Selasa, 16 Oktober 2012

Persoalan Lahan Masih Membebani Batam



BATAM – Pertumbuhan industri dan inevestasi di Batam terhambat karena terbatasnya lahan. Untuk itu, Pemerintah Pusat diminta segera memberi kepastian hukum lahan di Pulau Rempang dan Galang untuk dialokasikan kepada investor.

Ketua Kadin Kepri, Johanes Kennedy mengatakan, Batam saat ini mengalami krisis lahan sehingga pertumbuhuhan industry dan investasi tidak bisa lagi diakomodir. Oleh karenanya, dibutuhkan lahan baru untuk pengembangan kawasan industri.
Lahan tersebut, kata Jhon sudah ada yakni di Pulau Rempang dan Galang namun belum dapat dialokasikan ke investor terganjal status lahan di pulau tersebut yang merupakan hutan buru. Untuk itu, pemerintah melalui instansi terkait diharapkan mempercepat pengalihan status lahan di kawasan itu menjadi kawasan komersil.

“Baru baru ini ada investor yang tertarik untuk tanam modal senilai 2 miliar Dolar AS ke Batam untuk membuka bisnis otomotif dan manufacturing, namun investor tersebut batal karena tidak adanya lahan di daerah ini,” katanya, Selasa  (7/8).

Menurut Jhon, penyebab krisis lahan di Batam disebabkan BP Batam dan Pemko Batam seaku pemegang otoritas di daerah ini salah mengambil kebijakan. Kedua institusi itu mestinya tidak memberi alokasi lahan untuk pengembang atau perusahaan property terlalu banyak karena yang terjadi saat ini Batam telah berkembang menjadi kota perumahan. Padahal, tujuan awal pembentukan Batam adalah menjadikan kota ini sebagai kota industry dan investasi. Untuk itu, lahan yang ada mestinya sebagian besar dialokasikan untuk industry bukan perumahan atau property.

“Perumahan itu lebarnya sudah cukuplah, jangan lagi diperlebar ke samping, harusnya perumahan itu dikembangkan ke atas sehingga lahan-lahan di Batam tidak habis terpakai untuk perumahan,” katanya.

Menurut John, kondisi ini sangat bertentantangan saat masa BJ Habibie memimpin Batam. Batam sejak awal dirancang sebagai kawasan Industri. Tetapi saat ini justru perindustrian di Batam tertinggal jauh dari sektror properti.

Ironisnya, kata John, ada puluhan ribu hektar lahan di Rempang Galang yang sangat cocok dijadikan kawasan Industri, tetapi lahan tersebut hingga saat ini tidak ada kejelasan statusnya. Semua masih tahap pengurusan tim padu serasi ke kementerian kehutanan.

“Infrastruktur ke Rempang Galang itu sudah sangat mendukung, termasuk akses jalan yang sudah lancar, jadi tunggu apa lagi,” tanyanya.

Meski demikian, John mengaku kalau alokasi lahan untuk shipyard atau perkapalan masih ada. Tetapi kebanyakan dari industri perkapalan tersebut merupakan milik orang luar sehingga keuntungan yang didapat sebagian besar juga dibawa keluar negeri. Dalam membangun industri ini Kadin Kepri meminta pemerintah untuk lebih mengutamakan industri nasional dibandingkan pengusaha dari luar negeri.

Untuk mengatasi hal ini Kadin Kepri berharap BP Batam dan Pemko Batam mengevaluasi kebutuhan lahan di Batam. Ia juga menilai, investasi di Batam ini masih tetap bisa dikembangkan asalkan ada keselarasan antara BP Batam, Pemko Batam, Kadin dan para pengusaha di Batam.

Gubernur Kepri HM Sani mengatakan, status lahan di Pulau Rempang dan galang sebenarnya sudah final dan akan diserahkan pengelolaanya kepada BP Batam. Namun,  lahan seluas 13 ribu hektar itu baru bisa digunakan untuk kepentingan investasi dan lainnya setelah mendapat putusan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan hasil padu serasi di Kementerian Kehutanan.

“Kita berharap Pemerintah Pusat khususnya instansi yang menangani lahan di Rempang dan galang bisa kerja cepat sehingga status lahan di kawasan itu menjadi jelas,” katanya. (gus).
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar