BATAM – Sembilan investor asing diantaranya berasal dari Jerman dan India akan menanamkan modal di Batam pada berbagai bidang usaha seperti industry minyak lepas pantai dengan nilai investasi sekitar 61,4 juta dollar AS setara dengan 552,6 miliar rupiah dengan kurs 9.000 rupiah per dollar AS.

Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang juga Humas Badan Pengusahaan (BP) Batam Dwi Djoko Wiwoho mengatakan, sepanjang bulan Mei 2012 tercatat ada Sembilan investor asing berasal dari Jerman, Singapura, India dan Irlandia yang menyatakan minat investasi di Batam pada berbagai bidang usaha seperti industri minyak lepas pantai, industri logam, jasa dan elektronik. Nilai investasi yang akan dikucurkan sekitar 61,4 juta dollar AS setara dengan 552,6 miliar rupiah.

“Batam agaknya masih menjadi magnet para investor asing dan jumlah investasi terus meningkat, adapun bidang industry yang menjadi primadona saat ini antara lain industry pendukung minyak lepas pantai, elektronik dan galangan kapal,” katanya, Kamis (14/6).

Dengan demikian, jumlah perusahaan yang telah mengajukan aplikasi investasi selama Januari sampai Mei 2012 sebanyak 36 perusahaan dengan nilai investasi mencapai 103 juta dollar AS dan serapan tenaga kerjanya diperkirakan sekitar 19.276 orang. Adapun asal negara yang sudah mengajukan aplikasi investasi itu diantaranya Singapura, Malaysia, Australia, Italia, India, Amerika Serikat, Jerman, Korea Selatan, Philipina, Sri Langka, dan British Virgin Island.

Sementara itu, Deputi Pengendali dan Penanaman Modal Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) Azhar Lubis mengatakan, meski belum terealisasi namun minat investor asing untuk menanamkan modal di kawasan FTZ BBK (Batam, Bintan dan Kariumn) mulai meningkat kembali. Itu bisa dilihat dari jumlah aplikasi yang masuk dari Januari sampai Mei 2012 mencapai 103 juta dollar AS dan angka itu lebih tinggi dibanding aplikasi yang masuk tahun 2010 dan 2011.

Sepanjang tahun 2010 saja, besaran nilai rencana investasi asing ke Batam dalam setahun hanya 144,37 juta dollar AS, sedangkan tahun 2011 hanya mencapai  140,975 juta dollar AS. Fakta itu menunjukan bahwa Batam dan juga Bintan serta Karimun sampai saat ini memang masih diminati sebagai tempat lokasi investasi yang menarik bagi asing.

Ketua Apindo Kepri, Ir Cahya mengatakan, iklim investasi di kawasan FTZ BBK saat ini dinilai kurang kondusif dibanding beberapa tahun lalu dipicu oleh maraknya aksi unjuk rasa yang berbuntut mogok kerja yang dilakukan sejumlah buruh di beberapa perusahaan. Aksi tersebut telah menyebabkan kerugian miliaran rupiah dan perusahaan tidak dapat berproduksi. Akibatnya, ada sepuluh perusahaan asing yang telah memindahkan pabriknya ke luar negeri karena takut merugi lebih besar.

Padahal, kata Cahya kawasan FTZ BBK memiliki potensi besar untuk menjadi kawasan industry yang kompetitif, namun ketidaknyamanan dalam berbisnis ditambah lagi dengan adanya aturan daerah seperti Perda yang dinilai menghambat investasi menjadikan daerah ini kurang kompetitif.

Cahya menyebut salah satu aturan yang sedang dibahas saat ini adalah Ranperda tentang Ketenagakerjaan. Ranperda tersebut tidak perlu diadakan sebab saat ini sudah ada Undang Undang Ketenagakerjaan yang menjadi paying hokum bagi pengusaha dan pekerja dalam melakukan aktivitasnya.
Cahya kuatir jika iklim investasi tidak di jaga maka rencana investasi asing yang sudah masuk akan dibatalkan karena investor takut berbisnis di kawasan BBK. (gus)