Minggu, 14 Oktober 2012

Investor Asing Pertanyakan Kenyamanan Berinvestasi di Batam



BATAM – Sejumlah investor asing mulai mempertanyakan kenyamanan berbisnis di Batam menyusul seringnya aksi unjuk rasa buruh. Kondisi itu memperburuk iklim investasi di Batam sehingga dikuatirkan investor yang berniat menanamkan modalnya akan membatalkan rencana tersebut.

Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kota Batam, Oka Simatupang mengatakan, konflik hubungan industrial antara buruh dan perusahaan di Batam sudah sangat menguatirkan karena frekuensinya terus meningkat dan biasanya diakhiri dengan aksi unjuk rasa serta mogok kerja. kondisi itu dikuatirkan akan mengancam potensi dan keberadaan investasi asing di Batam.

“Intensitas unjuk rasa dan mogok kerja buruh terus meningkat dan mulai berdampak terhadap investasi asing dan menambah pekerjaan kami setiap hari yang hanya menjawab keluhan dan pertanyaan investor asing yang beroperasi di Batam terkait kondisi tersebut,” katanya, Jumat (18/5).
Menurut Oka, sejumlah investor asing banyak yang mengeluh dan mempertanyakan soal maraknya aksi unjuk rasa atau mogok kerja yang sering dilakukan buruh beberapa waktu terakhir akibat perselisihan hubungan industrial dengan pihak manajemen perusahaan. HKI juga banyak menerima keluhan dari pengelola kawasan industry di Batam mempertanyakan masalah yang sama.

Keluhan investor asing itu cukup beralasan karena dalam beberapa bulan terakhir telah terjadi aksi unjuk rasa dan mogok kerja di sejumlah perusahaan
seperti PT Unisem, Epson Toyocom, Panasonic Shikoku, Nutune dan yang sedang berlangsung hingga kini di PT Varta Microbattery Indonesia.

“Kami mendapat kabar bahwa beberapa investor asing sudah menyiapkan opsi untuk merelokasi investasinya ke negara lain, khususnya Malaysia dan Vietnam akibat seringnya aksi unjuk rasa dan mogok kerja para buruh,” katanya.

Bila kondisi keamanan dan kenyamanan di Batam tidak juga membaik dalam watu dekat, dikuatirkan para investor asing tersebut akan merealisasikan rencananya untuk relokasi pabrik. hal itu akan menimbulkan kerugian yang besar karena akan menambah tingkat pengangguran.

Oka berharap manajemen perusahaan dan buruh harus mengevaluasi kondisi yang terjadi saat ini, sebab jika kenyamanan dan keamanan di Batam sudah diragukan maka dikuatirkan akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar lagi terutama meningkatnya angka pengangguran.

Sekretaris DPC SBSI Kota Batam, Surya Dharma Sitompul mengatakan, konflik hubungan industrial yang sering terjadi di Kota Batam merupakan akibat dari lemahannya sistem pengupahan nasional. Dalam lima tahun terakhir pembahasan Upah Minimum Kota Batam selalu diwarnai aksi protes khususnya pada saat penetapan besaran komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang merupakan embrio sebelum menjadi rekomendasi besaran UMK itu sendiri.

Aksi-aksi protes seperti tahun-tahun sebelumnya terhadap hasil (Output) sistem pengupahan yang ada sekarang ini, besar kemungkinan akan terulang kembali yang tentunya sangat berdampak negatif terhadap perkembangan perekonomian dan investasi di Kota Batam.

Menurutnya, ada persoalan mendasar mengenai sistem pengupahan nasional pada saat ini. Dimana PERMEN No.17 tahun 2005 tentang Komponen Hidup Layak (KHL) dinilai sudah sangat tidak sesuai dengan kondisi yang dialami oleh pekerja itu sendiri. Kemudian juga diperlukannya perbaikan mekanisme survei dan ketiga, sistem yang ada sekarang ini dinilai belum menganut dua prinsip dasar yaitu keterbukaan dan keadilan.

Karena itu sudah saatnya semua pihak yang terkait atas sistem pengupahan harus segera  mencari jalan keluar atas polemik pengupahan yang setiap tahun selalu bermasalah dan berpotensi menimbulkan aksi-aksi protes yang berskala besar khususnya di Kota Batam. Salah satu caranya dengan memberikan keleluasaan kepada Dewan Pengupahan Kota untuk menerapkan sistem atau metode pengupahan yang benar-benar bisa digunakan untuk menyelesaikan kisruh pengupahan yang terjadi selama ini. (gus).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar