Maraknya peredaran produk impor
ilegal dikuatirkan dapat mematikan industri dalam negeri, sehingga pengawasan
harus diperketat dan pemerintah dinilai sudah saatnya membuat regulasi produk
edar guna menghambat serbuan produk impor ilegal.
Direktur Jenderal Standardisasi dan
Perlindungan Konsumen Nus Nuzulia Ishak mengatakan, kasus pelanggaran produk
edar saat ini jumlahnya cukup banyak dan kebanyakan tidak tersentuh hukum
disebabkan tidak adanya aturan yang tegas untuk menghukum pelaku atau pengedar
produk ilegal tersebut.
“Pemerintah saat ini sedang menggodok
regulasi untuk memperketat peredaran produk, khususnya untuk hasil importasi.
Sebab, 66,25 persen temuan produk yang tidak mengikuti aturan di dalam negeri
merupakan barang impor,” katanya.
Untuk itu, pemerintah harus
secepatnya menyelesaikan aturan produk edar untuk membendung serbuan produk impor
ilegal. Saat ini saja TPBB atau Tim Pengawasan Barang Beredar banyak menemukan
produk impor yang dinilai ilegal karena tidak memiliki ijin edar, namun anehnya
produk tersebut dijual bebas di pasaran terutama di daerah perbatasan atau di
daerah perdagangan dan pelabuhan bebas seperti Batam.
Nus menyebut komoditas yang
dijadikan fokus regulasi tersebut seperti tekstil dan produk tekstil, telepon
genggam dan mainan anak. Untuk itu, pemerintah akan mengadopsi satandarisasi
internasional sehingga tidak terlalu banyak komplain dari WTO.
Nus juga mengimbau kepada masyarakat
agar berpikir dan bersikap cerdas dalam membeli mengingat banyaknya produk yang
tidak memenuhi standar. Konsumen dihimbau agar cermat dalam memeriksa tanggal
kedaluwarsa, kartu garansi, buku petunjuk pemakaian dan tanda lainya.
Para importir juga disarankan dapat
memenuhi aturan yang berlaku ketika akan mengimpor barang untuk melindungi
konsumen.
‘Pengusaha yang tidak patuh pada
aturan seperti menerapkan sistem pelabelan produk menjadi faktor penyebab utama
maraknya peredaran produk ilegal. Angka pelanggaran terhadap label tersebut
terhitung mencapai 178 pelanggaran, atau menjadi yang tertinggi sejak
pengawasan tahap pertama Desember 2011,” katanya.
Pelanggaran yang sering terjadi juga
adalah tidak adanya SNI (Standardisasi Nasional Indonesia) yang mencapai
142
pelanggaran, dan buku manual serta kartu garansi sebanyak 84 pelanggaran. Untuk
itu, aparat penegak hukum harus tegas agar tidak ada lagi pelanggaran serupa di
masa datang. Caranya dengan memberi hukum yang setimpal agar para pengusaha
nakal tersebut jera.
Pengawasan di area pelabuhan juga
harus diperketat, untuk itu kerjasama dengan berbagai instansi diperlukan
seperti kepolisian dan pemeriontah daerah.
Direktur Eksekutif Kadin Kepri,
Rahman Usman mengatakan, meskipun Indonesia menjadi salah satu anggota WTO,
namun aturan perdagangan di dalam negeri juga diperlukan untuk melindungi
industri nasional. Untuk itu, pemerintah perlu menyiapkan diri dengan berbagai
instrumen untuk mencegah terjadinya produk impor yang tidak layak edar maupun
yang akan dikonsumsi masyarakat, karena keamanannya tidak terjamin.
“Pengawasan perlu dilakukan untuk menjamin
keamanan mutu produk yang akan digunakan maupun dikonsumsi masyarakat,” katanya.
Khusus untuk daerah bebas seperti
Batam, maka pengawasan harus lebih diperketat karena peluang masuknya produk
impor ilegal cukup besar. Terlebih Batam merupakan daerah kepulauan yang banyak
memiliki pintu masuk atau pelabuhan tidak resmi. Para pengusaha nakal tersebut
biasanya menggunakan pelabuhan ilegal tersebut untuk memasukan barang barang
selundupan itu. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar