BATAM – Sejumlah pengusaha yang
tergabung dalam berbagai Asosiasi Pengusaha di Kota Batam menolak untuk ikut
membahas Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Ketenagakerjaan yang berlangsung
Selasa (12/6) karena peraturan tersebut hanya akan menjadikan situasi semakin
tidak kondusif dan memperkeruh dunia industri di Batam.
Ketua Asosisasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kepri, Ir Cahya mengatakan,
Sejumlah organisasi pengusaha seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo)
Kepri, Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Persatuan Hotel Restoran Indonesia
(PHRI), dan Batam Shipyard Offshore Association (Bsoa) menolak untuk ikut
membahas Ranperda Ketenagakerjaan yang berlangsung kemarin. Pasalnya, rancangan
peraturan itu hanya akan menjadikan situasi semakin tidak kondusif dan
memperkeruh dunia industri di Batam.
“Iklim investasi di Batam saat ini tidak sebaik seperti dulu karena
seringnya aksi unjuk rasa yang boikot yang dilakukan pekerja, bahkan 10
perusahaan asing sudah hengkang selama beberapa bulan ini. Mestinya pemerintah
dan lembaga negara di daerah ini tidak lagi menciptakan iklim yang justru
memperkeruh suasana,” katanya, Selasa (12/6).
Menurut Cahya, saat ini sudah ada Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan yang bisa menjadi rujukan bagi tenaga kerja dan pengusaha jika
mendapatkan persoalan, sehingga tidak perlu lagi adanya aturan yang dibuat di
daerah seperti Perda karena hanya akan menambah situasi menjadi tidak kondusif.
Terkait dengan penghapusan system kerja kontrak atau Outsourching, menurutnya tidak bertengangan dengan UU No 13 tahun
2003 sehingga pengusaha masih bisa memberlakukan aturan itu sampai adanya
perubahan yang dilakukan pemerintah dan DPR di Jakarta. Untuk itu, pengusaha
menunggu hingga UU tersebut direvisi oleh pemerintah pusat.
Sementara itu, Anggota Pansus Ketenagakerjaan DPRD Kota Batam, Ricky Indakari
mengatakan, ketidakhadiran pengusaha dalam rapat membahas Ranperda
Ketenagakerjaan tersebut merupakan hak politik dari pengusaha namun ketidakhadirannya
tidak akan berpengaruh terhadap jalannya pembahan Ranperda.
“Justru, ketidak hadiran pihak pengusaha akan merugikan mereka sendiri
dikemudian hari. karena pendapat pengusaha tidak ada dalam Ranperda itu,” katanya.
Menurutnya, dalam Perda
ketengakerjaan tersebut akan dibahas banyak hal antara lain, mengenai perencanaan
dan sistem informasi terpadu ketenagakerjaan, yang mengatur mengenai
outsourching yang diimbangi suitanable atau kepastian keberlangsungan
pekerjaan.
"Tidak ada yang salah dengan outsourching, yang salah adalah ketika implementasinya yang tidak sejalan. Outsourch itu sebenarnya bagus, karena nggak mungkin kan investor bisa mengatur dari hulu ke hilir," katanya.
Menurutnya outsourch yang fleksibel harus diimbangi dengan suitanable. Seperti dalam aturan UMK, pekerja harus dilindungi agar tidak dihadapkan pada pilihan ambil atau tinggalkan, setiap perubahan UMK terjadi. Sudah menjadi kewajiban pemerintah mengatur UMK sepihak agar tidak ada lagi perundingan-perundingan. (gus).
"Tidak ada yang salah dengan outsourching, yang salah adalah ketika implementasinya yang tidak sejalan. Outsourch itu sebenarnya bagus, karena nggak mungkin kan investor bisa mengatur dari hulu ke hilir," katanya.
Menurutnya outsourch yang fleksibel harus diimbangi dengan suitanable. Seperti dalam aturan UMK, pekerja harus dilindungi agar tidak dihadapkan pada pilihan ambil atau tinggalkan, setiap perubahan UMK terjadi. Sudah menjadi kewajiban pemerintah mengatur UMK sepihak agar tidak ada lagi perundingan-perundingan. (gus).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar