Kamis, 18 Oktober 2012

Pembentukan Badan Keamanan Laut Mendesak


 
BATAM – Pemerintah dinilai tidak serius membentuk Badan Keamanan Laut atau Indonesia Sea and Coasth Guard sebab Peraturan Pemerintah (PP) terkait lembaga tersebut belum juga diturunkan hingga saat ini, padahal sesuai dengan amanat Undang Undang lembaga itu harusnya sudah terbentuk  tahun 2011.
 
Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Kalakhar Bakorkamla) Laksamana Madya TNI Bambang  Suwarto mengatakan, pihaknya hingga saat ini masih menunggu Peraturan Pemerintah (PP) tentang Pembentukan Lembaga Badan Keamanan Laut atau Sea and Coasth Guard. Padahal lembaga itu mestinya sudah berdiri tahun 2011 lalu sesuai dengan amanat Undang Undang yang diterbitkan pada Mei 2008 tentang Sea and Coasth Guard yang menyatakan bahwa Pemerintah harus membentuk lembaga itu paling lama tiga tahun sejak dikeluarkanya Undang Undang yang mengatur lembaga tersebut.

"Hingga saat ini,  kita masih melakukan koordinasi dengan para stake holder, sekaligus masih melakukan beberapa formulasi-formulasi baru terkait pembentukan lembaga Badan Keamanan Laut sembari menunggu PP nya," katanya, Jumat (31/8).

Menurut Bambang, Peraturan Pemerintah tentang Badan Keamana Laut (Sea and Coast Guard) sampai saat ini masih dilakukan pembahasan dan harmonisasi sekaligus mencari celah agar PP tersebut bisa di terima oleh seluruh stake holder yang terdiri dari 12 instansi terkait. Itu penting karena selama ini ke 12 instansi tersebut merasa memiliki hak untuk menjaga keamanan laut nasional.
 
Untuk itu, Badan Keamanan Laut yang nantinya terbentuk langsung dibawah naungan Presiden RI dan secara langsung akan di Koordinasikan oleh Menkopolhukam dengan memiliki beberapa tugas pokok utama yakni melakukan penegakan hukum dan pelanggaran hukum di laut Indonesia, SAR di laut, Pelindung kekayaan alam hayati di seluruh perairan Indonesia, menjaga keselamatan dan keamanan pelayaran serta menjalankan tugas pertahanan negara.

Ketua badan pelaksana nantinya dijabat Menteri Polhukam, dengan anggota Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Perhubungan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, dan Staf TNI Angkatan Laut.
 
Ketua Kadin Batam, Nada Faza Soraya mengatakan, pembentukan Sea and Coasth Guard mendesak dilakukan untuk menggeliatkan industri maritime dan menjamin adanya kepastian hokum di laut. Pasalnya, sejak dulu hingga saat ini tidak ada kepastian hokum dilaut seiring banyaknya lembaga yang merasa memiliki hak untuk mengambil tindakan terhadap pengusaha perkapalan di laut.
 
Ketidakpastian hokum tersebut menyebabkan pengusaha harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk ongkos produksi mengakibatkan industri maritim nasional sulit bersaing. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat harus segera membentuk Badan Keamanan Laut nasional agar lebih jelas institusi yang memang memiliki hak dan tanggung jawab melakukan pengawasan di laut.
Nada mencontohkan di Batam saat ini memiliki empat alat deteksi yang dioperasikan oleh empat lembaga atau institusi berbeda. Dan lebih parahnya lagi, pengawasan ini dilakukan secara bersamaan untuk objek yang sama. Padahal, untuk obyek yang sama mestinya hanya dilakukan oleh satu alat deteksi oleh satu institusi.
 
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pengusaha Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional Indonesia (Indonesian National Shiponers’ Association atau INSA), Carmelita Hartoto mengatakan, Belum terbentuknya Badan Keamanan Laut Nasional menambah biaya operasional bagi perusahaan pelayaran karena dibutuhkan waktu yang lama untuk pemeriksaan kapal niaga disebabkan pemeriksaan tidak dilakukan secara terkoordinasi melainkan terpisah antar instansi.
 
Menurut Carmelita, UU Pelayaran telah berusia empat tahun pada 7 Mei 2012. Namun PP sebagai amanat UU Pelayaran belum juga diterbitkan sehingga belum dirasakan oleh semua pemangku kepentingan. Salah satu amanat UU ini adalah perlu pembentukan badan tentang Penjagaan Laut dan Pantai. Dalam PP tersebut tertuang konsep tentang Badan Penjagaan Laut dan Pantai (Sea and Coast Guard), yang merupakan badan tunggal penegakan hukum pelayaran di Indonesia.

Dia menambahkan industri pelayaran nasional saat ini masih lambat berakselerasi bahkan kalah bersaing dengan armada luar negeri, khususnya pada kegiatan pengangkutan ekspor dan impor karena banyak menghadapi hambatan di tingkat internal seperti infrastruktur pelabuhan nasional yang terbatas, produktifitas bongkar muat pelabuhan yang rendah, kondisi alur pelayaran dan kolam pelabuhan yang memprihatikankan hingga persoalan fasilitas infrastruktur galangan untuk reparasi kapal yang masih defisit.

“Hambatan juga muncul dari sisi fiskal dan keuangan seperti suku bunga perbankan yang relatif masih tinggi, kebijakan mengenai perpajakan yang belum friendly seperti PPN atas freght domestik, PPN atas pembelian bunker, PPN bongkar muat kargo dan PPN jual beli kapal dalam negeri,” katanya.

Padahal, menurut Carmelita, peluang bisnis di sektor ini masih menggiurkan mengingat penambahan ruang muat kapal masih dibutuhkan untuk mengantisipasi pertumbuhan muatan domestik dan internasional. Saat ini, muatan domestik sudah berada di level 350 juta ton pertahun dengan pertumbuhan rata-rata 5-7 persen pertahun. Sedangkan muatan ekspor dan impor mencapai 560 juta ton pertahun dengan pertumbuhan 5 persen pertahun. INSA sendiri memproyeksikan dalam waktu 2-3 tahun kedepan, muatan laut Indonesi, baik domestik maupun ekspor dan impor mencapai satu miliar ton.(gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar