momentum untuk perubahan serta peneguhan atas perjuangan manusia di dunia.

Kelahiran Yesus lebih dari 2000 tahun lalu membawa sukacita bagi para malaikat, para gembala, dan tiga raja dari timur, yang kemudian bergegas menyambutNya dengan cara mereka sendiri.

Pesta kelahiran Yesus dirayakan sebagai kabar gembira di tengah-tengah dunia yang keras dan kejam. Di dalamnya umat manusia merayakan persekutuan dengan Tuhan yang datang menyapa dan memberi arti bagi kehidupan manusia.

Kelahiran Yesus, sebagaimana kelahiran manusia pada umumnya, merupakan momen awal baginya untuk kemudian tumbuh menjadi seorang pria dewasa. Ia pada akhirnya menyadari panggilan hidup-Nya sebagai utusan Allah untuk menebus dosa manusia dengan mati di salib. (gus).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar