Kamis, 18 Oktober 2012

Bangun Kota Pelabuhan di Pesisir Sumatra



Sudah saatnya Indonesia memanfaatkan potensi ekonomi yang dimiliki Selat Malaka dengan membangun sejumlah kota pelabuhan di pesisir Sumatra seperti di Pulau Sabang, Provinsi Aceh dan Batam di Provinsi Kepri. Kota pelabuhan tersebut harus dilengkapi dengan infrastruktur pelabuhan bertaraf internasional agar kapal asing yang melintasi Selat Malaka yang biasa singgah di Singapura dan Johor berpindah singgah di pelabuhan Indonesia.

Pelabuhan Sabang di Provinsi Aceh, sebenarnya sudah lama dikenal oleh dunia luar dan sangat berperan penting pada zaman pemerintahan Hindia Belanda  khususnya sebagai pelabuhan alam yang melayani pelayaran international untuk mendukung aktivitas perdagangan komoditi  dengan negara-negara Eropa masa itu.  Pelabuhan itu menjadi penting karena letaknya sangat strategis berada di Selat Malaka sebagai jalur lalulintas pelayaran internasional (international shipping line) tersibuk di dunia, sehingga menjadikan posisi Sabang begitu sentral sebagai pintu gerbang arus masuk barang dan jasa dari dalam dan ke luar negeri melintasi Selat Malaka.

Roda perekonomian di Sabang meredup pasca ditutupnya pelabuhan bebas atau Freeport sekitar tahun 1985. Akibatnya, kawasan Sabang seperti mati suri dan menjadi kawasan tertutup dari dunia luar. Sabang kembali mulai diperhitungkan pada 1993 dengan dibentuknya kerjasama ekonomi regional Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Trianggle (IMT-GT). Lalu pada pada tahun 1998, Pemerintah menetapkan Kawasan Sabang sebagai Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan Kepres No 171 tahun 1998. Ketika Presiden dijabat Abdurrahman Wahid, Pemerintah lantas mencanangkan Kawasan Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang dengan terbitnya UU No.37 Tahun 2000.

Meski pemerintah telah membuka kembali Sabang sebagai kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas dengan berbagai regulasi yang menyertainya, namun kawasan ini masih belum bangun juga dari tidur panjangnya.

Sepertihalnya Sabang, Pemerintah juga membangun kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas di Pulau Batam. Bedanya dengan Sabang, Batam saat ini sudah tumbuh sebagai kawasan industri dan pelabuhan serta perdagangan yang cukup maju di tingkat nasional. Tapi ditingkat regional apalagi internasional, Batam masih tertinggal jauh. Misalnya dibanding dengan kota pelabuhan di Johor Malaysia, maka Batam tertinggal 10 tahun padahal kawasan industri Iskandaryah di Johor awalnya belajar dari Batam tetapi saat ini kawasan pealabuhan tersebut sudah tumbuh menyaingi Singapura.

Wakil Ketua Kadin Kepri, Abdulah Gosse mengatakan, masih banyak kendala yang menyebabkan Batam maupun Sabang belum tumbuh seperti yang diharapkan untuk dapat bersaing dengan Singapura maupun Johor Malaysia. Antara lain, belum maksimalnya pemerintah mengelola kawasan tersebut dan minimnya investasi yang dikucurkan untuk membangun infrastruktur di kawasan itu.

Sementara, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Ir Cahya mengatakan, kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas Batam bisa tumbuh dengan cepat jika pemerintah pusat mau memberikan kewenanganya secara penuh kepada otoritas di daerah ini khusunsya kepada Dewak Kawasan yang dibentuk memang untuk mengelola kawasan tersebut. Selain itu,

“Dewan Kawasan FTZ tumpul sehingga tidak dapat mengambil tindakan apapun untuk mengelola kawasan, untuk itu Pemerintah Pusat harus mendelegasikan kewenangannya secara penuh kepada Dewan Kawasan agar daerah ini bisa tumbuh lebih cepat,” katanya.

pemerintah juga mestinya mau berinvestasi untuk membangun infrastruktur yang handal khususnya pelabuhan. Atau jika tidak, pemerintah mestinya dapat memberi aturan yang cukup longgar bagi investor yang tertarik membangun pelabuhan tersebut. Sebab jika aturan yang dibuat sangat ketat dan tidak menguntungkan maka sulit untuk mendapatkan investor. Contohnya investor asal Perancis yang dulu sudah tertarik membangun pelabuhan kargo internasional Batu Ampar justru mundur karena aturan pemerintah yang dinilai terlalu kaku. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar