BATAM
– Pemerintah diminta untuk menunjuk Pejabat Setingkat Menteri sebagai Ketua
Dewan Kawasan FTZ BBK (Free Trade Zone Batam Bintan dan Karimun) untuk
efektifitas pelaksanaan FTZ dan menghilangkan hambatan birokrasi. Dengan
demikian, arus investasi asing ke zona bebas diyakini bisa lebih maksimal.
Wakil Ketua Kadin Kepri, Abdullah Gosse mengatakan,
untuk memaksimalkan fungsi FTZ sebagai faktor pendorong masuknya arusnya
investasi asing ke kawasan BBK, maka Pemerintah mestinya menunjuk Pejabat
Setingkat Menteri sebagai ketua Dewan Kawasan sepertihalnya yang dilakukan
pemerintah saat menunjuk Ketua Otorita Batam.
“Fasilitas FTZ yang diberikan Pemerintah pusat untuk
BBK seolah mubazir karena belum ampuh menjadi faktor pendorong masuknya
investasi asing ke kawasan ini. Untuk itu, perlu dipikirkan untuk memisahkan
jabatan Gubernur sebagai Ketua Dewan Kawasan dan mestinya Pemerintah menunjuk
Pejabat Setingkat Menteri sebagai Ketua Dewan Kawasan agar birokrasi menjadi
lebih efisien,” katanya, Rabu (5/9).
Dengan demikian, hambatan birokrasi yang terjadi
selama ini baik itu ditingkat daerah maupun pusat bisa dihilangkan karena Ketua
Dewan Kawasan nantinya bertanggung jawab langsung ke Presiden. Selain itu, Jika
Pejabat Ketua Dewan Kawasan setingkat menteri juga bisa langsung mengambi
keputusan strategis untuk pelaksanaan FTZ.
Pentingnya Ketua Dewan Kawasan dijabat oleh Pejabat
setingkat Menteri, Menurut Gosse, karena kondisi selama ini Ketua Dewan Kawasan
yang dijabat Gubernur tidak dapat mengambil keputusan strategis dan birokrasi
yang ada masih terlalu panjang dan lama sehingga menghambat masuknya investasi
asing
ke daerah.
“Investor itukan butuh kepastian hukum dan biaya selain
itu waktu juga sangat diperhitungkan sehingga jika status hokum tidak jelas dan
biaya masih samar samar serta waktu untuk pengurusan perijinan juga tidak tepat
maka sulit bagi investor untuk mau menanamkan modalnya,” kata Gosse.
Anggota DPR RI asal Kepri, Hary Azhar Azis
mengatakan, pemerintah pusat memang seharusnya merevisi struktur organisasi FTZ
BBK karena struktur yang ada selama ini dinilai kurang efektif. Hal itu bisa
dilihat dari belum banyaknya investor asing yang menanamkan modalnya di BBK,
padahal kawasan lain dengan status yang sama seperti di China dan Vietnam menjadi
incaran investor global untuk berinvestasi.
Harry menyarankan agar ada pemisahan antara jabatan Gubernur
dan Ketua Dewan Kawasan karena Gubernur sebagai kepala daerah harus
berkonsentrasi terhadap pembangunan di daerahnya sedangkan Ketua Dewan Kawasan
hanya spesifik mengurusi wilayah BBK.
Struktur kelembagaan Dewan Kawasan Pelabuhan dan
Perdagangan Bebas (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) saat ini dinilai tidak
efektif sehingga perlu di reformasi agar layanan investasi lebih efisien, untuk
itu jabatan Ketua Dewan Kawasan tidak harus dirangkap oleh Gubernur Provinsi
Kepulauan Riau (Kepri).
Pemerintah pusat diminta untuk lebih merampingkan struktur kelembagaan FTZ BBK, karena struktur yang ada saat ini terlalu gemuk sehingga sering menimbulkan persoalan birokrasi seperti masih lamanya proses perijinan investasi khususnya di beberapa item perijinan. Kondisi itu diperparah lagi dengan rangkap jabatan antara Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Provinsi Kepri yang menyebabkan lambanya mobilitas dari keputusan yang dihasilkan.
Pemerintah pusat diminta untuk lebih merampingkan struktur kelembagaan FTZ BBK, karena struktur yang ada saat ini terlalu gemuk sehingga sering menimbulkan persoalan birokrasi seperti masih lamanya proses perijinan investasi khususnya di beberapa item perijinan. Kondisi itu diperparah lagi dengan rangkap jabatan antara Ketua Dewan Kawasan yang juga Gubernur Provinsi Kepri yang menyebabkan lambanya mobilitas dari keputusan yang dihasilkan.
Padahal, Ketua Dewan Kawasan mestinya sudah memiliki
rencana yang jelas terkait dengan FTZ BBK seperti program strategis jangka
pendek, menengah dan panjang serta target pelaksanaanya. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar