Laju
pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di kuartal dua tahun ini
7,25 persen, dengan demikian target 8,0 persen sepanjang tahun 2012 diyakini
tercapai. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut dinilai tidak
berkualitas dan belum merata.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Batam,
Uzersyah dalam kajian ekonomi regional menyebut laju pertumbuhan ekonomi Kepri
di triwulan kedua tahun ini 7,25 persen, lebih rendah dibanding triwulan
sebelumnya yang 7,63 persen. Meski demikian masih diatas rata rata pertumbuhan
nasional yang 6,0 persen.
Menurutnya, faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Kepri adalah sector industri
pengolahan dan sector perdagangan, hotel dan restoran.
Sedangkan laju peningkatan tertinggi terjadi pada sector bangunan, perdagangan, hotel dan restoran.
Sementara itu, kontribusi terbesar dari pertumbuhan
ekonomi Provinsi Kepri masih didukung oleh Batam sebagai kawasan perdagangan
dan industri, sedangkan daerah lain seperti Kabupaten Lingga, Natuna, Anambas
dan Tanjung Pinang masih minim.
Gubernur Kepri, H.M Sani mengatakan, Pemerintah
daerah terus mengenjot pertumbuhan ekonomi di daerah dengan cara meningkatkan
anggran dan tahun 2012 ini APBD sudah mencapai 2,4 triliun rupiah. Untuk itu,
fokus utama yang akan dilakukan pemerintah adalah membangun infrastruktur khususnya
didaerah yang terisolir agar daerah tersebut bisa tumbuh.
“Hingga saat ini, kalau dilihat dari sisi
pertumbuhan ekonomi maka target 8 persen memang belum tercapai, baru 7,3
persen. Artinya, masih kurang 0,7 persen dan kami optimistis target pertumbuhan
ekonomi 8 persen bisa tercapai,” katanya.
Pemerintah daerah juga berusaha menekan
laju inflasi dengan cara mengontrol pergerakan harga sembako di pasar. Jika
sebelumnya Kepri ditetapkan laju inflasi paling tinggi berkisar 4 persen, kini tingkat
inflasi Kepri hanya 3,6 persen, dan tentu saja sudah bagus secara nasional.
Begitu juga dengan tingkat kemiskinan mikro yang dulunya mencapai 18 persen,
kini sudah turun menjadi 12 persen, meskipun belum memenuhi target yang
ditentukan yaitu 10 persen.
Tingginya angka pertumbuhan ekonomi Kepri, mestinya berdampak positif pada
perekonomian warga, namun faktanya jumlah pengangguran meningkat. Berdasarkan
data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
pencari kerja pada Februari mencapai 891.217 orang naik 43.220 orang dibanding Agustus
2011 yang 847.997 orang. Kemudian angka kemiskinan masih cukup tinggi berkisar
12-18 persen.
Pertumbuhan ekonomi Kepri yang cukup tinggi itu juga dinilai hanya terjadi
di beberapa daerah saja terutama di Batam, sedangkan daerah lain seperti
Kabupaten Lingga, Natuna, Anambas dan Bintan masih tertinggal. Daerah tersebut
bahkan belum memiliki infrastruktur dasar yang cukup. Bahkan ada beberapa
daerah yang hingga saat ini masih terisolasi.
Ketua STISIPOL Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang, Drs Zamzami A Karim MA
mengatakan, memang secara factual telah terjadi pertumbuhan ekonomi di Kepri namun
sayangnya belum ada perkembangan yang menggembirakan terkait kesejahteraan
warga. Padahal keduanya mestinya harus berjalan beriringan.
Dari catatan Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah, seluruh
pendapatan Provinsi Kepri selama semester satu 2012 hanya digunakan untuk
belaja pegawai, hibah, belanja barang, belanja tak terduga dan belanja belanja
lainnya. Untuk belanja tidak langsung saja yang terdiri dari belanja pegawai,
subsidi, hibah, bantuan social, bagi hasil kepada daerah, belanja tak terduga,
bantuan keuangan totalnya mencapai 1999,9 miliar rupiah selama semester satu
2012. Sedangkan belanja langsung mencapai 485,7 miliar rupiah, sehingga total
pengeluaran Provinsi Kepri selama semester satu 1,45 triliun rupiah atau
mencapai 61 persen dari target yang telah ditetapkan.
Sementara itu, realisasi pendapatan Provinsi Kepri selama semester satu 2012
hanya 1,13 triliun rupiah sehingga daerah ini tekor atau mengalami defisit sekitar
300 miliar rupiah.
Menurut Zamzami, defisit yang terjadi selama semester satu menunjukan ketidakcakapan
pejabat daerah ini dalam mengelola anggaran. Terlebih anggaran yang telah
direalisasikan ternyata tidak memberi dampak positif pada pertumbuhan
kesejahteraan warga karena tidak ada se sen pun yang digunakan untuk kegiatan
produktif seperti investasi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi,
meskipun tinggi namun bersipat semu karena tak dirasakan warga.
Contohnya di Kabupaten Lingga masih ada daerah yang sama sekali belum
tersentuh kebutuhan dasar dan prasarana. Bupati Lingga, H Daria mengatakan, kondisi
Kabupaten Lingga saat ini terdapat isu aktual yang merupakan permasalahan yang
harus diatasi dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
“Ada beberapa isu aktual yang mengemuka, diantaranya masih terdapatnya
masyarakat miskin yang belum tersentuh akses pemenuhan kebutuhan dasar dan
pelayanan prasarana,” katanya.
Selain di Kabupaten Lingga, infrastruktur di Kabupaten Anambas juga masih
buruk. Bahkan, daerah ini sering mengalami kekurangan pasokan bahan makanan
jika kondisi cuaca buruk yang menyebabkan kapal pembawa sembako tidak dapat
merapat ke pulau tersebut.
Sementara itu, di Kabupaten Karimun meskipun hanya berjarak sekitar 1 jam
dari Batam dan juga menjadi kawasan perdagangan serta pelabuhan bebas namun
infrastruktur listrik masih sangat minim. Kekurangan listrik di daerah itu
menjadi pemicu lambatnya pertumbuhan investasi karena investor yang akan masuk
kuatir dengan ketersediaan pasokan listrik di daerah itu.
Pengamat Ekonomi Kepri, Romi Novriadi mengatakan, tidak meratanya dan tidak
berkualitasnya penmbangunan ekonomi Kepri salah satu faktornya disebabkan tidak
fokusnya pemerintah daerah dalam menentukan sector prioritas. Mestinya sebagai
daerah kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut dan sebagian
besar mata pencarian warganya nelayan maka industri yang perlu mendapat
dukungan penuh adalah perikanan.
Pemerintah daerah, katanya sering
dalam setiap kesempatan menyebut akan memprioritaskan pembangunan perikanan di
Kepri tapi realisasinya tidak ada. Contohnya saja, hingga saat ini belum ada
industri pengolahan ikan dan pakan ikan padahal industri tersebut sangat dibutuhkan
warga yang sebagian besar adalah nelayan.
“Sudah
saatnya Provinsi yang berbasiskan kelautan dan perikanan ini memiliki pabrik
produksi pakan tersendiri, guna menunjang optimalisasi jumlah produksi,”
katanya.
Didalam
pengelolaannya, sektor perikanan dapat dikembangkan menjadi Industri yang
berorientasi ekspor melalui industrialisasi dengan komoditas utama udang,
kerapu, catfish dan tilapia (sejenis ikan lokal). Yakni dengan membuat pola
yang menjalin kemitraan antara industri, pemerintah, perbankan dan masyarakat. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar