Minggu, 14 Oktober 2012

Geliat Bisnis Kuliner di Batam





Industri makanan di Kota Batam terus mengeliat, laju pertumbuhanya bahkan tertinggi dibanding sektor lain yakni 10,25 persen pada kuartal pertama tahun ini, lalu kontribusi yang diharapkan terhadap PDRB juga cukup signifikan yakni 20 miliar rupiah target tahun ini. Industri itu diyakini menjadi tumpuan perekonomian Batam masa datang sehingga Pemerintah daerah memberi berbagai fasilitas dan kemudahan pada investor yang berinvestasi di sektor itu.

Batam merupakan sebuah pulau kecil dengan luas sekitar 400 kilometer persegi dengan jumlah penduduk per April 2012 sebesar 1.153.860 jiwa. Kota batam terhubung dengan pulau rempang dan galang melalui jembatan Barelang yang dibangun saat Habibie masih menjabat sebagai Menristek. Letak pulau Batam sangat strategis karena berada di jalur pelayaran internasional, dan dekat dengan negara Malaysia serta Singapura. Dari kedekatan jarak dengan negara tetatangga itu menjadikan Batam sebagai tujuan populer bagi warga Singapura untuk menghabiskan akhir pecan.

Namun, daya tarik terbesar batam bagi wisatawan Singapura sesungguhnya adalah harga yang murah dibandingkan dengan harga di negara singa tersebut. Harga yang murah itu, hampir terjadi pada seluruh produk ekonomi seperti makanan, penginapan atau hotel dan lainnya.

Murahnya harga makanan di Batam, menjadikan daerah ini sebagai surga kuliner bagi wisatawan asal Singapura dan Malaysia, sehingga industry makanan di kota ini maju pesat, ditandai dengan munculnya sejumlah pujasera baru di berbagai pelosok serta resto dan rumah makan baru di berbagai pusat perbelanjaan.

Potensi pendapatan yang cukup besar dari industry makanan tersebut ditangkap oleh Pemerintah Daerah dengan cara memberi fasilitas dan kemudhan dalam pengurusan perijinan pada investor yang akan menanamkan modalnya di sektor tersebut.

Walikota Batam, Ahmad Dahlan mengatakan, Pemerintah Kota Batam terus memperbaiki pelayanan perijinan dan regulasi untuk menjaring investor yang akan menanamkan modalnya di sector pariwisata khususnya yang akan membuka restoran atau bisnis makanan. Salah satu kemudahan yang diberikan adalah dengan menghapus retribusi pada bisnis restoran atau rumah makan.

“Kami sudah mengaplikasikan UU no 10 tentang Kepariwisataan dengan demikian maka Ijin Tempat Usaha Pariwisata atau ITUP sudah tidak berlaku lagi, dan dengan mendaftarkan badan usahanya pada TDUP, maka Surat Ijin Usaha Kepariwisataan (SIUK) juga tidak lagi dibutuhkan,” katanya.

Dengan dihapuskanya retribusi tersebut diharapkan investor semakin bergairah menanamkan modalnya di industri makanan dengan membuka resto atau rumah makan dan pujasera di Batam. Dengan demikian, diharapkan pajaknya bisa meningkat sesuai dengan target yang diharapkan yakni sekitar 20 miliar rupiah pada tahun ini. Pendapatan asli daerah dari bisnis restoran tersebut berkontribusi besar terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan.

Menurut Dahlan, Pemko Batam menargetkan penerimaan pajak daerah tahun ini sejumlah
247 miliar rupiah naik 16 miliar  rupiah atau 7,02 persen  dari tahun sebelumnya.  Sumbernya berasal dari pajak hotel sebesar 40 miliar rupiah, pajak restoran 20 miliar rupiah, pajak hiburan 14 miliar rupiah, pajak reklame 3,5 miliar rupiah, pajak pene­rangan jalan 71 miliar rupiah, pajak mineral bukan logam dan batuan 1,4 miliar rupiah, pajak parkir 2 miliar rupiah, dan pajak BPHTB 95 miliar rupiah.

Pendapatan Asli Daerah Kota Batam masih mengandalkan penerimaan dari Sektor Pariwisata dan salah satunya dari usaha restoran yang terus tumbuh. Itu cukup beralasan karena Batam berada di daerah perbatasan tiga negara Indonesia, Singapura dan Malaysia dan yang menjadi daya tarik terbesar Batam adalah harganya yang murah dibanding harga di Singapura.

Direktur Eksekutif Kadin Kepri, Rahman Usman mengatakan, industri makanan khususnya restoran dan rumah makan cukup prospektif di Batam ditunjang oleh beberapa faktor antara lain, penduduk Batam yang sangat heterogen dan sebagian besar adalah pekerja yang tidak memiliki waktu banyak untuk memasak sehingga kebutuhan makannya selalu dibeli di rumah makan atau restoran. Kemudian, pertumbuhan industry pariwisata cukup pesat yang akan mengerek bisnis rumah makan.
Industri makanan diperkirakan akan menyalip sector industri berat dalam beberapa tahun kedepan yang memberi kontribusi besar terhadap pendapatan dan perekonomian daerah. Pada tahun 2010 saja, industri makanan yakni restoran termasuk hotel berkontribusi sebesar 26 persen pada struktur ekonomi Batam dan jumlahnya terus meningkat tiap tahun.


Pengamat Ekonomi Batam, Mohamad Gita Indrawan mengatakan, Pemerintah Kota Batam sebenarnya bisa mengenjot pendapatan dari bisnis makanan sebab peluangnya ada. Untuk itu, harus diciptakan keleluasan bagi investor yang akan menanamkan modalnya disektor tersebut kemudian, pemerintah harus menjamin ketersediaan bahan pokok yang menjadi faktor utama yang mendukung industry makanan.
Selain harus tersedia, harganya juga harus bisa dikontrol agar tidak terlalu tinggi, sebab jika harga bahan pokok tinggi maka pengusaha rumah makan atau restoran akan menaikan harga produk. Dengan demikian, masyarakat atau wisatawan menjadi enggan untuk belanja.
Pemko Batam juga perlu membangun pusat pusat kuliner untuk memancing investor membuka usahanya ditempat itu, sekaligus sebagai tempat makan yang mengasikan bagi masyarakat dan wisatawan.
“Saya optimistis jika Pemko Batam serius mengelola industry makanan maka kontribusi sector ini terhadap pendapatan daerah akan meningkat, karena semakin banyak restoran atau rumah makan maka pajak yang diterima daerah meningkat,” katanya. (gus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar