Sabtu, 13 Oktober 2012

Buruh Tak Lelah Tuntut Kesejahteraan


Meski menjadi salah satu faktor produksi penting yang memberi andil besar terhadap keuntungan perusahaan, nasib buruh sering terabaikan sehingga setiap saat utamanya hari buruh internasional yang jatuh pada 1 Mei buruh selalu berunjuk rasa menuntut kesejahteraan.

Sekretaris FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia) KC Batam, Suprapto mengatakan, hingga saat ini pengusaha atau perusahaan masih belum memberi perhatian penuh terhadap kesejahteraan buruh atau pekerja. Itu terlihat dari masih banyaknya perusahaan yang memberi gaji buruh dibawah upah minimum, kemudian tidak adanya jaminan kesehatan dan Jamsostek serta tidak ada tunjangan tempat tinggal dan makan. Ditambah lagi dengan system kerja outsourching yang sangat melemahkan posisi tawar buruh terhadap perusahaan.

“Pemerintah harus mengevaluasi sistem kerja outsourching karena system tersebut melemahkan posisi tawar para pekerja, kondisi itu juga yang menyebabkan para buruh tidak sejahtera,” katanya, Selasa (8/5).

Sistem alih daya atau outsourcing meski sudah dilarang oleh Makamah Konstitusi pada Januari lalu namun fakta di lapangan masih banyak dipakai oleh perusahaan hingga saat ini. Padahal, putusan MK tersebut jelas mengatakan, pekerjaan yang bersifat tetap, tidak bisa lagi dikerjakan lewat mekanisme outsourcing.

Pemerintah harus tegas untuk melarang sistem outsourcing sebab secara keseluruhan aturan mengenai outsourcing tidak memihak kepada pekerja seperti buruh. Mulai dari upah yang terlalu kecil, sampai dengan tingkat kesejahteraan yang tidak ideal. Selain itu, pekerja juga tidak mendapat jaminan sosial.
Oleh karenanya, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia( FSPMI) Batam akan berunjuk rasa pada Kamis ini menuntut penghapusan sistem kerja outsourching. Unjuk rasa tersebut rencananya diikuti hanya 200 massa dan jumlah yang lebih besar akan dilakukan pada 20 mei mendatang dengan kekuatan sekitar 10 ribu massa.

Ketua Kadin Batam, Nada Faza Soraya mengatakan, outsourcing sebetulnya hanya untuk kepentingan bisnis  karena perusahaan tidak mau berisiko, hal ini dapat dipahami apabila pengusaha membutuhkan outsourcing untuk kepentingan bisnisnya. Tetapi di sisi lain, kaum pekerja atau buruh menjadi dilema dengan adanya outsourcing dimana tidak ada kejelasan tentang jaminan sosial.

Menurutnya, pemerintah tidak mungkin menghapus aturan outsourcing karena outsourcing merupakan sub kontrak yang keberadaannya ditentukan adanya perubahan zaman. Bukan karena saat lahirnya outsourcing itu hanya pada saat kondisi ekonomi kita sedang tidak baik, dan kalau sudah baik seperti sekarang maka harus dihapuskan, tidak seperti itu. Tetapi kehadirannya merupakan tuntutan zaman.

Hanya saja, baik perusahaan outsourcing-nya ataupun perusahaan yang menggunakan jasanya harus tunduk dengan aturan-aturan yang ada, diantaranya aturan tenaga kerja. Sehingga, kalau semua sesuai aturan mainnya, maka tidak akan lagi terjadi gap antara pengusaha dan buruh.

Selain itu, aturan mengenai outsourcing juga tidak mudah dihapus karena saat ini ada ribuan, bahkan mungkin jutaan pekerja outsourcing yang berasal dari berbagai macam vendor.  Bila outsourcing langsung dihapus berarti ada sekian banyak pula pekerja-pekerja dan karyawan yang akan diputus kontrak, ini berarti akan memperbanyak jumlah pengangguran yang ada.

Terlebih banyak perusahaan yang tidak dapat menerima atau menampung begitu saja para pekerja outsource untuk menjadi karyawan tetap di perusahaan yang bersangkutan. Sebab hal itu, dibutuhkan proses yang cukup memakan waktu untuk bisa menstabilkan status para pekerja outsourcing menjadi karyawan tetap.

Yang paling penting dilakukan pemerintah saat ini adalah mengatur bagaimana agar para pekerja outsourcing bisa mendapat perlakuan adil, baik dari segi pendapatan maupun tunjangan yang berlaku, Realisasi dari kesejahteraan para pekerja akan lebih baik maknanya bila benar-benar dicarikan solusi yang tepat dan akurat. (gus)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar