Kamis, 18 Oktober 2012

Ekonomi Kepri Belum Merata



Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di kuartal dua tahun ini 7,25 persen, dengan demikian target 8,0 persen sepanjang tahun 2012 diyakini tercapai. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut dinilai tidak berkualitas dan belum merata.

Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Batam, Uzersyah dalam kajian ekonomi regional menyebut laju pertumbuhan ekonomi Kepri di triwulan kedua tahun ini 7,25 persen, lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang 7,63 persen. Meski demikian masih diatas rata rata pertumbuhan nasional yang 6,0 persen.

Menurutnya, faktor utama pendorong  pertumbuhan ekonomi Kepri adalah sector industri pengolahan dan sector perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan laju peningkatan tertinggi terjadi pada sector bangunan,  perdagangan, hotel dan restoran.

Sementara itu, kontribusi terbesar dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Kepri masih didukung oleh Batam sebagai kawasan perdagangan dan industri, sedangkan daerah lain seperti Kabupaten Lingga, Natuna, Anambas dan Tanjung Pinang masih minim.

Gubernur Kepri, H.M Sani mengatakan, Pemerintah daerah terus mengenjot pertumbuhan ekonomi di daerah dengan cara meningkatkan anggran dan tahun 2012 ini APBD sudah mencapai 2,4 triliun rupiah. Untuk itu, fokus utama yang akan dilakukan pemerintah adalah membangun infrastruktur khususnya didaerah yang terisolir agar daerah tersebut bisa tumbuh.

“Hingga saat ini, kalau dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi maka target 8 persen memang belum tercapai, baru 7,3 persen. Artinya, masih kurang 0,7 persen dan kami optimistis target pertumbuhan ekonomi 8 persen bisa tercapai,” katanya.

Pemerintah daerah juga berusaha menekan laju inflasi dengan cara mengontrol pergerakan harga sembako di pasar. Jika sebelumnya Kepri ditetapkan laju inflasi paling tinggi berkisar 4 persen, kini tingkat inflasi Kepri hanya 3,6 persen, dan tentu saja sudah bagus secara nasional.
Begitu juga dengan tingkat kemiskinan mikro yang dulunya mencapai 18 persen, kini sudah turun menjadi 12 persen, meskipun belum memenuhi target yang ditentukan yaitu 10 persen.

Tingginya angka pertumbuhan ekonomi Kepri, mestinya berdampak positif pada perekonomian warga, namun faktanya jumlah pengangguran meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)  jumlah pencari kerja pada Februari mencapai 891.217 orang naik 43.220 orang dibanding Agustus 2011 yang 847.997 orang. Kemudian angka kemiskinan masih cukup tinggi berkisar 12-18 persen.

Pertumbuhan ekonomi Kepri yang cukup tinggi itu juga dinilai hanya terjadi di beberapa daerah saja terutama di Batam, sedangkan daerah lain seperti Kabupaten Lingga, Natuna, Anambas dan Bintan masih tertinggal. Daerah tersebut bahkan belum memiliki infrastruktur dasar yang cukup. Bahkan ada beberapa daerah yang hingga saat ini masih terisolasi.

Ketua STISIPOL Raja Haji Fisabilillah Tanjungpinang, Drs Zamzami A Karim MA mengatakan, memang secara factual telah terjadi pertumbuhan ekonomi di Kepri namun sayangnya belum ada perkembangan yang menggembirakan terkait kesejahteraan warga. Padahal keduanya mestinya harus berjalan beriringan.
Dari catatan Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah, seluruh pendapatan Provinsi Kepri selama semester satu 2012 hanya digunakan untuk belaja pegawai, hibah, belanja barang, belanja tak terduga dan belanja belanja lainnya. Untuk belanja tidak langsung saja yang terdiri dari belanja pegawai, subsidi, hibah, bantuan social, bagi hasil kepada daerah, belanja tak terduga, bantuan keuangan totalnya mencapai 1999,9 miliar rupiah selama semester satu 2012. Sedangkan belanja langsung mencapai 485,7 miliar rupiah, sehingga total pengeluaran Provinsi Kepri selama semester satu 1,45 triliun rupiah atau mencapai 61 persen dari target yang telah ditetapkan.

Sementara itu, realisasi pendapatan Provinsi Kepri selama semester satu 2012 hanya 1,13 triliun rupiah sehingga daerah ini tekor atau mengalami defisit sekitar 300 miliar rupiah.

Menurut Zamzami, defisit yang terjadi selama semester satu menunjukan ketidakcakapan pejabat daerah ini dalam mengelola anggaran. Terlebih anggaran yang telah direalisasikan ternyata tidak memberi dampak positif pada pertumbuhan kesejahteraan warga karena tidak ada se sen pun yang digunakan untuk kegiatan produktif seperti investasi. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi yang terjadi, meskipun tinggi namun bersipat semu karena tak dirasakan warga.
 
Contohnya di Kabupaten Lingga masih ada daerah yang sama sekali belum tersentuh kebutuhan dasar dan prasarana. Bupati Lingga, H Daria mengatakan, kondisi Kabupaten Lingga saat ini terdapat isu aktual yang merupakan permasalahan yang harus diatasi dalam pelaksanaan pembangunan daerah.

“Ada beberapa isu aktual yang mengemuka, diantaranya masih terdapatnya masyarakat miskin yang belum tersentuh akses pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan prasarana,” katanya.

Selain di Kabupaten Lingga, infrastruktur di Kabupaten Anambas juga masih buruk. Bahkan, daerah ini sering mengalami kekurangan pasokan bahan makanan jika kondisi cuaca buruk yang menyebabkan kapal pembawa sembako tidak dapat merapat ke pulau tersebut.

Sementara itu, di Kabupaten Karimun meskipun hanya berjarak sekitar 1 jam dari Batam dan juga menjadi kawasan perdagangan serta pelabuhan bebas namun infrastruktur listrik masih sangat minim. Kekurangan listrik di daerah itu menjadi pemicu lambatnya pertumbuhan investasi karena investor yang akan masuk kuatir dengan ketersediaan pasokan listrik di daerah itu.

Pengamat Ekonomi Kepri, Romi Novriadi mengatakan, tidak meratanya dan tidak berkualitasnya penmbangunan ekonomi Kepri salah satu faktornya disebabkan tidak fokusnya pemerintah daerah dalam menentukan sector prioritas. Mestinya sebagai daerah kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut dan sebagian besar mata pencarian warganya nelayan maka industri yang perlu mendapat dukungan penuh adalah perikanan.
Pemerintah daerah,  katanya sering dalam setiap kesempatan menyebut akan memprioritaskan pembangunan perikanan di Kepri tapi realisasinya tidak ada. Contohnya saja, hingga saat ini belum ada industri pengolahan ikan dan pakan ikan padahal industri tersebut sangat dibutuhkan warga yang sebagian besar adalah nelayan.

“Sudah saatnya Provinsi yang berbasiskan kelautan dan perikanan ini memiliki pabrik produksi pakan tersendiri, guna menunjang optimalisasi jumlah produksi,” katanya.

Didalam pengelolaannya, sektor perikanan dapat dikembangkan menjadi Industri yang berorientasi ekspor melalui industrialisasi dengan komoditas utama udang, kerapu, catfish dan tilapia (sejenis ikan lokal). Yakni dengan membuat pola yang menjalin kemitraan antara industri, pemerintah, perbankan dan masyarakat. (gus).
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar