Minggu, 14 Oktober 2012

Batam Krisis Lahan











Struktur Ekonomi Batam

Dalam Persentase                                                                                                              s.d 2010
http://www.bpbatam.go.id/common/upload/chart/ini_enomicStrct_year.png
Dalam Persentase                                                                                                              s.d 2010
http://www.bpbatam.go.id/common/upload/chart/ini_enomicStrct.png
Sumber : BP Batam


Pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat di Batam membuat daerah yang hanya seluas 67.400 hektare tersebut menghadapi potensi krisis lahan dalam beberapa tahun kedepan, sehingga dibutuhkan area pengembangan wilayah baru untuk kebutuhan industri dan properti.
Sebagai daerah industri dan salah satu tujuan investasi nasional, ekonomi Batam setiap tahun selalu tumbuh diatas rata rata nasional atau lebih dari 7,0 persen. Kondisi tersebut menyebabkan permintaan lahan terus tumbuh setiap tahunnya dan saat ini dari luas Batam yang 67.400 hektare setengahnya sudah dikembangkan dan 10 ribu hectare lagi sudah dialokasikan sedangkan sisanya merupakan kawasan hutan lindung.
“Dalam beberapa tahun kedepan diperkirakan tidak ada lagi pengembang yang mengerjakan proyek baru karena lahan sudah tidak tersedia lagi. Untuk itu, harus segera dicari solusinya dan salah satunya dengan menarik kembali lahan yang sudah dialokasikan tapi belum dilakukan pembangunan, BP Batam dapat mengalokasikan kembali lahan tersebut kepada pengusaha yang serius membangun,” katanya.
Ketua DPD Realestat Indonesia Khusus Batam, Djaja Roeslim mengatakan, saat ini sedang terjadi krisis lahan di Batam sehingga pengusaha properti tidak dapat lagi memperoleh lahan baru untuk membangun kawasan pemukiman. Pembangunan yang dilakukan pengembang saat ini dilakukan pada lahan yang sudah diperoleh pada tahun tahun sebelumnya sehingga dalam beberapa tahun kedepan diperkirakan tidak akan ada lagi pembangunan area pemukiman atau perumahan karena lahan sudah tidak ada.
Untuk menyiasati semakin langkanya lahan di Batam, kata Djaja pengembang melakukan pembangunan hunian secara vertical sehingga saat ini mulai marak pembangunan rumah susun dan apartemen. Namun, belum banyak pengembang yang membangun hunian secara vertical karena hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai konsep atau aturan dari pemerintah daerah untuk membangun rumah vertikal. Sehingga jika pengusaha memaksakan membangun hunian vertical dikuatirkan akan berbenturan dengan aturan yang ada.
Menurut Djaja, krisis lahan di Batam harus segera dicari solusinya karena kebutuhan hunian di Batam cukup tinggi atau rata rata menpai 9,0 persen sedangkan rata rata nasional hanya 6-7 persen. Tingginya permintaan hunian dipicu pertumbuhan populasi Batam yang juga tinggi yakni mencapai 130 jiwa per tahun. Sementara itu, pengembang hanya mampu membangun hunian baru maksimal 15 ribu unit setiap tahunnya.
Selain berdampak pada sector property, krisis lahan yang terjadi di Batam juga akan berpengaruh terhadap sector industri karena investor kesulitan mendapatkan lahan. Akibatnya, pertumbuhan industry dan investasi di Batam diprediksi akan melambat jika pemerintah tidak segera mencari solusinya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kepri Johanes Kennedy mengatakan, banyak perusahaan asing dari negara-negara ASEAN yang akhirnya memilih berinvestasi di Jawa karena di Batam tidak ada lahan yang disediakan oleh pemerintah atau BP (Badan Pengusahaan) Batam. Hal itu disebabkan hampir seluruh lahan yang ada saat ini sudah dialokasikan ke pengusaha sehingga bagi pengusaha yang baru yang ingin mendapatkan lahan akan sulit mendapatkannya.
Salah satu solusi yang bisa diupayakan adalah dengan memperjelas status lahan di Pulau Rempang dan Galang. Apalagi secara hukum sudah jelas status dua pulau tersebut maka akan banyak investor yang berinvestasi di tempat itu karena infrastruktur sudah tersedia dengan baik.
“Sudah bertahun-tahun tidak terlihat upaya nyata untuk menyelesaikan status hokum di Pulau Rempang dan galang,  akibatnya lahan yang semestinya bisa digunakan para investor baru atau yang perluasan, menjadi tak bisa dimanfaatkan,” katanya.
Menurut Kennedy, Batam membutuhkan area baru untuk pengembangan kawasan industry dan properti seiring makin langka nya lahan yang ada di Pulau Batam. Caranya dengan memberdayakan puluhan pulau pulau yang ada di sekitar Batam yang sampai saat ini belum dikelola secara baik. Pulau pulau yang ada di sekitar Batam tersebut bisa dikembangkan jika pemerintah serius mau mengembangkannya, untuk itu harus segera dibangun infrastruktur dasar di pulau tersebut, minimal akses transportasi untuk mencapai pulau itu.
Kennedy menyebut salah satu pulau yang saat ini sedang dikembangkan adalah Pulau Janda Berhias yang letaknya hanya beberapa menit dari Pulau Batam. Pulau tersebut masih dalam pengawasan dan pengelolaan BP Batam serta Pemko Batam dan saat ini sejumlah perusahaan multinasional sudah beroperasi di pulau tersebut.
Salah satunya adalah perusahaan minyak asal China yakni Sinopec yang membangun kilang minyak dengan nilai investasi sebesar 7,2 triliun rupiah. Proyek tersebut telah merekrut sekitar 5.000 tenaga kerja dan menciptakan multiflier effect yang cukup luas pada sector lainnya sehingga perekonomian warga sekitar pulau tersebut ikut terangakat. Selain Pulau Janda Berhias masih banyak lagi pulau pulau di Batam yang berpotensi untuk dikembangkan seperti Pulau Lengkana dan lainnya.
Transparansi Kebijakan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kota Batam Benny Pasaribu mengatakan, keterbatasan lahan yang dimiliki Batam saat ini menuntut adanya transparansi dalam pengalokasianya, sebab banyak laporan dari masyarakat yang menyebut bahwa kelompok pengusaha tertentu mudah mendapatkan lahan sedangkan pengusaha lain sulit. Untuk itu, Badan Pengusahaan Batam sebagai lembaga pemerintah yang menguasai lahan di batam harus menginformasikan secara transparan setiap kebijakan pengalokasian lahan guna menciptakan iklim usaha yang sehat dan menghindari persepsi negatif dari publik akibat masih banyaknya lahan tidur di Batam.
“Kami menilai sejauh ini BP Batam belum menegakkan aturan perijinan dan pengalokasian lahan,” katanya.
Kalau lahan terbatas maka pengalokasian lahan perlu dilelang dan harus transparan. Jangan dia-diam mencabut ijin dan memberikannya kepada seseorang atau pengusaha tertentu. Akibatnya ada sekelompok pengusaha diuntungkan dan pengusaha lain dirugikan.
“Lahan di Batam harus bermanfaat bagi para pelaku usaha dan masyarakat sehingga lahan yang tidak dikelola oleh pihak tertentu harus dicabut perijinannya dan diberikan kepada pihak yang butuh dan lebih berkomitmen,” katanya.
Unuk itu, BP Batam harus menginformasikan secara transparan setiap kebijakan pengalokasian dan perizinan lahan serta mengumumkan data-data lahan ke publik dan kepada siapa-siapa saja lahan itu dialokasikan.
Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang juga Humas BP Batam, Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, Badan Pengusahaan (BP) Batam terus melakukan evaluasi dan menginventarisasi sejumlah lahan 'tidur' yang tidak kunjung dibangun atau dikelolah oleh pengusaha maupun pemilik lahan yang sebelumnya telah dipercayakan untuk memanfaatkannya.

jika lahan tidur tersebut tidak dimanfaatkan dalam periode tertentu maka BP Batam akan melakukan penarikan kembali lahan tersebut. Dan penarikan itu sendiri akan dilakukan pada 3-6 bulan sejak menerima alokasi lahan.

Menurutnya, ada beberapa permasalahan yang menyebabkan sejumlah lahan menjadi terlantar seperti kasus ganti rugi , persengketaan internal penerima alokasi dan lain-lain. BP Batam sendiri telah melakukan berbagai upaya persuasif bagi pengelola lahan yang sekian lama tak kunjung memanfaatkan lahan yang telah di alokasikan itu. Jika dalam upaya tersebut tidak menemukan solusi, maka BP Batam akan menarik kembali lahan tersebut untuk dialokasikan pada pengusaha lain yang lebih berkomitmen melakukan pembangunan. (gus).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar