BATAM – Pertumbuhan industri dan inevestasi di Batam terhambat
karena terbatasnya lahan. Untuk itu, Pemerintah Pusat diminta segera memberi kepastian
hukum lahan di Pulau Rempang dan Galang untuk dialokasikan kepada investor.
Ketua Kadin Kepri, Johanes Kennedy
mengatakan, Batam saat ini mengalami krisis lahan sehingga pertumbuhuhan industry
dan investasi tidak bisa lagi diakomodir. Oleh karenanya, dibutuhkan lahan baru
untuk pengembangan kawasan industri.
Lahan tersebut, kata Jhon sudah ada
yakni di Pulau Rempang dan Galang namun belum dapat dialokasikan ke investor
terganjal status lahan di pulau tersebut yang merupakan hutan buru. Untuk itu,
pemerintah melalui instansi terkait diharapkan mempercepat pengalihan status
lahan di kawasan itu menjadi kawasan komersil.
“Baru baru ini ada investor yang tertarik
untuk tanam modal senilai 2 miliar Dolar AS ke Batam untuk membuka bisnis otomotif
dan manufacturing, namun investor tersebut batal karena tidak adanya lahan di
daerah ini,” katanya, Selasa (7/8).
Menurut Jhon, penyebab krisis lahan
di Batam disebabkan BP Batam dan Pemko Batam seaku pemegang otoritas di daerah
ini salah mengambil kebijakan. Kedua institusi itu mestinya tidak memberi
alokasi lahan untuk pengembang atau perusahaan property terlalu banyak karena
yang terjadi saat ini Batam telah berkembang menjadi kota perumahan. Padahal,
tujuan awal pembentukan Batam adalah menjadikan kota ini sebagai kota industry dan
investasi. Untuk itu, lahan yang ada mestinya sebagian besar dialokasikan untuk
industry bukan perumahan atau property.
“Perumahan itu lebarnya sudah
cukuplah, jangan lagi diperlebar ke samping, harusnya perumahan itu
dikembangkan ke atas sehingga lahan-lahan di Batam tidak habis terpakai untuk
perumahan,” katanya.
Menurut John, kondisi ini sangat
bertentantangan saat masa BJ Habibie memimpin Batam. Batam sejak awal dirancang
sebagai kawasan Industri. Tetapi saat ini justru perindustrian di Batam
tertinggal jauh dari sektror properti.
Ironisnya, kata John, ada puluhan
ribu hektar lahan di Rempang Galang yang sangat cocok dijadikan kawasan
Industri, tetapi lahan tersebut hingga saat ini tidak ada kejelasan statusnya.
Semua masih tahap pengurusan tim padu serasi ke kementerian kehutanan.
“Infrastruktur ke Rempang Galang itu
sudah sangat mendukung, termasuk akses jalan yang sudah lancar, jadi tunggu apa
lagi,” tanyanya.
Meski demikian, John mengaku kalau
alokasi lahan untuk shipyard atau perkapalan masih ada. Tetapi kebanyakan dari
industri perkapalan tersebut merupakan milik orang luar sehingga keuntungan
yang didapat sebagian besar juga dibawa keluar negeri. Dalam membangun industri
ini Kadin Kepri meminta pemerintah untuk lebih mengutamakan industri nasional
dibandingkan pengusaha dari luar negeri.
Untuk mengatasi hal ini Kadin Kepri
berharap BP Batam dan Pemko Batam mengevaluasi kebutuhan lahan di Batam. Ia
juga menilai, investasi di Batam ini masih tetap bisa dikembangkan asalkan ada
keselarasan antara BP Batam, Pemko Batam, Kadin dan para pengusaha di Batam.
Gubernur Kepri HM Sani mengatakan, status
lahan di Pulau Rempang dan galang sebenarnya sudah final dan akan diserahkan
pengelolaanya kepada BP Batam. Namun, lahan seluas 13 ribu hektar itu baru bisa
digunakan untuk kepentingan investasi dan lainnya setelah mendapat putusan dari
Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan hasil padu serasi di Kementerian Kehutanan.
“Kita berharap Pemerintah Pusat
khususnya instansi yang menangani lahan di Rempang dan galang bisa kerja cepat
sehingga status lahan di kawasan itu menjadi jelas,” katanya. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar